Teka-teki

8.1K 1K 302
                                    

Gadis yang sedang dicari, rupanya tengah berdiri di samping perempuan yang 'katanya' berhasil Amar gebet beberapa minggu yang lalu. Ya, Alika dan Melisya terlihat asyik mengobrol berdua di ruang OSIS. Entah apa yang menjadi topik pembicaraan mereka berdua, karena setahu Amar, Melisya tidak pernah kenal Alika sebelumnya. Ditambah, sifat di antara dua gadis itu sungguh berlawanan. Tak hanya sifat, penampilan pun bisa dibilang jauh berbeda.

Amar berusaha mendengarkan pembicaraan itu dari luar. Sesekali matanya mengintip di balik pintu. Karena jarak Alika dan Melisya tidak terlalu jauh dari pintu. Tapi, akan dengan mudah memergoki Amar yang berusaha menguping.

"Oke, besok pulang sekolah, lo udah bisa mulai, kok. Untuk seragam cheers-nya, bisa langsung bayar besok," jelas Melisya yang suaranya semakin mendekat ke arah pintu.

"Iya, Kak. Makasih. Maaf udah ganggu waktu lo, Kak."

"Nggak, kok. Makasih udah percaya dan mau gabung ekskul cheerleaders ya," seulas senyum tipis dari Melisya ia lemparkan pada Alika yang masih canggung berbicara di hadapan kakak kelas primadona itu.

Tepat, kini mereka berdua sudah di ambang pintu ruang OSIS.

Alika membelalakkan kedua matanya ketika kehadiran Amar di depan pintu. Begitu juga Melisya yang tampak heran sehingga ia mengajukan pertanyaan lebih dulu dari Alika.

"Amar? Lo ngapain?"

"Nggak sengaja lewat sini. Tiba-tiba kalian berdua keluar dari ruang OSIS," Amar menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Demi apa Alika ikutan jadi anggota cheers? Sedangkan gue anak futsal. Bukan basket. Batin Amar.

Terlintas imajinasi Amar, membayangkan Alika yang memakai seragam anak cheers, tanpa kacamata, dengan rambut sebahu lucunya. Alika pun menyadarkan lelaki yang tengah kesadaran setengah berkhayal.

"Kak?" panggil Alika halus.

Amar malah cengengesan sendiri. Tersadar dari imajinasi konyolnya barusan. "Lik, gue mau ngomong sama lo."

Setelah mendengar ucapan itu, Melisya tahu diri, dan langsung menjauh, ia masuk lagi ke dalam ruang OSIS karena kebetulan ada Aksa juga disitu, sedang mengurus sesuatu bersama anak OSIS lain.

Amar menuntun Alika ke bangku koridor yang tak jauh dari situ.

Wajah Alika yang polos, semakin menambah keberanian Amar untuk meminta maaf secara terang-terangan. Meskipun Amar tahu, pasti hal ini nantinya akan sedikit menyilet segaris luka pada hati Alika. Terutama gadis kaku seperti Alika--yang tak biasa merasakan suka duka dari sebuah cinta masa sekolah.

"Lik, sebenernya.. dari kemarin itu-" sengaja Amar menggantung kata-katanya. Mendadak ia gugup. Seolah berat untuk jujur dan lari dari kenyataan.

Seseringnya lelaki ini gonta-ganti pacar, tetap perasaan tidak tega kadang timbul secara alami dari hatinya. Apalagi mempermainkan perasaan gadis yang masih polos dan awam dengan yang namanya cinta. Amar tidak tega. Dibanding temannya yang lain, Amar masih termasuk sedikit di dalam permainan hati itu. Yang lainnya, mungkin sudah ada puluhan cewek yang menjadi korban mainan hati mereka. Hanya Amar yang baru belasan. Itu pun sebagian ada yang terjadi karena Amar tidak ingin diejek payah oleh kawan-kawannya. Masa kasanova nggak bisa dapetin cewek?

Sekiranya begitu ucapan mereka.

"Sebenernya, dari kemarin itu.. gue taruhan."

Tak sengaja, Amar melihat keringat Alika mengalir seketika dari dahi. Bibirnya gemetaran. Begitu juga jarinya yang tidak henti melipat-lipat ujung kemeja seragam. Amar tahu. Alika tengah diterkam ribuan paku yang menimbulkan rasa sakit tapi nggak berdarah.

AdaptasiWhere stories live. Discover now