#9. Teman

11 1 0
                                    

     Siang itu Aeza keluar rumah untuk ke supermarket untuk belanja mingguan. Keadaannya sudah lebih baik sekarang dan bisa kembali berjalan, karena kekuatan air yang dimilikinya memiliki kemampuan untuk memulihkan. Secara tak sadar dan tanpa henti kekuatan airnya membantu menyembuhkan tubuh Aeza dari dalam. Seperti regenerasi/recovery.

     Hal pertama yang dituju adalah beberapa sayuran mentah yang sudah disatukan dalam plastik mika dan dinamai sesuai bahan sayuran didalamnya. Buah-buahan, minuman dingin pesanan Hime, dan terakhir makanan beku siap saji Aeza masukkan kedalam keranjang belanja.

     Ia melihat sesuatu yang baru saat mengambil kentang goreng beku. Sebungkus cireng salju siap goreng.

     “Mau coba ah. Siapa tau kak Hime juga suka.” ujarnya dalam hati.

     Ada tangan lain saat tangannya hendak meraih sebungkus cireng itu.

     “Eh. Yaudah kamu duluan yang ambil.” ujar peremuan itu mempersilahkan.

     “Terima kasih. Eh kamu yang satu sekolah sama aku kan? Yang di kelas pojok itu. Nama kamu siapa deh?” tanya Aeza.

     “Aku Anggrek. Kamu?”

     “Aeza.”

     “Nih aku ambilin.” Aeza mengambil lagi sebungkus cireng dan memberikannya.

     “Iya terima kasih.” Anggrek menerimanya dan memasukkannya ke keranjang.

     “Mau belanja lagi?” tanya Anggrek.

     Aeza menggeleng. Ia melirik kearah keranjang belanja Anggrek. Banyak sekali biskuit dan makanan ringan didalamnya. Aeza menelan ludah karena keheranan.

     “Yaudah ayo ke kasir.” ajaknya.

     “Aku penasaran gimana rasanya cireng ini.” kata Aeza berbasa-basi saat pulang bareng Anggrek.

     “Aku juga. Ya sudah kamu goreng cireng aku aja dirumahmu. Kita makan sama-sama. Aku juga laper.” ajak Anggrek. Padahal sebelumnya sudah makan mie ayam.

     “Eeh. Nggak apa-apa nih.”

     “Goreng aja sebungkus.” Anggrek memperbolehkan dan mengangguk.

     Sesampainya dirumah, Aeza langsung memasak cireng itu. Anggrek menunggunya di ruang tamu.

     “Hmm. Enak sekali.” puji Anggrek saat pertama kali mencicipi makanan itu.

     “Hati-hati. Masih panas.”

     “Ngomong-ngomong, kamu tinggal sendiri disini?” tanya Anggrek sambil mengunyah .

     “Cuma berdua sama kakak.”

     “Hmm... aku tinggal di panti asuhan. Tadi baru saja aku meninggalkan tempat itu. Udah punya rumah sendiri. Tinggalnya juga sendiri. Hehe.” kata Anggrek.

     “Kapan-kapan aku boleh main kerumah kamu ya?”

     “Boleh kok.” Anggrek tersenyum.

     Mereka terlihat sangat akrab padahal baru berkenalan setengah jam lalu. Aeza tidak mengetahui bahwa gadis didepannya merupakan anggota Dark Lord. Dan Anggrek juga tidak mengetahui bahwa Aeza adalah lawannya nanti. Dan mereka berdua tidak mengetahui mereka saling memiliki kekuatan.

     Esoknya...

     “Hallooo.”  sambut Anggrek di markas Dark Lord yang berada di atap. Membawa bungkus plastik berisi cemilan dan tongkat besarnya. Tak lupa dengan topi besar ala penyihir.

     “Hai.” jawab Putra dan Yudi di waktu yang hampir bersamaan.

     “Putra, boleh aku minta sedikit darahmu?” pinta Anggrek.

     “Buat apa?”

     “Nanti juga tau. Boleh?”

     “Boleh sih.”

     “Aku ambil darahnya ya.”

