Chapter Twenty Six : The Bitter Sweet

6.9K 912 134
                                    

Catatan:
- Tulisan yang ditulis dengan bold di chapter ini merupakan kalimat yang didengar Mia dengan cara membaca gerak bibir lawannya. Ada kalanya dia justru tidak mendengar sama sekali.

- Tulisan yang ditulis italic merupakan inner thought

Sekian, and Enjoy xx

***

Mia

Tuk

Refleks tanganku terangkat mengusap kepala yang dilemparkan pena oleh Jimmy. Dia menatapku marah.

"Oh, dia hidup ternyata." Jimmy berpura-pura terkejut.

Aku masih mengusap kepalaku, sedikit cemberut. Bukan hanya karena sakit, tapi juga malu harus dimarahi di depan Jhonny dan Carlos yang sekarang ikut menoleh ke arahku.

"Aku mendengarkan." bohongku, mengubah posisi duduk agar dapat memperhatikan lebih leluasa peta yang dibentang di atas meja di hadapan kami. Peta yang ditemukan di saku Alex saat dia berhasil dibawa kembali.

Alex...

"Sebelum kita menjelaskan rencana ini ke orang lain, aku ingin kalian lebih dulu paham," kata Jimmy, lalu dia mulai menunjuk ke arah titik-titik yang setelah diselidiki oleh Carlos merupakan pintu air yang mengarah langsung ke dalam dinding.

"Kita butuh sesuatu yang bisa mengarahkannya setelah dia sampai di dalam dinding. Sesuatu yang membuatnya terlihat normal dan bukannya seperti orang kebingungan yang tidak tahu kemana dia harus pergi. Itu hanya akan mengundang kecurigaan." Jimmy menjelaskan panjang lebar.

Aku mengangkat tangan, Jimmy menoleh ke arahku. Sementara Carlos terlihat menahan senyum. Mungkin karena posturku yang kaku, atau karena aku tidak terpikir cara lain untuk menarik perhatian Jimmy, selain mengangkat tangan seperti murid dalam kelas.

"Kenapa Alex tidak ada di sini? Bukankah dia juga salah satu pilar di kelompok ini?"

"Kau tidak punya pertanyaan yang lebih penting lagi? Apa hanya aku yang memikirkan bagaimana rencana ini punya celah sesedikit mungkin? " Jimmy justru bertanya kembali, suaranya sangat sengit. Aku tidak mengerti tapi belakangan dia marah terus denganku.

"Menurutmu itu tidak penting?" tanyaku pelan. Walaupun begitu, aku bersumpah dapat melihat asap keluar dari kepala Jimmy sekarang.

"Kau--"

Tatapanku beralih ke arah Jhonny yang tiba-tiba menjawab.

"Jangan buang energimu untuk emosi yang tidak perlu, Jimmy." Sela Jhonny, membungkam lelaki Asia yang tadinya mulai mencari sesuatu, mungkin sepatu untuk dilempar ke arahku.

"Alex tengah protes sekarang. Dia tidak mau terlibat dalam rencana ini."

Aku terdiam mendengarnya. Annona kemudian bangkit dan berjalan ke arah pintu.

"Jika rencananya sudah benar-benar matang panggil aku. Jangan buat aku menumpuk pekerjaan untuk sesuatu seperti ini," ujarnya ketus seperti biasa.

Posisi dudukku semakin merosot turun. Menyesal karena tidak fokus, dan akhirnya membuat banyak orang menyisihkan waktunya dengan sia-sia.

"Dia mengambil waktu jaga di perbatasan sejak dua hari lalu. Aku sudah mengajaknya kemari tadi, tapi dia tidak mau." Carlos mengusap pundakku, dan memberiku senyum prihatin. Kepalaku menunduk.

"Aku ingin bicara padanya," bisikku tidak cukup pelan.

Jimmy yang sudah lebih tenang, kini bersandar di kursi kain. Tampak jauh lebih nyaman daripada kursi kayu yang mengelilingi meja makan tempat kami duduk. "Kau hanya akan membuang waktu, dia tidak akan mendengarkanmu."

Behind The Rush (Behind The Wall Trilogy #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang