Episode #25: What's going on with you, Ngga?

18.4K 1.5K 158
                                    

. . .

Alana

Roger terus menerus menggodaku dengan seluruh jurus kepo dan kealay-annya yang maksimal. Sampai ketika kita tiba di taman depan kelas Wingga, ternyata dia tidak tampak ada di dalam kelas. Aku hanya mendapati teman-teman sekelasnya masih mengobrol disana, termasuk Edo dan Arden yang tadi siang sempat ketemu di kantin.

Aku membuka handphone-ku, berniat akan mengirim DM padanya, saat chat Jihan masuk ke Line-ku.

Jihan : Ini nomor handphone Wingga, 081201202xx. Rasha ternyata punya nomornya.

Aku menatap chat dari Jihan itu termenung.

"Kenapa?" tanya Roger.

"Gue telfon apa DM aja ya Ger?"

Roger manatapku bengong, tidak habis pikir karena ini sepele banget tapi aku kebingungan.

"Mau gue yang telfon?" Roger menyambar handphone-ku yang kutahan sekuat mungkin tidak ingin dia merebutnya. Akhirnya dia mengalah.

"Iya, iya gue telfon,"

Sama sepertiku, ada waktu senggang sedikit, Roger pasti mengeluarkan kameranya. Kini dia mengambil fotoku yang sedang menelfon Wingga. Ternyata Wingga sedang ke toilet. Dia terdengar sangat kaget mendapati aku menelfonnya. Mungkin dia kaget karena nggak nyangka aku bisa punya nomor handphone-nya kali ya. Eh tapi ngapain juga ya kaget? Ah aku lagi nggak mood mikir. Aku duduk di bangku taman depan kelas Wingga itu. Sementara Roger masih mengambil foto, melihat sana-sini mencari objek.

"Mana si Wingga?" tanyanya.

"Toilet," jawabku singkat.

"Ini kalo dia dateng, kita langsung ikutin dia pulang gitu Al?"

"Nggak tahu,"

"Lah,"

"Harusnya sih gitu. Tapi tadi dia bilang mau ke perpus buat belajar,"

"Trus kita ngikutin dia ke perpus dulu gitu?"

"Nggak tahu gue Ger,"

"Lo yang tegas dong! Harus jelas prosesnya kaya gimana untuk mencapai suatu tujuan," ujarnya bersungut-sungut.

Aku menatap Roger sinis. Lalu dia tertawa terbahak-bahak, senang karena sudah membuatku kesal. "Oiya, lo ikut kan nanti hunting foto tema Acromatopsia?"

"Kok nanti ger?"

"Ya maksud gue weekend nanti,"

"Jelas ikut lah. Kan gue suka banget tone foto hitam putih. Kenapa?"

"Lo bantuin gue ya nanti,"

"Pemotretan endorsement apa lagi lo?"

"Tote bag doang kok,"

Aku menunjuk wajahnya kesal. "Kaya gini aja bilangnya tote bag doing kok, pas disana nanti ternyata ada belasan barang lain. Ngaku nggak lo?"

Roger meringis lebar. "Nanti gue traktir nonton kaya biasanya lah. Lo perhitungan banget sih sama gue sekarang. Mentang-mentang udah kenal Wingga ya,"

Aku tidak mempedulikan gerutuan Roger. Tampak oleh mataku, Wingga sedang berjalan ke arah sini. Dan aku selalu tidak bisa menghentikan tanganku untuk melambai ke arahnya. Dia membalas lambaian tanganku dengan senyuman. Aku segera mengenalkan Roger ke Wingga, dan seperti biasa, Roger langsung sok akrab.

"Selain dikasih tahu si nona yang sukanya sinis mulu ini sih gue juga udah tahu lo siapa dari majalah sekolah, kan lo anak olim terkenal nggak kaya gue apalah cuma tukang foto," sembari berkata begitu, Roger memotret Wingga dengan kamera yang tergantung di lehernya.

Too Far to Hold [COMPLETED]Место, где живут истории. Откройте их для себя