Manusia Kupu-Kupu "Awal Pijakan"

85 3 1
                                    

Aku bagaikan seekor ulat. Terlahir nista dan menjijikkan dengan jiwa yang telah terkutut. Mempertanyakan keadilan tuhan tentang kebijaksanaan yang seharusnya ia berikan kepada setiap hambanya. Hidup yang keji, hingga aku tak kuasa menanggungnya. Apa daya jiwa yang lemah. Bersama diri yang pasrah, aku berjalan dalam goa yang begitu gelap, tanpa lilin sebagai cahaya, tanpa matahari yang seharusnya memberi bimbingan menuju titik penerangan. Bagaimana lagi aku harus meraba, berjalan tanpa kaki, melata menapaki arah yang kucari sendiri. Hanya berharap akan secercah keyakinan bahwa tak selamanya sepi membuatku resah. Aku bersahabat dengan suara yang menggema. Memberiku tuntunan agar bangkit dari keterpurukan. Begitu ingin lepasnya aku dari kesendirian, hingga gema memberiku harapan untuk terus merangkak. Melawan ketakutan, mencari bahagia dengan caraku sebagai makhluk yang merinduan kasih sayang dalam kehidupan dunia ini.

Panti asuhan merupakan tempat penyelamat bagi kaum seperti kami. Membaur bersama mereka dengan latar belakang yang sama. Aku tak seberuntung anak ayam, mereka lahir mengenal induknya, kemudian dibesarkan dengan segala bentuk curahan kasih dan sayang. Kerinduan adalah teman, suatu istilah sakral yang muncul bersama harapan tak berujung. Aku seperti makhluk yang tiba-tiba ada didalam dunia ini. Tak mengenal siapa orang dibalik lahirnya aku. Lama mencari tau, hingga mereka berkata bahwa aku tercipta dari dzat yang maha agung atas segala kuasanya. Sungguh jawaban yang sulit untuk kuterima. Harus kuyakini semua manusia memang berasal darinya. Disisi lain, jiwa yang tak berdaya mempertanyakan atas semua hal yang pernah kulihat. Tuhan membuat kami ada, kemudian meletakkan bentuk kasih sayangnya melalui dua orang malaikatnya. Takdir inilah yang tidak aku miliki.

Sejak kecil aku hidup dipanti asuhan. Membentukku menjadi manusia sabar dan rela menerima apa yang telah tuhan gariskan. Aku belajar menyingkap tabir tentang lika-liku dunia ini. Malam dengan ketenangan, adalah waktu yang tepat untuk mencurahkan keluh kesah kepadanya. Aku meratap dalam munajat, berpanjat hanya untuk dua kata yang selalu kurindu yakni kasih dan sayang. Tuhan..! jika benar engkau ciptakan aku lantaran suatu alasan, maka tunjukanlah kasih sayangmu itu. Ajarkan aku supaya mengerti tentang kasih. Limpahkanlah aku dengan sayang yang selalu kudambakan. Hingga aku benar-benar bisa merasakan syukur yang teramat sungguh kepadamu.

Sekian lama berlalu, tuhan bermurah hati kepadaku. Orang baik datang, menjawab doa yang tak lelah kupanjatkan. Dua pasang mata yang membebaskanku dari penderitaan mendalam yang kurasakan sejak lahir. Mereka menyelamatkanku, memberikan haluan baru dalam hidup yang begitu berat untuk dijalani. Lelaki dan perempuan yang mendambakan seorang anak, dan mereka menginginkanku. Bunda Khadijah menjelaskan bahwa aku akan hidup bersama mereka serta seorang saudara. Tuhan menghadiahkan keberuntungan yang beruntun. Orang tua dan tentu saja seorang saudara. Nasihat bunda Khadijah kudengarkan dengan sungguh-sungguh. Tentang bagaimana aku harus bersikap baik kepada orangtua yang telah bermurah hati mau mencurahkan apa yang aku butuhkan melalui kasih sayangnya. Saat itu juga aku telah berjanji kepada tuhan bahwa aku bersedia melakukan apa saja untuk mereka. Terutama kepada saudara yang telah bersudi hati membagi cinta dan kasih dari orangtuanya untuk seorang anak sepertiku. Aku berjanji akan membalasnya dengan segenap hidup yang telah kumiliki.

Sebuah perjalanan baru kini kulalui. Didalam ikatan keluarga aku dilimpahkan dengan segala hal yang tidak pernah kudapatkan sebelumnya. Tentang kebersamaan, tentang apa saja yang membuatku tau arti sejati dari kehidupan. Kasih sayang yang kudambakan telah aku dapatkan. Dari orang tua dan seorang saudara. Seorang bocah yang seumuran denganku, ia baik, pendiam dan cenderung memendam kejujurannya. Ia lebih suka untuk tidak menunjukkan apa yang sedang dirasakan. Entah dalam keadaan kecewa, terluka, menangis atau mungkin tersenyum, aku tak mampu mengartikannya. Bagaiamanapun aku bersyukur telah mengenalnya. Bocah yang berhati mulia sebab rela berbagi kasih kepada seorang anak sepertiku yang bahkan tidak pernah ia kenal sebelumnya.

Metamorfosis Tak SempurnaWhere stories live. Discover now