20

202 12 0
                                    

"Mampus lo besokkan gue belajar bareng Lian? Terus si Rio gimana ya?" Alfina yang sedang membaringkan tubuhnya di tempat tidur tiba - tiba teringat dengan janji yang Alfina buat dengan Lian di mall tadi.

"Duh," Alfina memijit kepalanya yang berdenyut dengan lengan kirinya sedang lengan kanannya terus mengutak - atik layar handphone mencari kontak nama Rio.

"Tuuuut tuuuut tuuut. Nomor yang anda tuju sedang dialihkan silahkan coba beberapa saat lagi." Jawab operator telepon yang membuat Alfina kembali menelfon Rio.

Sama, nomor Rio tetap dialihkan. Alfina melempar handphonenya ke tempat tidur asal. Kembali ia membaringkan tubuhnya dan mencoba untuk terlelap karena pelipisnya yang berdenyut kesakitan.

--------------
Tingggg! Bel pulang berbunyi membuat seluruh siswa dan siswi SMA Dalena segera memasukan peralatan sekolahnya kedalam tas masing - masing.

"Jadikan belajar dirumah lo Al?" Lian disampingnya bertanya.

Alfina mengangguk, "Iya jadi kok. Tapi gue ada urusan dulu ya bentar lo tunggu di halte aja."

Lian mengangguk, perempuan itu meninggalkan Alfina dikelas sendirian.

Alfinapun keluar dari kelasnya dan mendapati Rio yang sedang berdiri bersender pada dinding kelas Alfina.

Alfina tersenyum kikuk, takut jika Rio akan marah pada apa yang akan diucapkannya kali ini.

"Yo," Alfina memanggil Rio. Rio yang tadinya melamun menatap Alfina disampingnya lalu tersenyum.

"Kita berangkat sekara-"

"Yo, sorry gue ngga bisa." Alfina memotong ucapan Rio.

Rio menaikkan alisnya, "Kenapa?"

"Gue lupa kalau gue udah punya janji sama Lian buat belajar dirumah gue. Sorry ya?" Alfina memohon.

Rio mengangguk, "Ohyaudah okey."

Alfina tersenyum lega, "Lo ngga marah kan?"

Rio menggeleng cepat, "Ngga kok gue ngga marah tenang aja kali."

"Kemarin gue telfon lo, tapi ngga diangkat."

Rio terkekeh, "Sorry, gue lagi di kamar mandi. Gue mau telfon lo balik pulsa gue habis hehe."

Alfina mengangguk, "Jadwal les memang kapan aja?"

"Selasa, rabu, sabtu sama minggu. Lo bisanya kapan?" Rio balik bertanya.

"Hmm, gue belajar setiap hari kecuali sabtu dan minggu. Mungkin gue bisa bantu lo cuma sabtu dan minggu aja. Ngga apa - apa?" Alfina balik bertanya lagi.

"Ngga apa - apa. Justru anak - anak ramenya tuh di hari itu Al. Jadi gue kebantu banget." Rio tersenyum.

Alfina menatap Rio tak percaya, "Yaudah gue sabtu dan minggu ya! Gue balik duluan Lian udah tunggu di halte. Bye!"

"Iya, bye!" Rio tersenyum pada kepergian Alfina.

Disisi lain jauh dari penglihatan keduanya. Alfin menatap pembicaraan mereka.

Wajah Alfina tersenyum, hal itu membuat Alfin kembali teringat memori berharga yang tak sengaja dilupakannya.

Rio. Kayaknya gue memang ngga seharusnya hadir lagi setelah gue pergi tinggalin Alfina ke Bandung.
Karena gue, Rio jadi kesulitan buat dekat sama Alfina.

Alfin tersenyum miris, "Mungkin ini memang satu - satunya cara untuk gue pergi, karena kebohongan yang udah kelewatan batas. Posisi gue juga sepertinya sudah tergantikan.. Oleh seseorang yang sangat tepat."

Alfin menatap dua orang yang masih bercengkrama itu dan segera menutup kepalanya dengan hoodie jaket dan berlalu pergi untuk pulang kerumahnya.

----------------
"Tadi lo ngobrol apaan sama Rio? Serius banget?" Lian yang sedang mengerjakan soal fisika tiba - tiba menghentikkan aktifitasnya karena pikirannya yang sedari tadi mengganjal.

Alfina menatap Lian, "Gue bantu Rio ngajar anak - anak sekolah dasar."

