XIII | S w e e t - t a l k

42.1K 6.5K 526
                                    

Jangan kesenangan dulu fisik dan otakmu sama cantiknya, karena calon ibu mertua tetap punya selera langka.

Aku percaya kalimat itu begitu mendengar kisah rumah tangga Sarah yang dramatis abis! Kalau dilihat dari fisik sih Sarah udah mendekati Jablay Jakarta beneran lah. Cantik, badannya bagus dan mukanya kalau buat orang baru kenal, pasti judes-menggoda-iman gimana gitu. Kemudian soal otak, jangan diragukan, Sist. Dia dulu ambil sosial dan politik, itu kenapa kalau cuma ngomongin program pemerintah dan mengkritisinya, dia sambil nenenin Baby Alya juga sanggup.

Namun, bukti berkata lain. Dinikahi sama politisi nggak buat hidup Sarah yang sempurna secara fisik dan otak juga ikut serta. Karena dia punya ibu mertua yang adaaaaa aja ulahnya! Sarah bilang, ibu mertuanya itu ngakuin kesempurnaan fisik dan otak Sarah, cuma katanya tetap aja Sarah lemah di beberapa bidang; menyenangkan mertua dan malas beres-beres rumah. Sarah memang bisa masak, cuma urusan bersih-bersih dia agak malas. Bukan gayanya, katanya.

Sama kayak mamanya Ongka yang punya kelakuan aneh bin ajaib. Di saat yang yang lain menguji pacar anaknya dengan berbagai kegiatan rumah, mamanya Ongka minta aku nebak nama-nama artis drama Korea. Barengan sama Tania.

Ya ampuuuun, sekitaran tiga jam aku di rumah itu, otakku berasa berkurang 3/8. Untungnya masih ada sisa sedikit yang bisa buat mikir sekarang di dalam supermarket bareng Ongka. Ya gitu, Bok, si Ongka beneran ngajakin aku belanja dan dia udah bawa-bawa keranjang. Harusnya kan aku yang semangat bukan malah dia yang dari tadi sibuk nanya sayuran kesukaanku apa.

Dan, alhasil dia yang menentukan karena aku kebanyakan mikir katanya. Ada bayam, brokoli dan bunga kol. Oh satu, lagi; wortel. Sekarang, ia lagi lihat-lihat buah sambil sesekali noleh ke aku yang cuma berdiri di sampingnya kayak satpam di mesin pembelian tiket di kereta.

"Nanti, buahnya dimakan ya, Bhoo. Jangan cuma buat hiasan kulkas." Ongka mengambil anggur, melon dan pisang. "Kalau malam terus laper, makan buah aja, jangan makan aneh-aneh."

"Pisang banget apa, Ka?"

Aku jadi ingat filosofi konyolnya waktu itu. Dan, gara-gara itu pula, aku sering senyum-senyum jablay setiap lihat gantungan si single di Indomaret atau Alfamart. Dasar si keriting-manis!

"Tahu nggak, Bhoo, asal muasal aku suka pisang?"

Ya ampun, kalau ngomong udah kayak zaman film kolosal aja nih laki. Jangan-jangan, ikutan casting iklan es krim itu lagi, tapi gagal. Kasihan, ih.

"Enggak tahu, Ka."

Dia malah ketawa, menyentil jidatku. Bikin aku melotot dan justru dia makin kesenangan. Sialan! "Dulu, aku paling susah minum obat, Bhoo. Setiap pil yang masuk mulut selalu nyangkut, kalau digerus aku pasti muntah karena pahitnya amit-amit jabang bayi. Dan, sialnya, aku tuh sering sakit, Bhoo. Makan jajan di luar dikit ... eh ini bukan karena aku manja ya, Bhoo!"

Dia kok lucu, sih? Ah, nggak ngerti lagi. Mukanya merah gitu kayak cowok-cowok dulu mau kasih surat cinta. Ya ampuuuun, manis!

"Nah, karena aku sering sakit dan perlu banget minum obat," Ongka memasukkan buah naga dan menjadi buah terakhir. Kami jalan menuju kasir. "Jadi disaranin sama Tante buat pakai pisang. Dulu, Opa sama Oma juga gitu katanya. Dan, kamu tahu nggak, Bhoo?"

Aku menggeleng sambil ketawa kecil. Nahan geli karena lihat antusiasnya yang sumpah lucu abis!

"Obatnya ketelen!" Tawanya muncul, renyah banget jadi pengin ngunyah. "Jadi, sejak itu, pisang harus selalu ada di sekitaran karena aku sewaktu-waktu sakit dan perlu minum obat dadakan. Dan, karena kebiasaan, jadinya suka deh. Lama-lama jadi tahu, kalau pisang juga banyak manfaatnya."

SWEET - TALK ✔️Where stories live. Discover now