LIFE. 01 : SISTEM KEHIDUPANKU (part 2)

15 1 0
                                    

Aku tidak bisa berhenti memerahkan pipiku, hidungku sempat berdarah karena menghantam tanah di ketinggian satu meter. Disumbatkan oleh sapu tangan, untung saja darahnya berhenti mengalir dari hidungku. Tetapi kini aku susah untuk bernafas dan sempat menggantikan mulutku menjadi hidung yang kedua.

Melihat piring yang sudah bersih dilahap olehku, sempat kewalahan saat mengunyah dan bernafas. Alhasil aku makan dengan sangat lama, dan agak gugup dan kaku karena rasa malu yang telah kutimbulkan. Sebaliknya dengan pria itu. dia sudah selesai makan dengan cepat, tetap duduk di sebrangku dengan senyum polosnya menatap ke wajahku, pipi pria itu merah membekaskan sebuah tanda telapak tangan kananku. Itu bekas tamparanku tadi, dan aku tidak merasa bersalah.

Aku tak mau memita maaf. Aku ini menahan rasa malu lho, dan dia malah memegang telingaku. Ini sudah kedua kalinya dia memegang telingaku. Dan untuk kedua kalinya aku merasa agak geli dan terangsang, sepertinya telingaku adalah daerah sensitifku.

"Lola, maafkan ketidak sopananku. Aku telah memegang telingamu, tak kusangka ternyata telingamu adalah daerah sensitifmu juga. Biar Adiwijaya yang mencuci piring kita, kusimpan di tempat cuci piring dulu ya." Kau meminta maaf kepadaku, tetapi kau memasang wajah tidak bersalahmu itu. aku tak akan menerima permintaan maafmu! Buatlah wajah menyesal.

Aku sedang berada di rumah tua berkayu di antara hutan itu. diluar terlihat tua, roboh, dan bersahabat seperti rumah petani dan peternak yang sederhana seperti biasanya. Tetapi tak kusangka, isinya adalah barang barang mewah. Walau disini terlihat tidak begitu luas, tetapi rasanya cukup mewah.

Aku tahu lampu yang dipasangkan di atas kepalaku adalah berlihan, dengan lilin lilin di setiap sisi dari berlian yang agak besar itu, jika dinyalakan pasti dapat memantulkan cahaya indah ke dinding rumah. Walau dinding rumah ini dari kayu dan terlihat membosankan, tetapi dinding itu ternyata dihiasi oleh pernak pernik dan lukisan seorang laki laki berambut hitam dan bermata coklat di berbagai umur. Lukisannya terlihat mahal.

Perabotan seperti kursi dan sofa begitu empuk seperti barang para bangsawan. Bahkan tempat meja makannya kursinya saja dari alumunium~ hebaat... bahkan sekilas tadi kulihat ada Kasur yang besar dan mewah di ruangan kecil lainnya. Disini hanya terdapat dua ruangan yang dipisah oleh tembok. Tempat tidur dan ruang tamu dicampur dengan ruang keluarga dan dapur bahkan tempat makan. Aku tak dapat menemukan toiletnya.

"Anu... toiletnya... ada di sebelah mana ya?" aku harus bertanya, jika ada panggila alam yang datang tiba tiba itu akan agak menakutkan. Aku harus bagaimana?

"Toilet, oh iya itu ya... jangan jangan sekarang kau mau mengeluarkan sisa makananmu?" dengan polos dan senyumannya dia bertanya hal yang sensitive itu kepadaku.

"Mana mungkin!" ya ampuun... kau sangat tidak sopan menanyakan itu pada seorang gadis! Apa kau tidak diajarkan tata karma, aku tak mau melakukan hal 'itu' sekarang tau.

"Ahaha... disini... tempat yang indah bukan? Sayangnya tidak ada toilet, jadi kami mandi dan melakukan sesuatu yang seperti 'itu' di sungai yang kita lewati tadi lho. Tenang saja, tak ada yang mengintipmu disini." Dia terlihat percaya diri menerangkan WC terbuka itu. tenang ndasmu bagaimana bias tenang, jika ada dirimu disini walau kau tidak akan mengintipku mandi di sungai tetap saja aku tak akan bisa tenang.

Apa yang terjadi di sini? Aku baru saja bangun, tetapi aku tak bisa menerima bahwa disini toiletnya adalah toilet terbuka. Lagi pula dari awal memang aneh, kenapa aku bangun di tempat seperti ini. Kenapa pria itu ada disana bersamaku dan terlebih lagi dia terlihat mengenalku. Mungkin aku bisa mengetahui siapa aku sebelum tertidur. Karena aku sama sekali tidak punya ingatan kecuali namaku. Semuanya hilang dan tenggelam begitu saja di laut cairan otakku.

ENDLESS CARD WORLD : NEVER ENDINGWhere stories live. Discover now