12 | Janji kepada Hani

5.6K 224 3
                                    

DUA BELAS
❄❄❄

Benar, aku harus melepasnya perlahan. Oke aku masih bisa mengingat bagaimana guru seni musik mengajarku dalam hal paduan suara yang tidak terlalu buruk. Semilir angin malam membawaku menuju ketenangan walaupun suasana yang ramai dan panas.

Aku memejamkan mata berharap semua yang menonton tidak mendengar suaraku yang standar ini.

Saat berjumpa dan kau menyapa
Indah parasmu hangatkan suasana
Buatku tak percaya, mimpi indahku jadi nyata

Saat sendiri jalani hari
Bayang-bayangmu selalu menghampiri
Dan aku pun mengerti apa maunya hati ini

Aku tahu, Alfi di sana sedang menyelaraskan petikan gitarnya dengan suaraku yang sampai sekarang aku tidak tahu apa maksud penonton yang lama lama mendekati panggung kecil ini. Termasuk teman temanku yang baru saja keluar dari bangunan rumah Kemal. Namun, bibir pintu masih saja Nico terlihat berbicara penting dengan Maya.

Namun tiba-tiba kau ada yang punya
Hati ini terluka
Sungguh ku kecewa, ingin ku berkata

Kasih maaf bila aku jatuh cinta
Maaf bila saja ku suka
Saat kau ada yang punya

Haruskah ku pendam rasa ini saja
Ataukah ku teruskan saja
Hingga kau meninggalkannya dan kita bersama

Sampai lirik lagu dan petikan gitar oleh Alfi berakhir, aku tidak menyangka akan mendapatkan tepuk tangan yang heboh. Aku kira mereka semua pencitraan.

Aku senyum kepada Alfi yang masih setia dengan gitarnya di pangkuan. Terimakasih, aku sudah lega sekarang. Dan mungkin ini terakhir kalinya aku mengungkapkan perasaan secara tidak langsung. Mungkin juga Nico tidak mendengar, sudahlah itu tidak masalah.

Langkah kaki ini turun dan aku langsung dapat pelukan hangat dari ke dua teman perempuanku. Hm, siapa lagi kalau bukan tukang parabot sama toa masjid.

"Huh, gue gak tau kalau lo bisa nyanyi sebagus itu." Vanny terlalu lebay menurutku.

"Gue tau lo lagi bohongkan?"

"Ish apaan sih lo, cha. Di bilang bagus gak mau. gue kalau jadi lo, gue bakal belagak kayak artis kalau di tepukin seheboh kayak tadi." Gaya khas tukang parabot, Hani. Panjang lebar dan pastinya suara gak kalah kenceng dari apapun. "Sebentar, lo menghayati banget ya lagunya?"

Hani melihat mataku lekat lekat sampai beberapa centi lagi matanya bertatapan dengan bola mata miliku.

"Nggak,"

"IH LO NANGIS" heboh teriakan Hani.

"Siapa yang nangis?" Fachri menyembulkan kepalanya dari belakang Hani dan Vanny. Duh, emang dasarnya jelmaan setan. Datengnya pasti tanpa suara. Tentu saja dengan Darren dan Andi.

Aku memdengus berusaha mengubah topik pembicaraan, "duh gue haus."

"Nih nih minum," Andi menyodorkan segelas minuman bersoda yang belum ia minum.

"Terimakasih, Andi." Senyum ku mengembang ketika haus di tenggorokan mulai mereda. Tapi tetap saja pertanyaan Hani dan Vanny kalau belum di jawab pasti bakal di cecer mulu.

Coldest Senior✔Where stories live. Discover now