#206

532 77 12
                                    

21 Juli, 16:59.

Ibuku dan ibumu semakin dekat, seperti dulu. Jadi ibu mengundang ibumu untuk minum teh di rumah. Dan tebak siapa yang juga muncul?

Kau.

Entah bagaimana caranya, aku melihat ada perubahan di antara kita. Beberapa hari yang lalu, kau bicara padaku, dengan benar. Kita tertawa dan aku merasakan semacam deja vu. Tapi hari ini kau datang, dan kau berbeda. Kau seperti saat kita mulai menjauhi satu sama lain. Kau cuma mengucapkan hai dan duduk di bagian belakang rumah yang kosong. Aku lelah dengan semua ini. Aku sungguh lelah. Sikap yang bergerak maju dan mundur. Satu hari kau bicara padaku, dan berikutnya, kau benar-benar mengabaikanku. Aku hanya duduk di kamarku dan berbaring. Kita berada begitu dekat, tapi juga jauh. Aku mendengar ketukan di pintuku, lalu membukanya.

Betapa terkejutnya aku ketika aku melihatmu berdiri di sana. Sebuah senyuman yang imut bertengger di bibirmu ketika kau memasuki ruangan. Kau melihat ke sekeliling dan sesuatu tersadarkan dalam diriku... Ini momen yang sama, seperti saat-saat yang telah lalu, aku ada pada posisi yang sama, pada situasi yang sama. Seolah aku hendak tahu apa yang akan terjadi; atau apa yang akan dikatakannya.

"Kau menyingkirkan semua foto kita," katamu, masih memandangi dinding yang kosong di ruanganku.

"Apa?" tanyaku.

"Kau menyingkirkan foto-foto saat kita bersama," bisikmu, sekarang seolah kau mengatakannya untuk dirimu sendiri.

"Kau menyingkirkan persahabatan kita," aku berbisik pula, jauh lebih lirih.

"Apa?" tanyamu. Aku tersentak dari lamunanku dan menggeleng, seolah itu hal yang mudah dilakukan.

"Iya, yah, kita tidak pernah foto lagi," kataku, memainkan tanganku dengan gugup.

"Karena kau tidak mau," Kau tersenyum... !

"Apa kau mendengar apa yang kau katakan?" Aku tak dapat menahan diriku sendiri.

"Apa?" ujarmu.

"Kau bersama dengan Laurel!" seruku, "Lupa kalau dia tidak mengizinkanmu berfoto dengan orang yang bukan dirinya?" Suaraku penuh dengan kesinisan.

"Bagaimana jika aku memberitahumu bahwa aku mencintainya?" Kau bertanya.

Aku menutup pintu di belakangmu.

"Kau tidak mencintainya, Ty." Kata-kataku terdengar seperti desisan, tapi aku sudah mengatakannya. "Tyler, maksudku." Aku membenarkan.

"Kau ingat," bisimu.

"Tidak, itu kelepasan." Aku memandang ke bawah.

"Kau kira aku melupakan semuanya, Stephanie? Aku ingat setiap hal tentang dirimu. Aku ingat setiap hal tentang kita." Kau berseru padaku.

Napasku tersendat. Aku menggigit bibirku untuk menahan air mataku agar tidak tumpah.

"Kau tidak ingat apa pun," aku bilang.

"Kau berpikir aku tidak ingat kalau kau akan selalu suka Big Macmu tanpa saus dan acar?" tanyanya, menghindari mataku. "Kau pikir aku tidak ingat bahwa kau akan selalu mengirimiku pesan 'selamat tidur, mimpi indah, jangan biarkan kutu kasur mengigitmu' setiap kali kau akan tidur? Kau benar-benar berpikir aku tidak ingat kalau kau hanya suka Skinny Peppermint Hot Chocolate tanpa buih di atasnya dan cuma kalau suhunya tepat 77 derajat selsius?"

Mataku terbelalak. Wajahku kehilangan kontrol atas emosiku.

"Aku tidak pernah lupa semua itu, S. Dan aku tidak akn pernah melupakannya." Kau berkata, menunduk, lalu berlalu dari ruangan ini, meninggalkanku sendirian dengan benakku yang berseru-seru.



___

I don't know why I feel so emotional writing the last two chapters... I f. cried. Darn.

Ini kayaknya bagian favorit aku;

How about you?


Things I Could Never Tell You [Translation in Bahasa Indonesia]Where stories live. Discover now