X

2.8K 82 8
                                    


Sarah menjulurkan tanganya kedepan, menangkap sisa rintik air hujan yang turun dari payung yang sedang ia genggam, beberapa waktu kemudian ia menengadahkan kepalanya menatap langit yang muram tanpa cahaya senja yang jingga. Hari ini hujan turun begitu deras, hingga Sarah di paksa menggunakan payung untuk keluar rumah. Sarah mengayunkan kaki jenjangnya menyusuri trotoar hanya untuk sekedar menikmati indah nya Manchester di kala hujan. Kaki nya membawa tubuh ramping itu sedikit jauh, hingga berhenti saat indra penciuman Sarah dimasuki aroma kopi yang khas, ia mencari-cari sumber nya. menengok kasana kemari hingga ia menemukan sebuah tempat seperti rumah namun berbentuk segi empat, di depan nya terpampang jelas tulisan "coffe shop". Tempat itu sangat klasik, Sarah mempercepat langkah kakinya yang basah menuju tempat itu, menyimpan payung di pojok sebelah kiri agar tak menghalangi siapapun yang akan berlalu lalang.
Sarah membuka pintu, spontan gantungan lonceng yang dengan sengaja di simpan di atas pintu berbunyi saat pintu dibuka. Sarah bergidik sedikit terkajet, mata Sarah menerawang ke setiap sudut ruangan. Ia memaki dirinya sendiri, kenapa baru hari ini ia menemukan tempat yang begitu ia rindukan, tempat yang di penuhi aroma kopi. Sarah masih mematung, ia tersenyum tipis pada dirinya sendiri. Beberapa detik kemudian Sarah melanjutkan langkah nya mencari tempat duduk yang nyaman, di sebelah kiri ia melihat kursi untuk dua orang yang kosong. Sarah berjalan perlahan namun pasti.
Baru saja, bahkan belum sampai satu menit Sarah duduk dengan tenang si pelayan wanita berpakaian merah putih dengan rok di atas lutut mengahampiri Sarah. Tidak menunggu si pelayan menyodorkan daptar menu Sarah langsung berkata apa yang ingin dia pesan.

"coffe latte" Sarah berkata sembari tersenyum.

Si pelayan hanya mengangguk disusul dengan senyuman yang menampakan gigi gingsulnya.

Sarah mengetuk-ngetukan kuku keatas meja, tangan kirinya memangku dagu. Pikiran nya menerawang ke masalalu, siapa lagi kalo bukan Dean? Hebatlah Sarah jika ia mampu memikirkan lelaki selain Dean.
Setiap ingatannya di penuhi tentang Dean dikala itu rasa rindu sekaligus rasa nyeri pada hatinya menjadi satu. Sering kali Sarah menggerutu untuk dirinya sendiri, betapa bodoh ia selalu merindukan orang yang dengan jelas telah menyakiti hati nya. Tapi siapa yang salah? Rindu hadir dimana saja, pada siapa saja tak perduli ia menyakitkan atau tidak.
Sarah terhentak saat satu gelas kopi sudah berada di hadapan nya.

"ahh, terimakasih" kata Sarah lagi-lagi dengan senyuman yang menawan.

"silahkan" jawab pelayan itu membalas senyuman Sarah.

Sarah menikmati kopi itu di setiap teguk nya, ia juga menikmati rindu yang selama ini selalu menjadi bagian hidupnya. Ya, rindu untuk Dean.

Sampai pada teguk terakhir, Sarah membayar bil yang diberikan oleh pelayan yang sama. Lalu setelah itu Sarah melenggang meninggalkan caffe shop yang baru saja ia kunjungi.

****

Dear Dean.........

Boleh aku sedikit menceritakan apa yang aku rasa saat ini?

Jika kamu mendengarnya, sudah ku pastikan kamu akan bosan.
Bosan mendengar jika aku selalu merindukan mu.

Tapi apa daya ku yang memang selalu merindukan mu.

Maafkan aku yang merinduimu dari kejauhan, yang tak mampu berterus terang untuk apa yang aku rasakan saat ini.

Maafkan aku yang berlaku baik-baik saja tanpa kamu.

Maafkan aku yang sangat angkuh menjawab sapaan mu.

Aku hanya tidak ingin kamu mengetahui apa yang aku rasa.

Mengetahui jika aku memang masih membutuhkan mu untuk tempat bersandar.

Dean...

Aku merindukan mu lebih dari sebelumnya yang berarti rindu ku terus bertambah.

Bisa kita bertemu? Aku hanya ingin melepas rindu, menikmati kopi atau mungkin bersajak bersama. Setelah itu, selebih nya terserah kau.

Lagi-lagi Sarah menulis kata-kata rindu tentang Dean. Sarah hanya berharap, buku itu tidak akan pernah bosan pada tulisan-tulisan Sarah yang begitu membosankan, yang selalu membahas soal rindu yang tidak terbalaskan. Jika buku itu bisa berbicara pasti ia akan mengoceh sekencang-kencang nya memohon pada sang pemilik agar berhenti mengharap kepada lelaki biadab itu.
Sisa hujan masih berjatuhan dari atas genting, membasahi teras balkon kamar Sarah yang berlantai warna putih gading. Gemuruh sudah tak lagi terdengar di langit.
Jam dinding kamar Sarah baru saja menunjukan angka jam 4 sore, Sarah sangat bosan dengan apa yang ia lakukan. Menulis dan menulis, menulis untuk lelaki yang sudah menyakiti hati nya. Entah semua tulisan itu akan terbaca atau tidak nantinya tapi Sarah tidak perduli karena dengan menulis Sarah bisa sedikit lega dan mengurangi rasa rindu nya.
Sampai detik ini Sarah masih berharap agar Dean dapat kembali melengkapi hari-hari, agar Dean mampu menjadi tempat mengadu selain orang tuanya. Sarah juga yakin suatu saat nanti Dean akan kembali dan mereka akan bahagia bersama.

****

"Lyly, bagaimana kabar Sarah? " tanya lelaki itu pada wanita yang sedang asik mendengarkan lagu di tempat duduknya.

"apa? " Lyly sedikit berteriak, ia tak mendengar apa yang baru saja di ucapkan.

"kabar Sarah" lelaki itu dengan bosan berkata sekali lagi sembari melepaskan handset yang terpasang di telinga Lyly.

"tidak tahu, terakhir seminggu yang lalu aku berkirim pesan dengan nya"

"lalu? "

"kata nya, dia merindukan mu" Lyly memainkan alis nya.

"Benarkah?" Dean tersenyum.

"iya, Dia merindukan lelaki seperti mu. Jika aku jadi dia, aku tak akan pernah merindukan seorang lelaki yang jahat" Lyly sinis.

"Ayolah Lyly, aku khilaf "

"Basi Dean" Lyly tertawa terbahak-bahak.

"sudah, urus saja anak kelas 1 yang kemarin kamu ajak hang out" lanjut Lyly.

"tapi aku juga merindukan Sarah"

"apa urusan nya dengan ku"

"kamu ini menyebalkan Lyly."

"yang penting tidak jahat Dean"

"oke aku salah, aku kalah" Dean berlalu dengan hati yang sedikit nyeri karena perkataan Lyly.

Dean juga tidak menyalahkan Lyly atas perkataan nya. jika ia menjadi Lyly, ia juga akan melakukan hal yang sama. Tidak terima melihat teman nya tersakiti. Begitulah wanita, mereka tidak mampu melihat teman nya tersakiti. Alih-alih mereka juga akan ikut membenci orang yang telah menyakiti teman nya.

Hujan selalu meninggalkan bekas, semisal rindu yang tak tuntas.

Tulis Dean di salah satu sosial media nya.

*****

Sarah tersenyum melihat beberapa kata yang di tulis oleh Dean dalam akun nya meski ia tak yakin tulisan itu untuk dirinya, tapi hati kecil nya berkata itu memang untuk Sarah.




******

>terimakasih untuk mu, karena tidak pernah lelah untuk menyakiti ku.

Hujan Dan RinduWhere stories live. Discover now