Chapter One : The Bad Dogs

26.4K 2.6K 110
                                    

Maaf ya updatenya malam. Idenya suka muncul malam-malam soalnya hehe.

Enjoy

***

Mia

Fokus!

Kataku menyemangati diri. Lalu kepalaku menoleh ke belakang dan tangisku kembali pecah. Kata fokus itupun menghilang digantikan bayangan tentang pemakaman yang lebih terlihat jelas. Dicabik-cabik anjing setelah dengan susah payah bertahan hidup di dunia baru ini, rasanya terlalu menyedihkan dan hina sekali.

"Carlos Santiago!!" Seruku sekuat tenaga. Membuat suara bergema ke seluruh blok dengan bangunan berlantai tiga yang kosong dan kusam, namun tidak mendengarnya menjawab.

Satu-satunya yang terdengar hanya deruan napas yang memburu, cipratan air yang terinjak langkah seribu milikku, dan gonggongan anjing-anjing lapar yang muncul tiba-tiba waktu aku tengah memasukkan barang jarahan ke dalam tas. Mengejarku seolah aku ini makanan terakhir mereka.

Aku berbelok-belok mencoba menghilangkan jejak. Mengitari mobil-mobil rusak yang terparkir sembarangan di sepanjang jalan. Namun bukannya kehilangan aku, mereka justru memanjat ke atas mobil dan berlari diatasnya. Membuat mereka semakin cepat, dan bisa menerkam ku kapan saja.

Ya Tuhan kami...

Sebilah pisau tetap kugenggam erat walaupun belum menemukan saat yang tepat untuk menggunakannya. Terlalu sibuk kabur dan menangis. Memanggil Carlos yang menghilang entah kemana setelah kami berpisah. Beberapa meter kemudian kakiku mulai kelelahan. Langkahku melambat, dan sangat mudah bagiku untuk tersandung. Aku terjatuh ke tanah. Tubuhku berbalik mengangkat pisau tinggi-tinggi begitu seekor anjing yang berlari di atas mobil kap sedan mulai melompat untuk menerjangku.

Kukunya menancap lengan baju Alex yang kugunakan dan membuatnya berlubang. Moncongnya ingin menggigit leherku, namun ku tahan dengan tenaga yang tersisa, sambil mencoba menghiraukan liur yang menetes menjijikkan ke wajahku.

Anjing yang satunya juga sampai dan ikut menggigit sepatu yang kugunakan. Keduanya menggerak-gerakan kepala mereka dengan liar untuk menghabisiku.

Adrenalin dan keinginan untuk bertahan hidup, membuat manusia menjadi lebih kuat. Mungkin itulah yang terjadi padaku saat entah dari mana mendapatkan keberanian untuk mengepalkan tangan dan mulai meninju kepala anjing di atasku, lalu menebaskan pisauku dengan asal, yang ternyata berhasil melukai sedikit badannya. Dan menendangkan kakiku ke segala arah untuk melepaskan gigitan anjing yang satunya.

Sekarang gonggongan mereka bercampur dengan dengkingan kesakitan.

Salah satu yang terluka pisau kembali mencoba menyerang, namun kali ini aku sudah tahu apa yang ingin ku lukai, dan ku tusukkan senjata ditanganku itu ke lehernya sebelum melemparkan dia menjauh dariku.

Anjing yang satunya ingin menerjang. Aku sudah bersiap-siap memegang pisau dengan mantap, tetapi dia tidak pernah sampai padaku karena seseorang entah darimana menembakkan selongsong peluru ke kepalanya. Hewan itu langsung berhenti dan roboh seperti temannya.

Adrenalin yang memompa kencang itu masih ada, karena perasaan aman belum kunjung datang bahkan ketika kedua ekor anjing tadi sudah mati. Mataku mulai bergerak liar mencari-cari orang yang menembak tadi. Pandanganku kemudian berhenti ke arah atap sebuah bangunan tua, seseorang dengan duffle bag yang tersampir di salah satu pundaknya berdiri membelakangi cahaya matahari membuatku tidak mampu melihat wajahnya, tapi aku tahu dia tidak akan melukaiku.

"Untunglah aku tidak terlambat." Dia bicara dengan keras dari atas sana. Suara tawanya membuatku menghela napas yang sedari tadi kutahan.

"Aku tidak kuat lagi. Biarkan aku berbaring sebentar." Mataku tertutup dan terkulai di atas aspal. Menenangkan debaran jantung sambil menikmati tiupan angin yang membawa udara lembab ke wajahku.

Behind The Rush (Behind The Wall Trilogy #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang