10

201 16 0
                                    

Alfina memegang kembali tas ranselnya yang tersampir dikedua bahunya. Pandangannya menatap ke arah rumah - rumah yang sesuai dengan apa yang diucapkan Rio siang tadi.

"Rumah cat putih nomor 25. Nah itu dia." Alfina tersenyum melihat rumah yang berada dihadapannya kini.

Rumah itu sepi, hanya air mancur yang keluar dari kolam ikan yang membuat rumah itu tampak sedikit berpenghuni.

Alfina masuk melewati gerbang yang tidak terkunci. Diketuknya pintu itu oleh Alfina.

"Assalamualaikum," Alfina memberi salam.

"Walaikumsalam," Seseorang membalas salam Alfina.

Tak lama pintu yang berada dihadapan Alfina terbuka menampilkan sosok Alfin yang memakai kaos putih dan celana jeans selutut.

"Eh, Alfina?" Alfin tampak terkejut.

"Mm, hai. Gimana lo masih sakit?" Alfina bertanya.

"Udah mendingan sih, mau masuk?" Alfin membuka pintunya lebar.

Alfina menggeleng, "Duduk diluar aja deh."

Mereka berdua duduk dikursi rotan yang terhalang oleh meja kecil ditengahnya.

"Ehiya, sorry ya gue ngga bawa apa - apa. Soalnya tadi-"

"Iya ngga apa - apa. Gue malah makasih lo udah jenguk gue." Alfin tersenyum.

Alfina mengangguk.

Mereka berdua terdiam. Keduanya sama - sama bingung dengan topik pembicaraan yang akan dimulai.

Alfina tak sengaja melihat gelang tali yang dipakai Alfin.

"Itu.. Lo beli dimana?" Alfina bertanya ia merasa ingin mengeluarkan pertanyaan itu karena satu hal yang ia tahu. Gelang tali itu adalah gelang couple yang Alfina berikan pada Alfin dahulu.

"Mm, gue lupa. Memang kenapa?" Alfin balik bertanya.

"Hm, ngga hehe" Alfina tersenyum miris. "Rio benar memori Alfin sedikit menghilang dan memori yang hilang itu mungkin memori masa kecil aku dan Alfin." Batin Alfina sesak.

"Eh, gue udah janjian sama Lian. Gue pulang dulu ya. Lo cepet sembuh fin." Alfina tersenyum.

"Iya, mau gue anter Al?" Alfin memberi tawaran tumpangan.

Alfina menggeleng,"Ngga usah, ngerepotin lo juga. Lo kan lagi sakit."

"Udah mendingan-"

"Ngga usah fin, gue naik angkot aja. Bye!" Alfina melambaikan tangannya. Perempuan itu lalu keluar dari gerbang rumah Alfin.

Alfin tersenyum, "Hati - hati."

"Iya" Alfina melambaikan tangannya. Alfin menatap punggung Alfina yang mulai menjauh dari pandangannya.

Pikirannya melayang pada beberapa tahun silam. "Duh," Alfin kembali memegang keningnya yang tampak pusing.

"Kok gue kayak deja vu ya?" Alfin berdiri lalu kembali masuk kedalam rumahnya yang sunyi sepi.

-------
Lian kembali menelfon nomor yang sedari tadi tidak menjawab telfonnya. Kembali Lian menelfon untuk yang keberapa puluh kalinya namun tetap saja telfon tidak tersambung dengan nomor yang dihubunginya.

"Aaaal lo kemana sih!" Lian mulai khawatir dengan chairmatenya itu.

Lian mencoba lagi menelfon Alfina yang hanya satu detik sudah diangkatnya.

"Lo kemana sih!!" Ucap Lian yang marah karena Alfina tidak memberinya kabar.

Disana Alfina hanya tertawa akan sikap Lian, "Nanti gue ceritanya. Lo udah sampai mana?"

Childhood MemoriesWhere stories live. Discover now