     Dari tangan Anggrek muncul sebuah suntik beserta jarumnya. Lalu menusuk bahu kiri Putra dan mengambil darahnya.

     “Dan Rio. Bolehkah?”

     “Boleh, boleh.” jawab Rio antusias.

     Anggrek memunculkan lagi suntik yang masih steril dan mengambil darah Rio.

     Anggrek membutuhkan darah Mawar juga. Namun saat akan bertanya, Mawar menatapnya dan ia sudah tau akan jawabannya. Jadinya ia hanya mendapat dua sampel darah.

     Dengan sihirnya ia memunculkan sebuah meja panjang seperti di ruangan kelas, sebuah kompor gas, dan dua buah panci berisi air mendidih juga spatula kayu. Juga muncul lagi beberapa botol.

     “Mau apa anak aneh itu?” tanya Mawar.

     “Mungkin bikin mie, kak. Ini tehnya.” jawab Melati. Membawa dua cangkir teh dan memberikan satu untuk Mawar.

     Sambil memakan pocky, Anggrek mulai membuat semacam ramuan dengan gaya ala penyihir. Menuangkan isi dari beberapa botol. Sekarang ia mencampurkan sampel darah Putra kedalam air ramuan sebelah kiri dan sampel darah Rio disebelah kanan dan mengaduknya.

     Beberapa lama kemudian Anggrek mematikan apinya. Lalu memasukkan ramuan tersebut kedalam botol kaca setelah ramuannya menghangat dan menutup botol tersebut. Jadilah dua botol berwarna kuning dan satu botol berwarna hitam.

     “Tadaaa...” Anggrek menunjukkan hasilnya kepada semua. Ramuan berwarna kuning dari sampel darah Putra dan hitam dari sampel darah Rio.

     “Itu untuk apa?” tanya Yudi.

     Anggrek melempar jauh ke tanah kosong botol dari sampel Putra dan menutup telinga.

     Muncul belasan kilatan petir menghantam tanah setelah botol kaca yang dilemparnya pecah.

     Semuanya memasang mata kagum kecuali si kembar yang terlihat biasa saja.

     Mawar yang duduknya dekat dengan mereka kini pindah ke sisi lain atap yang jauh dari mereka.

     “Kak Mawar kenapa?” Melati  mengikutinya dan melihat wajah Mawar terdiam. Tangannya sedari tadi tak hentinya memainkan Butterfly Knife.

     “Aku masih nggak nyangka dan nggak abis pikir. Tentang bagaimana sikap Lily terhadap kita.”

     “Jangan terus-terusan dipikirin, kak. Nanti kita balas dia yang lebih menyakitkan.”

     Sementara disana, Lily terdiam cemas menatap keluar sana dibalik jendela kamarnya di hari yang hujan itu. Memikirkan Mawar dan Melati agar bisa berteman seperti dulu lagi.

     “Kalian... Bagaimana kabarnya disana?”

     Ia kembali dan duduk di tempat tidurnya, terdapat Lila dan sebuah boneka laki-laki bernama Riki pemberian dari mereka. Lily membawanya dan duduk di kursi, mengambil biola yang juga pemberian dari mereka saat Lily ulang tahun.

     Lily memainkan biola dengan irama pelan yang sangat indah dan memejamkan matanya. Sambil mengingat-masa-masa ketika mereka masih bersama. Saat mereka menolongnya ketika dibully anak lain, mendapat juara lomba fisika dan mengharumkan nama sekolah. Ia belum pernah sekalipun memiliki teman yang sangat akrab dengannya. Sejak SD, Lily selalu pendiam dan menyendiri karena tak sedikit yang menyebutnya si aneh.

     Semua memori itu menghasilkan tetesan-tetesan air mata yang membasahi pipi Lily menerobos kedua kelopak matanya. Ia tak tahan membendung kenangan indah yang membuatnya merasa sangat sedih. Biola terjatuh dan tangisan Lily pecah. Menahan air yang terus keluar dari matanya.

Mazna X Adara [Air Dan Api] (Completed)Where stories live. Discover now