XI

2.6K 76 5
                                    


Sarah begitu mengagumi kota Manchester, Iya benar-benar terpesona oleh keindahan kota yang terkenal begitu menawan seantero Inggris.
Sarah mulai membiasakan dirinya dengan kehidupan baru Manchester, ia mulai terbiasa oleh orang-orang baru bahkan saat ini ia telah merasa nyaman. Meski hanya Sheffield yang dapat menenangkan hatinya.
Cuaca hari ini sangat cerah, tak ada tanda-tanda hujan akan turun.
Namun Sarah belum berniat meninggalkan ranjangnya, ia bahkan masih terlihat berantakan, tubuhnya masih tersembunyi dibalik selimut berwarna mocca.
Sarah mengerjapkan kedua matanya saat terdengar suara dari atas meja di samping ranjangnya.
Ia meraba-raba meja seaakan dia hafal betul sumber suara itu.

Ditekan layarnya lalu sedetik kemudian Sarah mendekatkan handphone nya ke arah telinga.

"Ada apa? " tanya Sarah sedikit serak.

"kyle" lanjutnya.

"Manchester hari ini sangat cerah apa kamu rela melewatkannya? " terdengar suara nyaring di sebrang Sana.

Sarah sedikit menjauhkan handphone nya.

"Ayolah Kylie, kalo bicara tidak usah seperti itu" decak Sarah sebal.

...........

"baiklah-baiklah" ucap Sarah.

Sarah langsung turun dari tempat tidurnya, menghambur menuju kamar kecil di pojok kamarnya.
kamarnya.

Setelah beberapa saat ia menghabiskan waktu didalam kamar mandi, ia bergegas merapihkan diri sepantas-pantasnya

Sarah menyisir rambut blonde milik nya, merapihkan kemeja berwana merah yang ia kenakan.
Lalu bergumam

"sempurna" katanya.

****

Benar saja kata Kylie, hari ini Manchester sangat bersahabat dan sangat cerah tapi dingin masih saja setia melengkapi. Sarah menyusuri trotoar di dekat rumah nya menuju halte yang biasa ia kunjungi, duduk di pinggiran tempat duduk yang terbuat dari besi yang sudah kusam. Kaki nya menggantung, entah Sarah yang terlalu pendek atau mungkin tempat duduk nya yang sengaja di buat sedikit tinggi. Sarah tak terlalu memikirkan itu, diri nya sadar akan postur tubuh nya yang bisa di bilang tinggi. Ia memiliki kaki yang jenjang dengan betis yang sempurna nyaris setinggi para remaja umumnya.
Sarah masih menunggu angkutan yang akan membawanya kesebuah tempat. Menunggu dibawah halte kumuh yang membuat Sarah terlihat begitu berharga dengan kulit putih serta rambut blonde yang sedikit menyilaukan mata, mata cokelatnya terlihat tajam menanti. Sesekali ia menerawang jauh ke sebelah kanan berharap apa yang ia tunggu akan segara datang.
Sarah membuang nafas panjang, ia sedikit kelas pasalnya ia tak kunjung melihat apa yang ia tunggu.
Angin dipenghujung musim memainkan anak rambut Sarah, menerpanya hingga sedikit berantakan.

****

"Sarah, where are you? " suara nyaring terdengar.

"ya Kylie, tunggu sebentar" Sarah menjawab lewat telpon genggam nya.

"DiSini panas sekali, bisakah kau mempercepat langkah mu? " decak Kylie sebal.

"baik-baik" tanpa disuruh Sarah langsung mematikan sambungan nya.

Sarah terus mempercepat langkah nya, dalam hati ia menggerutu sangat merdu. Sumpah serapah ia keluarkan untuk para sopir bus yang tidak kunjung datang dan memaksa dirinya memohon kepada sang ayah agar diantarkan ke taman kota.
Mata Sarah menyusuri setiap halaman taman, ia mencari Kylie yang sedari tadi telah menunggu. Sekali dua kali ia tak menemukan namun dari jauhan terlihat wanita memakai jeans lusuh namun sangat modis dengan rambut keriting di bagian bawah. Wanita itu melambaikan tangan, spontan dan tanpa di suruh Sarah langsung menghampirinya.

"lama sekali" Kylie menonjok pelan bahu teman nya.

*****

Beberapa minggu terakhir lelaki itu sedikit malas keluar rumah, setiap pagi ia bergegas mengikuti pelajar di sekolah, bergabung dengan teman-teman nya setelah itu ia akan mengurung diri di kamar bersama sebuah buku dan sebuah balpoin, belakangan ini memang benda-benda itu yang menemani Dean.
Dean mulai suka menulis, menulis apapun yang ada di pikiran nya. Jauh di banding Sarah, Sarah sudah hobby menulis sejak lama. Setiap malam Dean selalu membaca sajak-sajak Sarah yang ia bagikan lewat sosial media. Dean selalu tersenyum karena hati nya merasa semua tulisan Sarah adalah untuk nya, tapi siapa yang tahu? Buru-buru Dean menepis pemikiran itu, ia tak ingin berbesar kepala namun entah hatinya selalu berkata itu memang untuknya.
Dean membuka laci meja belajar miliknya yang sedikit berantakan, terdapat sebuah piruga dan sebuah buku sedikit tebal bersampul biru pudar. Itu adalah novel Sarah yang ia tinggalkan tempo hari di taman sekolah. Di bukanya halaman terakhir, disana terdapat sebuah tulisan rapih huruf D, Dean tersenyum ia sangat yakin itu adalah namanya, sekelebat bayang masalalu melintas di pikiran nya. Kala itu Sheffield sedang diselimuti hujan namun tidak deras hanya sedikit gerimis yang menambah kerinduan dalam hati.
Sekata dua kata Dean mulai mengguratkan tinta nya, meluapkan seluruh perasaan rindu untuk Sarah pada sebuah kertas putih juga menumpahkan semua penyesalan nya.

Jingga kala itu terlihat indah
Namun tak bertahan lama
Kamu indah
Dan ku pastikan akan selamanya

Bagiku kamu adalah tempat ku berpulang
Tempat rindu ku menemukan pemiliknya
Tempat lelahku bersemayam

Maafkan aku yang tak mampu baik-baik saja
Maafkan aku yang dengan mudah melepas engkau pergi

Aku menyesal Sarah, sungguh saat menyesal.

Kini, tak ku temukan tempat untuk memulangkan rindu
Tak ku temukan suara lembut mu yang selalu menenangkan ku
Tak ku temukan senyuman mu saat aku bercerita panjang lebar.
Takkan pernah ku temukan lagi dirimu.

Ahh aku merindukan mu lagi dan lagi, maafkan aku.

Dean menyelesaikan tulisan nya, tanpa membaca kembali ia langsung meremas kertas putih yang telah ternoda itu. Melemparnya kedalam tempat sampah yang bertengger di pojok kamar nya.
Penyesalan benar-benar menghantui pikiran Dean, sudah sejak lama rasa menyesal itu menemani nya namun apalah daya yang sudah pergi tidak akan pernah kembali. Dean tidak pernah menyalahkan siapapun ia hanya sedikit bodoh pada waktu itu, bodoh karena memilih jalang yang jelas bukan perempuan baik.
Hari-hari dilewatinya dengan rasa menyesal namun ia selalu menepisnya dan kembali menjalani hari seperti biasa, namun pada malam itu saat hujan terlihat samar dan gemuruhnya terdengar sumbang ia benar-benar merindukan Sarah. Menulis dengan abstrak perasaan yang ada dihatinya tak peduli pada hasil akhir atas tulisanya tersebut.
Sejauh ini, setelah Sarah pergi (walau pada kenyataannya Dean yang pergi) Dean bahkan telah mencoba menemukan sosok yang sama seperti Sarah namun usaha nya selalu gagal. Sekali-dua kali Dean berusaha menjalan hubungan dengan wanita lain tapi tetap Sarah lah yang paling sempurna, namun Dean tak ingin berlama-lama terpuruk merindui Sarah sendirian tanpa adanya Sarah.
Sarah pun begitu, ia selalu menyibukan diri dengan berbagai kegiatan sekolah dan sang Ayah menambah jadwal les nya, jadi setelah sepulang sekolah ia harus melanjutkan belajar 2 jam lamanya, Sarah juga mulai mengikuti les musik minggu lalu di tambah les vokal. Semua itu semata-mata bukan paksaan dari kedua orang tuanya, semua ini adalah maunya sendiri. Sarah bahkan selalu bersemangat menghadiri semua jadwal les nya. Itu semua karena Sarah benar-benar ingin melupakan kenangan bersama Dean.


























>terimakasih pada senyum mu, karena senyum mu adalah puisi ku(18042017)

Hujan Dan RinduWhere stories live. Discover now