Lian membulatkan matanya tak percaya, "Serius lo?"

Alfina mengangguk, "Tapi ngga jadi karena gue udah punya janji buat belajar sama lo."

Lian mengangguk - anggukkan kepalanya. "Terus kapan lo ngajar?"

Alfina mengetuk pensilnya pada buku, "Jadwalnya sih selasa, rabu, sabtu dan minggu. Tapi gue ngajarnya sabtu dan minggu."

"Ohgitu, nanti kapan - kapan ajak gue kesana ya!" Lian memohon.

"Iya, tapi sekarang kita fokus belajar dulu okey? Biar UN kita bagus." Alfina kembali mencorat - coret kertas yang diisi dengan rumus - rumus fisika yang membuat kepala pusing.

-----------------

"Alfin aku mau cerita tentang sekolah aku." Alfina memberitahu Alfin untuk mendengarkan ceritanya.

"Cerita apa?" Alfin mulai menjadi pendengar yang baik.

Alfina berseru heboh, "Masa tadi di sekolah aku anak cowoknya jorok banget!"

Alfin tertawa, "Jorok? Jorok kenapa?"

"Mereka tuh habis main bola dilapangan siang - siang udah pasti tuh badan keringetan ya? Eh terus mereka malah buka baju dan bajunya itu mereka jemur di rumah penjaga sekolah Fin!" Alfina semakin histeris.

Alfin hanya tertawa karena yang diceritakan Alfina memang sesuatu yang lucu.

"Terus terus?" Alfin penasaran.

"Nah, terus waktu kita belajar dikelas anak laki - lakinya dimarahin Bu Rina karena ngga pakai bajunya waktu pembelajaran berlangsung. Terus mereka semua dijemur dilapangan dan yang kamu harus tau!"

Alfin membulatkan matanya tak sabar menunggu lanjutan cerita Alfina.

"Mereka semua kulitnya jadi hitam! Hahaha!" Alfina tertawa kencang.

Alfin yang mengetahui hal tersebut tertawa semakin menjadi. Hingga keduanya sakit perut karena terlalu lama tertawa.

"Hahaha, sumpah ya mereka jadi hitam banget! Kayak orang papua yang ngekost dideket rumah kamu ituloh!" Alfina memegangi perutnya menahan sakit.

Alfin tertawa, "Hahaha, satu kelas semuanya cowoknya kulitnya jadi hitam gitu Al?"

Alfina menggeleng, "Ngga sih, ada satu orang yang ngga main bola. Anaknya pendiem gitu duduknya dipojokan kalau istirahat juga kerjaannya belajar mulu. Aneh deh, ngga suka bergaul kali ya?"

Alfin menaikkan alisnya, "Mungkin bundanya nyuruh dia belajar yang rajin. Tapi, bagus juga sih. Siapa namanya?"

"Rio, dia ketua kelas dikelas aku." 

"Hm, ngga kenal." Alfin terkekeh.

Alfina memutar bola matanya, "Yaiyalah kamu ngga kenal kitakan beda sekolah Fin."

Alfin tersenyum miris mengingat kenangan itu.

Rio. Bahkan sepertinya kemanapun Alfina berada Rio sudah pasti ada didekatnya.

Bahkan yang tidak pernah Alfin pikirkan sejak saat ia bersekolah di SMA Dalena. Rio yang Alfina ceritakan saat dahulu adalah Rio yang kini menjadi temannya bahkan tetangganya. Rio yang sering menolong Alfin dan Rio yang menyukai Alfina.

"Bahkan gue ngga nyangka ternyata orang yang gue bilang bagus karena belajarnya rajin itu elo Rio." Alfin tersenyum semakin miris.

Senja yang berlalu pada pandangan Alfin semakin turun untuk bergantian dengan datangnya rembulan.

"Entah siapa yang akan Alfina pilih nantinya. Tapi yang sangat gue yakinkan. Dia pasti memilih elo dibandingkan gue. Alfina, perempuan itu sudah banyak menanggung sakit hati jika berada didekat gue. Dan sialnya, gue yang ngebuatnya sakit hati." Alfin tersenyum miris.

"Al, entah butuh berapa lama lagi buat gue mengungkapkan kebohongan ini. Maafin gue Al. Gue ngga seperti dahulu lagi. Alfin yang lo kenal sekarang. Udah berubah menjadi Alfin yang banyak berubah. Al, maafin gue."

Childhood MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang