XVI | S w e e t - t a l k

53.5K 6.5K 1K
                                    

Kalau ada yang bilang punya pacar posesif itu nyebelin, aku bakal tepuk pundaknya, kasih senyum manis sambil berbisik di kupingnya, "Hey, punya temen posesif itu lebih bikin ubun-ubun panas tau."

Mungkin masih ada yang nggak percaya. Sini, aku jelasin supaya lebih clear. Ikatan emosional itu lebih berbahay adari sekadar status. Orang saling sayang dan peduli nggak butuh pengakuan di atas materai tapi dia rela berkorban. Dan, menurutku bukan cuma antar lawan jenis aja yang bisa begitu, tapi dalam pertemanan juga.

Coba deh lihat, di depanku ini. Ada Emak yang lagi gendong Baby Alya, bibirnya monyong aja dari tadi. Aku ajak ngomong, dia cuma diam. Alasannya tuh nggak banget; aku yang baru cerita ke dia sekarang tentang Ongka.

See, Jablay ini udah merasa ngikat aku secara emosional.

"Lay, nggak semua tentang gue, lo harus tau, kan?" Aku berusaha ngomong selembut mungkin. Dia ini sangar, tapi kadang bikin pengin bekuin. "Yang penting kan sekarang gue udah cerita."

"Karena lo ngerasa mentok dulu nggak kuat nampung, baru nyari ember buat muntahan."

"Ih, analogi lo jijik banget sih!"

Dia diam.

Duh, kalau udah begini yang bisa bujuk cuma Aji ini mah. Dan, laki cepak itu pasti sekarang lagi sibuk sama komisinya.

"Soalnya, gue mikir gini lho, Sar. Gimana pun kan lo udah kawin, punya baby yang harus diurus, punya laki yang minta dipeluk, jadi kalau gue rasa ini nggak penting-penting amat, ya biar gue aja yang tau."

Seketika, matanya membulat. Sambil goyang-goyangin baby Alya, Sarah membuka mulut, "Oh, jadi Ongka nggak penting? Perang lidah yang dimenangkan lo kemarin itu nggak penting? Pengakuan Ongka tentang kesiapan dia itu cuma lo anggap kentut tanpa pemilik?" Salah ngomong lagi, tolooooooong!

"Bukan gitu, Sar. Gue---"

"Bhoo. Gue nggak pernah masalah lo nggak cerita sama gue. Karena kita ini temen, bukan antara raga dan jiwa. Ada satu ruang, baik lo atau pun gue yang berusaha jaga. Tapi, Bhoo," Sumpah ya, Boook, Sarah kalau lagi serius bikin lawan bicaranya jiper duluan. "Kalau lo udah nemuin satu yang pas, gue nggak perlu lagi tiap malam doain lo supaya cepat dapat yang terbaik. Kalau emang Ongka datang dengan semua kesempurnaannya, gue sebagai temen lo nggak perlu lagi ngerasa bingung dan kasihan lihat temen gue yang selalu kesepian."

Ya ampuuuuun, Sarah Milea kok kadang ngeselin sih! Manis banget!

"Iya. Gue salah."

"Bukan masalah lo salah!"

Tuh kan. Gini aja terus sampai nanti pak politikus itu pulang.

"Jadi, lo sama Ongka apa?"

"Eh?"

"Lo sama Ongka apaan sekarang?"

Cinta itu nggak bisa didapat instan, Ga. Dia datang seiring waktu berjalan. Seiring kebersamaan.

Aku semakin rapat memejamkan mata. Ekspresi Bos Dimas waktu ngucapin kalimat itu, kembali terputar. Gimana seriusnya dia yang biasanya selalu ngeselin.

Bhoo, yang jelas, bersamamu, aku siap jatuh cinta. Bersamamu, aku siap buktiin, kalau cinta yang dibuat dengan penuh usaha, bakalan jauh lebih bermakna.

Ongka yang begitu gigih, lembut dan memperlakukanku sebaik mungkin. Ya ampun, aku kebingungan. Selalu begini setiap dikasih pertanyaan retoris. Apa yang kurasain dan kumau, aku sendiri bahkan nggak tahu, Sar.

"Jangan mainin anak orang, Bhoo. Cowok kalau udah jatuh cinta, lo pikir nggak bisa sebego cewek?" Hari ini, mungkin aku bakalan cuma diam, dengerin petuah Sarah dan mengaku kalah. "Banyak yang rela ninggalin dunianya. Lihat Junior Liem, lihat Rio Dewanto yang berani milih Atiqah yang umurnya lebih tua, lihat Gabriel Conte yang rela nikah muda padahal hidup di negara sebebas itu."

SWEET - TALK ✔️Where stories live. Discover now