chapter 14

2.3K 259 13
                                    

Keras, dan selalu ingin menang sendiri. Ayahnya adalah seorang pria yang tidak pernah mau nama baiknya di coreng, bahkan oleh seorang bocah sekalipun. Fugaku selalu mengajarkannya untuk menjadi perfeksionis sehingga tidak akan membuat malu nama keluarga. Jadi ketika pria itu mendengar Sasuke terlibat dengan bocah biseksual dan dianiaya, dirinya tak terima. Ia menemui anaknya di malam hari, menanyakan tentang kebenarannya, dan tak pernah mendapat pembenaran dari putranya itu. Sasuke bahkan menjelaskan hal berbeda padanya, seakan bocah itu terus membela penganiayanya.

Jadi keesokannya pria itu mendatangi sekolah, melakukan apapun untuk membuat bocah bisex itu keluar dari sekolah dan tersenyum puas ketika wali dari bocah itu mengatakan akan melakukannya.

Sasuke sendiri yang mengetahui tindakan ayahnya merasa sangat marah, meskipun Toneri adalah orang yang selalu membuatnya kesal, bukan berarti dia salah dalam tindakannya. Justru Sasukelah yang seharusnya disalahkan, ia telah menghancurkan hubungan yang bahkan belum terjalin dengan benar di antara adik kakak itu. Ia yang membuat Naruto enggan bertemu Toneri, dan begitupun sebaliknya. Sekarang ia bahkan tak tahu harus melakukan apa, ketika ayahnya telah bertindak sesuai keinginannya sendiri tanpa mempertimbangkan pembelaan Sasuke tentang Toneri.

Sehari setelah ayahnya mendatangi kepala sekolah, ia tak menemukan Toneri di kelasnya, atau di manapun pemuda itu sering menyendiri. Ia bahkan tak melihat Naruto yang sebangku dengan pria itu juga. Mungkin, Naruto memang tengah bersedih. Lewat penjelasan Toneri, ia tahu Naruto tinggal sendiri dan berusaha mengatasi masalahnya sendirian ketika ia atau anak-anak lain selalu melibatkan orang tua dalam permasalahan mereka.
Sasuke menarik nafas panjang, dan mengeluarkan dengan berat saat kedua telinganya menangkap ucapan ucapan di sekitarnya tentang seorang murid yang di deportase dari sekolah karena penganiayaan. Toneri, tentu saja itu pastilah ia. Dan Sasuke menjadi sangat sedih karena belum sempat mengucap maaf pada pria itu, tidak, bukan, ia sedih karena tak mampu menahan ayahnya lebih keras sebelum pria tua itu menemui kepala sekolahnya. Ia kecewa pada dirinya sendiri akibat ketidak mampuannya mencegah Toneri di keluarkan, dan juga menyesal telah mengatakan semuanya pada Naruto.
Andai ia tak melakukannya, mungkin sekarang ketiganya dapat berkumpul, dan melakukan hal-hal konyol bersama. Naruto dengan rayuan gombalnya pada Toneri, dan ucapan sadis pria salju itu padanya, atau ia sendiri yang akan cerewet akibat kedekatan Naruto dengan Toneri.

Tanpa sadar, bibir tipisnya menarik garis lengkung. Ia tersenyum, walau bukan kebahagiaan. Ingatan sebelum kejadian ini terbayang pada benaknya, menyalurkan rasa rindu pada hatinya. Tak dapat pungkiri, ia menginginkan kebersamaan itu kembali.

"Sasuke, kau baik-baik saja?" Sebuah pertanyaan dari Neji membuatnya menaikkan alis. Ia amati bagaimana paras tampan pria di sebelahnya menampilkan kekhawatiran sebagai teman.
"Aku rasa... Tidak. Sama sekali tidak." Desahnya sambil membaringkan kepala di atas meja. Menolak mendengarkan penjelasan guru maupun memandang kembali wajah Neji.
"Kau terganggu?" Pertanyaan dengan banyak jawaban, tapi ia tahu ke arah mana yang Neji maksud.
"Ya, aku merasa bersalah pada Toneri, akulah yang seharusnya disalahkan. Bukan dia, atau siapapun."
"Kau... tidak ingin memperbaikinya? Setidaknya pasti ada celah untuk menyelesaikan masalahmu dengannya."

Kedua mata hitam Sasuke membulat, dengan cepat ia menegakkan tubuh. Menatap intens pada Neji yang sama sekali mengabaikannya, apakah Toneri tahu masalahnya dan Toneri? Apapun itu, yang terpenting adalah apa maksud ucapan pria berambut coklat di sampingnya ini. "Maksudmu?"

Sambil menorehkan tulisan pada kertas kosong di buku miliknya, Neji berujar santai, "Jika tidak bisa lewat pada satu jalan, maka cobalah jalan yang lain. Setiap masalah pasti ada cara untuk menyelesaikannya, kalau kau lebih pintar maka kumpulkan semua penyebab masalahmu dan carilah jalan keluarnya dengan beberapa kemungkinan. Kau bisa mencobanya dulu karena kita tak akan tahu mana yang tepat sebelum mencoba. Right?" Mata lavender mengerling, menangkap perubahan ekspresi wajah Sasuke yang sedikit lebih cerah. Mata yang penuh tekad itu menjadi bukti bahwa Sasuke telah menemukan jawabannya.
"Ooh, God! Kau benar-benar tampan, Neji! Aku pergi dulu." Tubuh jangkung Sasuke menegak, kemudian beranjak ke depan kelas untuk meminta izin ke toilet sebelum menghilang dari balik pintu geser.
Neji tersenyum, diam diam mengagumi ucapan asalnya barusan. Dan tersentak ketika pukulan mendarat pada bahunya dari belakang.
"Neji, memang kau tahu masalahnya?"
"Tidak. Aku hanya asal bicara. Tapi kurasa aku tepat sasaran."

Plak!!

.
.
.
Semua karakter, milik Massashi Kishimoto. Kecuali kalo ada oc- nya..
Alur cerita Ugly Girl punya saya sendiri, tanpa plagiat punya orang lain, cuma dengan sedikit inspirasi dari mana- mana..
.
.

"Kau ingin aku mencarikan alamat Otsutsuki Toneri dari data siswa?" Bibir berwarna nyaris keunguan itu membuka suaranya. Matanya yang berwarna hitam menyorot pada wajah Sasuke.

Perpustakaan menjadi dua kali lebih menakutkan ketika penjaganya berganti dengan seorang pria tua berkeriput dan terkesan misterius. Apalagi ketika semua siswa lebih memilih mendapat pelajarannya di dalam kelas. Sasuke telah bertekad mendatangi tempat ini untuk mencaritahu tentang Toneri, meskipun harus berhadapan dengan pria tua berambut putih dan berkulit keriput di hadapannya ini.
"Ya. Bisakah anda melakukannya, pak?" Tanyanya sedikit ragu. Sasuke meneguk ludah, pria itu nyaris tak bergerak selama satu menit. Kemudian tiba-tiba saja beranjak menuju komputer perpustakaan, Sasuke hampir terlonjak dibuatnya.

"Kenapa kau mencarinya di sini? Aku yakin kau punya wali kelas untuk menanyakan hal sepele seperti itu."
"Aa.. kupikir saya lebih nyaman bertanya pada anda, pak." Balas Sasuke sambil memainkan beberapa bolpoin yang terpajang di tempat pensil.
Penjaga itu tak merespon, untuk beberapa saat yang mengisi keheningan adalah suara dari mouse komputer dan keyboard yang di ketuk.

Sasuke yakin, pria tua itu adalah orang yang tidak mempedulikan hal sekitarnya, atau masalah orang lain. Jadi apa yang ia lakukan tak akan banyak diprotes ataupun sampai pada telinga ayahnya. Rencananya adalah menemui Toneri, meminta maaf pada pria itu dan... Entahlah, mungkin melakukan apa yang pria itu inginkan. Yeah, apapun yang terjadi, rencananya memang berhenti pada kata maaf.

"Apartemen H, dekat pusat kota. 250 meter dari sini, di kamar nomor 28. Ada lagi yang ingin kau tahu?"
Sehelai kertas dengan tulisan rapi di atasnya tertangkap pandangan mata Sasuke. Penjaga perpus telah memberikan alamatnya, dan Sasuke menggeleng menanggapi ucapan pria itu. "Tidak, pak. Terimakasih banyak."
.
.
.

Sasuke belum pernah merasa sekecewa ini sebelumnya, saat mendapati Toneri sama sekali tidak tak ada di apartemennya. Seorang tetangganya mengatakan bahwa kemarin malam pria salju itu telah pindah dijemput pamannya. Kini perasaan sedih muncul kembali dari dalam hati Sasuke. Sekarang bagaimana ia bisa meminta maaf pada Toneri, atau bagaimana ia bisa memperbaiki kesalahannya. Ia tidak tahu dimana tempat Toneri pindah, ia bahkan tak tahu siapa pamannya, Toneri baru saja menjadi murid pindahan yang misterius beberapa pekan ini dan sekarang telah drop out.
Sasuke memandang langit di atasnya yang mulai gelap, perasaan berat menghampirinya ketika mengingat ia harus segera pulang. Saat ini ia sama sekali tidak ingin bertemu ayahnya yang sombong, ia ingin menyendiri. Perasaannya sangat berat dua hari ini, ia bahkan sedikit lupa untuk memikirkan perasaannya pada Naruto.
Ah, apa yang sedang gadis itu lakukan sore ini? Apakah ia baik baik saja? Apakah sakit hatinya telah menyakiti fisiknya?

Tiba-tiba perasaan khawatir menghantui dirinya, Naruto, seburuk itukah kehidupannya? Ia tidak menyangka jika kejadian buruk seperti itu menimpa sahabat kesayangannya. Ayah yang egois dan ibu yang lemah, Sasuke seharusnya lebih bersyukur mengingat ia hanya mengalami kesalah pahaman dengan ayahnya saat kecil.
Langkah kaki yang berat, Sasuke arahkan pada jalan pulang. Meski tak ingin bertemu, ia tak memiliki tujuan lain selain pulang ke rumah. Besok, jika Naruto telah kembali ke sekolah. Ia akan mencoba berbicara dengan gadis itu, tentang Toneri, tentang dirinya dan perasaannya. Apapun jawaban Naruto, dan apapun tindakan Naruto selanjutnya, ia hanya akan mendukungnya. Jika Naruto membencinya karena merasa di khianati maka ia siap tak akan dimaafkan, tapi jika ia boleh berharap, ia ingin Naruto memaafkannya.
.
.
.
.

Tbc

Maaf, sangat sedikit ya??
Saya takut kelamaan nggak update. Takutnya pada bosen nungguin..
Ini no edit, saya mesti nyari waktu di sela lembur saya buat ngetik ini cerita.. plus lagi, mamih saya tercinta udah marah marah aja kalo saya pegang hp.. beuh, gemes pisan saya.

Hemm, pokoknya makasih aja buat semuanya~ saya udah ngantuk, met istirahat aja. Moga ceritanya bikin kalian nambah penasaran sama hubungan ketiganya...
See ya!

Ttd
B Broke

Ugly GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang