[26] Perempuan Bodoh

3.3K 353 93
                                    

"Menunduk!" seru Mim.

Dari luar, ribuan peluru menerjang kaca jendela. Nils menendang koper ke arah Snake, membuat pria itu terjungkal dari kursi. Jim dengan sigap bangkit, melindungi Nils dari serbuan peluru sambil melepaskan borgol yang melingkari pergelangan tangannya.

Tiba-tiba saja, di tengah serbuan peluru, aku merasakan sebuah tangan meraih lenganku. Kontan aku menoleh. Aku nyaris memekik saat menemukan Martijn Garritsen sedang berjongkok di sebelahku, menempelkan telunjuk ke bibirnya yang tipis menyuruhku diam. Dia menggeser dua tumpukan kotak besi menutupi dirinya, aku, dan Nicki.

"Tembakan itu akan berakhir dalam tujuh detik," kata Martijn di depan wajahku. "Kau punya waktu sepuluh detik untuk meninggalkan lantai ini."

Aku menatapnya. Agaknya dia sudah gila.

"Larilah ke bawah bersama Nicki. Di luar, akan ada sebuah van berwarna biru menunggu kalian," perintah Martijn sambil mengawasi sekitar. Kulihat ia mengenakan pakaian hitam yang rumit.

Aku mencoba membuat Nicki bangkit, tetapi dia tampak setengah tak sadarkan diri. Tadinya kupikir dia tertembak dengan cara yang sama denganku, namun ternyata tidak. Dia tertembak sungguhan. Darah mengalir deras dari dadanya. Aku menepuk-nepuk pipinya namun ia tidak bisa meresponsku dengan baik.

"Sekarang!"

Ketika aku akan bangkit sambil memapah Nicki, tembakan terdengar lagi. Tapi jelas bukan dari luar. Tembakan itu berasal dari dalam. Peluru-peluru melesat ke seluruh penjuru ruangan, mendobrak kaca dan memantul ketika bertubrukan dengan kotak-kotak besi.

Martijn menarik bahuku, mencegahku pergi. Kami bertiga terjebak di balik kotak itu. Martijn sempat mengumpat, lalu dia menekan sebuah benda berwarna putih di telinganya. "Kambing, di mana kau? Evakuasi tidak memungkinkan."

Samar-samar, dari benda kecil itu kudengar, "Demi Tuhan, code name-ku bukan Kambing! Beri aku satu menit, aku akan segera ke sana."

"Satu menit? Apa kau gila?" Martijn melotot. "Itu terlalu lama!"

"Oke, setengah menit. Masih ada empat orang yang harus enyah di lantai dua."

Martijn kini menatapku. "Kau terluka?"

Aku menggeleng. "T-tapi Nicki ...."

Martijn mengamati luka tembakan di dada perempuan itu. Dia menekan lagi benda berwarna putih di telinganya. "Batalkan. Kubilang batalkan. Ada yang terluka di sini."

"Diam!"

Teriakan si pria berambut keriting yang tak kuketahui namanya itu menggema ke seluruh lantai. Tembakan seketika berhenti total. Martijn mengisi peluru ke dalam senapan yang ia pegang dan mengokangnya. Dia mengintip dari balik kotak di belakangku, persis seperti yang sedang kulakukan.

"Aku punya granat di tanganku," katanya. Dia mengangkat Blood Diamond ke dada. "Aku bersumpah akan meledakkannya bila kalian, Jim dan Nils, serta seluruh bantuan kalian tidak menyerahkan diri sekarang juga."

Di luar jendela, aku melihat seorang perempuan mengintip ke arah Martijn. Aku tak tahu siapa ia, tapi sepertinya dia bukan musuh. Dia bergerak dengan lihai dari satu jendela ke jendela lain. Aku mengintip ke arah pria berambut keriting yang kini sedang berdiri dengan bebasnya memegang sekaleng sarden ciptaan Nils, bersiap menarik pengait.

Martijn mengangkat senapan dan membidik sambil berkata, "Operasi Jala batal. Jalankan Operasi Tombak."

Setelah itu, dia menarik pelatuk.

Aku telah menyiapkan diri untuk terpanggang karena granat itu, tetapi rupanya Tuhan sangat baik. Peluru dari senapan Martijn menembus kaleng di tangan pria itu. Bahkan menembus tepat ke jantungnya. Dan, isi kaleng itu adalah ikan dengan saus tomat, bukan bom.

Dear Mr. RondhuisWhere stories live. Discover now