Diana20

589 37 11
                                    

Kevan Pov

Suara musik yang mengalun sangat keras mengisi kesunyian yang gur rasain tanpa Diana.

"Tolong segelas lagi."

Gue melirik jam yang ada di pergelangan tangan gue, dan ini sudah pukul dua belas malam.

"Hai, sendiri aja?"

Seorang cewek datang nyamperin gue dengan pakaian yang terbuka.

"Mending lo pergi." Gue ngusir cewek itu.

Dan detik berikutnya si cewek dengan pakaian terbuka itu mengalungkan lengannya di leher gue.

Gue udah gak bisa ngendaliin diri saat dia nyium bibir gue.

Gue bales ciuman dia dengan kasar.

Sadar akan semua yang terjadi, gue ngedorong cewek itu buat ngejauh dan nyuruh dia pergi.

Gue ngacak rambut gue ketika gue nginget kejadian sama Karin beberapa hari yang lalu.

Flashback on

"Kamu harus jauhin Diana dan balik lagi sama aku." Ucap Karin seraya mengalungkan lengannya di leher gue.

Gak ada orang di rumah gue selain gue dan Karin.

"Lo gak punya harga diri ya?"

Hanya kalimat itu yang gue keluarin dan itu membuat Karin tertawa renyah.

"Gue kayak gini karena gue mau lo!" Ucapnya sambil nunjuk dada gue.

Gue ngelepas tangan Karin dari leher gue.

"Jangan kasar, sayang." Ucapnya ketika gue menepis tangannya saat ia ingin mengelus kepalaku.

"Dengan lo yang kayak gini, ngebuat lo gak kalah sama jalang murahan diluar sana." Ucap gue sambil nunjuk dia dengan penuh emosi.

"Hahaha! Bahasamu terlalu kasar untuk seorang gadis seperti seorang Karin." Karin ngelus pipi gue dan gue nepis tangan dia.

Lagi-lagi Karin tertawa.

Dia gila ya?

"Kalau lo gak jauhin Diana, lo gak bakal bisa ngebayangin apa yang bakal gue lakuin ke dia."

Ucapannya ngebuat gue mengernyitkan dahi tak mengerti.

"Maksud lo apa?" Gue udah pengen mukul dia seandainya aja dia bukan cewek.

Karin ngedeketin wajahnya ke telinga gue dan mulai berbisik.

"Bisa aja gue ngebunuh dia."

Flashback off

"Arrggghh!" Gue ngacak rambut gur frustasi.

"Goblok! Ngapain lo jam segini masih disini?!" Itu suara Rafhi, sahabat gue.

DIANAWhere stories live. Discover now