Kasmaran

7.3K 967 384
                                    

Play lagunya yaa😛

***

"Karena gue penasaran sama Alika," jawab Amar santai.

"Kalau udah nggak penasaran lagi?" wajah Pauna berubah menjadi konyol.

Amar berdecak. "Mana gue tahu."

Pauna terbahak lagi. Membuat Amar malas untuk berdiri di dekatnya lebih lama lagi.

"Kalau udah nggak penasaran, ya bikin Alika jatuh cinta dong!" pekik Pauna yang berhasil mengubah warna wajah Amar menjadi merah. "Alika belum pernah naksir cowok, lhoo. Kalau lo bisa bikin dia klepek-klepek, lo bakal jadi cinta pertamanya, Kak!"

Perkataan gadis gembul barusan, bikin Amar tertohok dan terpaku jadi beku. Tapi, sesulit inikah?

Amar menganggap bahwa jatuh cinta itu mudah. Mudah sekali. Tidak butuh perjuangan untuk bisa merasakannya atau mendapatkan seseorang yang ia sukai. Jika sudah tidak cinta, tinggal putuskan bersama untuk tidak berhubungan lagi. Dan kalau dirinya dan orang yang disukai bisa saling mencintai serta bertahan lama, langsung menikah saja. Pikir Amar begitu.

"Ngomong doang mah gampang," ucap Amar melirik ke arah lain. "Lagipula, Alika bukan tipe gue."

Pauna berpindah kemana pandangan Amar beralih.

"Masa, sih?" alis Pauna naik-turun. "Setahu gue, cinta itu datang dengan sendirinya. Kadang, yang bukan tipe kita aja, bisa bikin susah tidur tiap malem," Pauna tersenyum puas.

Mata Amar kembali menatap Pauna dengan tatapan heran.

"Lo nggak usah ceramahin gue. Ceramahin sebangku lo aja tuh. Biar bisa peka sedikit terhadap orang lain."

Tanpa pamit atau basa-basi, Amar berbalik, lalu meninggalkan Pauna sendiri. Dirinya tidak ingin terlalu lama membicarakan gadis kacamata itu. Amar takut rahasianya terbongkar secara otomatis dengan diwawancarai dan juga ditanya-tanya seperti tadi.

"Kak Amar! Jangan lupa mencintai Alika, yaaaa!" teriak Pauna dari kejauhan. Amar hanya menggeleng tanpa menoleh.

***

Terlalu banyak pikiran, Amar juga merasa bosan di rumah. Hanya ada Shania, sayangnya gadis mungil itu masih belum bisa diajak cerita. Hanya mengerti main dan bercanda sesuai dunianya.

Amar meraih ponselnya dari atas meja dan kini tubuhnya dibanting ke atas kasur. Mata Amar fokus pada layar ponsel. Namun beberapa detik kemudian, matanya mengerjap-ngerjap.

Ada notif pesan dari Alika.

Alika🐼: Kak
Alika🐼: Udah pulang?

Wih, tumben banget nih anak. Batin Amar dalam hati.

Terlalu senang dan terkejut, hingga Amar lupa dengan kejadian kena bentak asal tuduh Alika tadi di sekolah.

Amar: Udah

Belum terlalu lama, Alika langsung membaca balasan Amar.

Alika🐼: Kak, besok gue mau minta maaf.

Amar: Minta maaf aja pake rencana. Udah kayak arisan keluarga.
Amar: Wkwk

Alika🐼: Serius gue, Kak.

Amar: Gue juga serius.

Alika🐼: Yaudah

Amar: Gitu doang?
Amar: Nggak nanyain gue udah makan atau belum?
Amar: Atau nanyain, gue lagi ngapain?

Alika🐼: Apa sih

Nyatanya, Alika terkekeh sendiri di pojok kamar. Ujung jarinya ia gigit satu-persatu sambil memeluk guling kesayangannya.

Amar: Dasar gak peka-_-
Amar: Yaudah, gue aja yang nanya.
Amar: Alika, udah makan?

Alika tertawa geli sendiri, tanpa ja sadari pipinya memerah. Kalau seperti ini, jiwa culun dan perempuan Alika tampak kelihatan.

Alika: Udh.

Amar: Ohh udah
Amar: Lagi apa?

Alika: Lg nafas.

Amar: Gak tidur siang?

Alika: Gak

Amar: Singkat banget. Keyboard-nya kekurangan huruf ya?

Untuk ke sekian kalinya, Alika cekikikan lagi.

Alika: Hehe

Amar: Jangan lupa belajar ya
Amar: Gue gak usah belajar
Amar: Sekalinya buka buku, cuma dibuka. Gak gue baca. Gak gue pelajari.

Alika: Iya

Amar: Daah

Pesan berakhir di Amar. Alika hanya membaca tanpa membalas.

Sebuah cengiran lebar mewarnai wajah Amar yang manis. Gadis yang ia kenal akibat ketidak sengajaan, hanya karena taruhan dari Vano, kini berhasil Amar dekati. Amar berharap, makin hari Amar bisa menyipulkan kepribadian Alika yang sebenarnya.

***

"Kak, gue grogi, deh. Nanti aja ya? Pulang sekolah," kata Alika tinggal beberapa langkah lagi sampai di depan kelas Amar. Ditemani Ghani.

"Kelamaan. Tinggal beberapa langkah lagi, lo panggil Amar, terus minta maaf. Selesai," jelas Ghani tanpa ekspresi.

Alika ragu-ragu melangkah. Tangannya tak berhenti meremas ujung kemeja seragamnya. Andalan Alika ketika malu, ia akan menggigit bibir bagian bawah.

Dan tepat. Sekarang Alika berdiri di ambang pintu kelas XI-5 IPA. Kakinya gemetaran.

Amar yang sedang asyik merenung bersandar pada dinding sambil mendengarkan lagu menggunakan headset, saat melihat Alika berdiri di depan pintu, ia langsung melepas headset dari telinganya, bangkit dari bangku, lalu menghampiri dengan segera.

Ghani bersembunyi dan menunggu di balik tembok sana.

"Mau minta maaf, 'kan?" Amar memulai percakapan duluan.

Alika mengangguk.

"Lo kenapa jadi gugup gini?" Amar meringis. "Malu, ya? Gara-gara gue bercandain di chat?" senyum Amar masih belum hilang.

"Kak, maaf. Gue udah asal tuduh. Maaf banget," ucap Alika tanpa menatap Amar sedikit pun.

"Nggak pa-pa. Sans aja."

Belum sempat bicara lagi, bel masuk berbunyi. Beberapa murid kelas Amar yang masih di luar, dengan rusuh masuk ke kelas, sehingga Alika harus minggir sebentar.

Sebelum Alika beranjak, Amar sempat mengucapkan sesuatu.

"Alika, jajan bareng, yah."

Lagi-lagi, pipi Alika memerah akibat Amar.

***

Vote and Comment💕

AdaptasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang