#14. Bunga Itu Akan Terus Mekar Selamanya

22 1 0
                                    

Mereka semua pergi ke rumah sakit tempat Anggrek dan Lily dirawat beberapa hari setelah tubuh mereka membaik.

Tapi bagi Aeza dan Hime, mereka sudah terlambat. Dokter mengatakan bahwa dini hari sebelumnya Anggrek menghembuskan nafas terakhirnya ketika hendak menjenguknya dan membawa bekal. Ia menderita luka yang cukup parah dan mengenai organ-organ tubuh yang penting.

Aeza lah yang sangat terpukul dengan peristiwa ini mengingat ia yang paling dekat dengannya walau kenal dan berteman dengan singkat pula. Datang pula Mawar dan Melati yang mengetahui kabar duka ini.

Seorang dokter memberikan selembar surat pada Aeza dan membacanya. Di kertas itu ia menulis jika dia mati, tolong semua anak-anak dan pengasuh panti asuhan yang sudah mengisi lembar enam belas tahun kehidupannya agar menempati rumah barunya dan memulai hidup baru disana.

Siangnya tubuh Anggrek dibawa ke rumah barunya yang dipenuhi semua penghuni panti asuhan yang terbakar diiringi isak tangis. Mawar-Melati, Yuko dan tim jubah putih hadir meski tak terlalu mengenalnya.

Hal yang paling diingat Aeza dan si bunga kembar tentangnya adalah kekonyolan dan betapa rakusnya dia soal makanan yang tak pernah kenyang itu.

"Lily?"

Sebuah suara memanggil namanya dari luar pintu kamar inap. Mawar dan Melati datang lebih telat dari tim jubah putih.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Mawar. Duduk di kursi samping ranjang Lily.

"Sedikit lebih baik." Jawabnya lemas. Ia tak memakai kacamatanya kali ini, membuat wajah aslinya terlihat jelas.

"Kenapa kamu tak memberitahu kita sejak awal kalo punya penyakit seperti ini?" tanya Melati sambil mengelus tangannya.

"Aku tak ingin... merepotkan kalian."

Suara Lily kali ini agak serak dan mulai tak terdengar dengan jelas. Begitu juga dengan batuknya yang berdahak.

"Anu... apa pukulanku saat itu makin memperparah sakitmu? Saat itu aku sangat kehilangan kendali." Mawar menundukkan kepalanya dan bertanya secara berat hati.

"Tidak. Aku bertanya pada dokter... tapi dia bilang malah tak ada luka pukul sama sekali."

Saat masih menjadi sisi keduanya, Lily membasuh tubuh bagian depannya dengan air yang diberikan Aeza dan pulih dalam beberapa saat.

"Aku ingin keluar." pinta Lily.

Mereka membantu Lily beranjak dari ranjangnya menuju kursi roda dan keluar sambil mendorong tiang infus. Melati yang mendorong kursi roda Lily.

"Sangat asri dan hijau disini." komentar Lily saat menghirup udara di taman. Aroma aneka tumbuhan hijau memasuki hidungnya dan angin sepoi-sepoi di cuaca yang berawan itu.

"Anu... ada yang ingin kutanya pada kalian." kata Lily.

"Ini hanya umpama saja... Kalo aku tak bisa bertahan melawan penyakit ini... dan meninggalkan kalian semua, apa yang akan kalian lakukan?" tanyanya pelan.

"Kamu jangan berbicara seperti itu. Apa kamu sudah ingin menyerah dengan penyakitmu ini?" tanya balik Mawar yang tak percaya akan perkataan Lily.

"Ini hanya umpama... aku juga tidak ingin terjadi." Lily mengencangkan cengkeraman tangannya yang sedang memegang kedua telapak Mawar.

"Tenanglah, kak." Melati mengelus bahu kakak kembarnya.

"Pastinya aku sangat sedih kalo kamu kalah dari penyakit itu. Kita sepakat memulai tatanan baru denganmu setelah sekian lama kita salah paham." jawab Mawar.

Mazna X Adara [Air Dan Api] (Completed)Kde žijí příběhy. Začni objevovat