Kabar Dan Kedatangan

27 4 1
                                    

Dulu semasa SMA, aku berharap agar cepat merasakan indahnya suasana perkuliahan. Aku jenuh dengan banyaknya kesibukan sekolah sehingga mendorong pemikiran konyol ini timbul. Kewajiban yang harus dilakukan seperti bangun pagi bersamaan dengan berkokoknya ayam, kemudian dilanjutkan berangkat tepat waktu 15 menit sebelum pelajaran dimulai adalah alasan yang membuatku berharap ingin cepat menyelesaikannya. Belum lagi demam yang selalu saja menjadi momok menakutkan ketika dihadapkan pada ujian sekolah, seolah melengkapi penderitaan yang kurasakan. Keinginan untuk segera merasakan kuliah ibarat seekor pungguk yang mengidamkan betapa indahnya rembulan dimalam hari.

Ketika sudah merasakan kuliah seperti sekarang, kesadaran akan tanggung jawab yang lebih besar baru bisa dirasakan. Tak jauh berbeda seperti yang kita alami sebelumnya. Segala sesuatu yang dilakukan dengan dalih kebebasan bisa dilaksanakan asal memahami konsekuensinya. Saat kita menjalani aktifitas perkuliahan memang tak seindah ketika menyaksikan aktor tv berperan dalam film yang ia mainkan. Kebebasan mungkin tercermin pada pakaian yang tidak seragam saat dikenakan, juga jam pelajaran yang tidak sepadat anak-anak sekolah pada jenjang sebelumnya. Kesan berbeda dari mahasiswa hanyalah kata maha yang mengikuti kata siswa setelahnya, mengartikan bahwa derajat yang disandang lebih tinggi tingkatannya. Mahasiswa diharuskan lebih sadar diri agar peka terhadap permasalahan sekitar yang diterjadi. Selanjutnya ikut serta mencari solusi dan menemukan cara pemecahan masalah tersebut. Diluar daripada itu, semua serasa sama. Ketika kamu dihadapkan pada tingkat pemahaman hidup yang lebih tinggi maka tanggung jawab yang kamu miliki akan lebih berat.

Ketika berada diposisi yang sekarang, aku menjadi sadar tentang perlunya tata tertib diterapkan dilingkungan sekolah, khususnya didalam kelas. Pemahaman yang kita dapat dijenjang sebelumnya, seharusnya menjadi pembelajaran bagi kita tentang bagaimana harus bersikap dikemudian hari. Hal itu yang mungkin tidak berhasil untuk kupahami. Terbukti dengan berlangsungnya perkuliahan pagi ini. Keadaaan dikelas sangat gaduh. Mereka yang berada didepan, tidak memperdulikan dosen yang sedang mengajar. Diantara teman-teman, banyak dari mereka lebih asyik menggunjing dan ngobrol dengan teman sebelahnya selagi pak Romli menjelaskan Pengantar Ilmu Komunikasi. Sedangkan teman-teman yang lain, bermain gadget sambil menggembalakan jiwa mereka kedunia lain. Mereka lantas meninggalkan jasadnya diruang kelas, namun arwahnya berfantasi didunia yang tidak nyata keberadaannya. Aku yang duduk dibangku paling belakang berusaha mati-matian memahami apa yang pak Romli sampaiakan. Tanpa memperdulikan Anton yang tertidur dibangku sebelah. Dia lebih parah dari teman yang lain. Entah apa motivasinya untuk kuliah. Dia adalah tipikal mahasiswa tukang tidur. Sangat berbeda jika membandingkan aksinya yang berkoar-koar ketika terjun dilapangan untuk berorasi. Dia selalu berada dibarisan paling depan menyuarakan aspirasinya seolah ia paham tentang segala hal yang ia sampaikan ketika demo.

Lama-lama aku bimbang terhadap diriku sendiri. Kini aku tak lagi menyalahkan apa yang teman-teman lakukan didalam kelas. Meskipun mati-matian aku berusaha mengikuti perkuliahan ini dengan baik, nampaknya semua materi yang disampaikan pak Romli sangat membingungkan dan aku tidak dapat memahaminya. Bagaimana kami dapat mengerti dengan apa yang beliau sampaikan. Cara penyampaian materinya hanya menskrol materi kuliah dalam dokumen word namun tidak menjelaskna secara rinci apa yang seharusnya kita pahami dalam mata kuliah ini. Bisa dikatakan ini adalah kelas mendongeng. Meski terkadang beliau juga menyelipkan sedikit guyonan yang menurutku lebih baik tidak disampaikan. Karena tidak lucu sama sekali. Dan apa yang kujelaskan diatas pada akhirnya hanyalah barisan tulisan konyol dari cerita perkuliahanku. Ternyata aku juga tidak lebih baik daripada teman-temanku dikelas. Ini semua akibat tidak pahamnya kami terhadap tanggung jawab yang sesungguhnya harus dimilkiki. Tentang etika, tenggang sopan santun, sikap menghargai dan hal penting lainnnya.
Akhirnya selama perkulaihan aku mulai dilanda kejenuhan. Mataku mulai menerawang kearah jendela kelas dan kuamati pepohonan yang sayup-sayup melambai karena terhempas angin. Awan-awan beriringan bergerak kearah barat disaksikan terik yang masih menyengat. Dan ruangan AC membuatku bahagia sebab tidak merasakan panasnya siang ini. Tiba-tiba aku teringat tentang Danar. Tentang apa yang dilakukan disana. Disana yang merupakan dimana aku tidak mengetahuinya secara pasti. Apa mungkin ia melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan ketika perkuliahan berlangsung siang ini? Apakah dia juga menikmati nano-nanonya?. Jam pelajaran berakhir. Ucapan salam pak Romli menutup lamunanku akan Danar. Semua mahasiswa meninggalkan kelas hanya tersisa aku dan seseorang yang kalian pasti tau siapa dia. Yapp! Anton sang aktifis kampus masih pulas mengarungi mimpi. Aku segera membangunkannya. Ketika bangun dia kaget dan bergerak reflek, cepat sekali membawa tasnya keluar ruangan berlalu begitu saja meninggalkanku. Aku berdiri menumpukan tangan dialas meja tempat Anton duduk. Sepertinya telapak tanganku merasakan sesuatu yang aneh. Semacam berlendir dan licin. Setelah kuangkat, ternyata liur Anton usai terbangun dari tidurnya menjadi jebakan untukku. Sungguh sial. Aku bergegas kekamar mandi untuk membersihkan tangan dari kutukan yang Anton berikan.

Metamorfosis Tak SempurnaWhere stories live. Discover now