2 | Kesayangan

7.1K 498 154
                                    

"Kak Nana udah puyang?" sapa bocah berambut pendek seraya memalingkan pandangannya ke arah kanan, menatap Nana yang terpejam. Meski bingung dia tetap gembira melihat kakaknya sudah pulang.

Tidak usah heran mengapa dia melontarkan pertanyaan seperti itu. Pasalnya, tidak biasanya Nana sudah duduk cantik di rumah seperti sekarang. Biasanya dia akan menghabiskan waktu bersama Raga sepulang sekolah.

Nana membuka matanya perlahan, lalu tersenyum seraya beranjak mendekati Askia. "Kamu kenapa main di sini? Kenapa nggak di kamar?"

Askia menggeleng. "Tadi Mama puyang, tapi cekalang udah pelgi lagi," lapornya dengan wajah polos.

Nana tersenyum pahit usai mendengar penuturan adiknya. Mengetahui kepulangan mamanya bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Entah, sejak kejadian tiga tahun silam, Nana lebih memilih untuk tidak peduli lagi dengan mamanya.

"Kia, mau escim nggak?" tanya Nana seraya menaik turunkan kedua alisnya.

Askia mengangguk antusias dengan mata berbinar. Tawaran yang begitu menggiurkan untuk bocah seusianya. "Mau!" jawabnya dengan cepat dan bersemangat.

Nana beranjak, segera berjalan menuju lemari es yang berada di dapur. Satu tangannya meraih kotak es krim berukuran besar dari freezer, lalu mulai menyendokkan beberapa bagian untuk adiknya dan tak lupa untuk dirinya sendiri—tentu dengan porsi yang lebih banyak.

Askia menggembungkan pipinya. "Kok puna aku dikit ci?" protesnya saat melihat mangkuk Nana yang dipenuhi es krim dan taburan toping di atasnya.

"Ya udah kalo nggak mau, buat aku aja sini," ujar Nana santai setelah melahap dua sendok es krim.

"Kamu masih kecil, makannya juga harus dikit. Aku kan udah gede, makannya harus banyak biar nggak nyusut jadi kecil lagi," lanjut Nana dengan jawaban asal.

Aski memalingkan wajahnya, matanya mengerjap beberapa kali. "Emangna kalo udah gede bica jadi kecil lagi, Kak?" Nana mengangguk tak acuh. Dia terlalu malas menanggapi pertanyaan adiknya, bisa-bisa adiknya akan semakin banyak melontarkan pertanyaan menyebalkan.

"Kia ... tadi Mama pulang sama siapa?" tanyanya dengan hati-hati. Sejak tadi mulutnya sudah gatal ingin tahu dengan siapa mamanya pulang kali ini. Dan dia berharap Askia memberikan jawaban-sendiri-.

"Cama Om Lama."

"Om Rama?" tanya Nana memastikan.

Pukulan keras tak kasat mata yang menyesakkan kembali hadir setelah melihat Askia mengangguk. Padahal dia sudah menyiapkan hati setiap kali mendapat jawaban pahit, tetapi ternyata hatinya tak pernah sekuat itu. Alih-alih meluapkan emosinya, Nana hanya tersenyum kecut dan menelan semua kemarahannya.

Nana sudah tahu hubungan mamanya dengan pria bernama Rama, tetapi dia memilih bungkam demi menjaga keutuhan keluarganya. Mungkin kedengaran egois, tetapi Nana tidak siap atau mungkin tidak akan pernah siap memiliki keluarga yang tak utuh. Awalnya Nana mengetahui kedekatan mamanya dengan pria bernama Rama itu karena gosip yang menyebar di sekolah dan acara infotainment.

"Songong, es krim gue dimakan." Suara seorang cowok yang baru saja turun dari tangga membuat kedua perempuan yang asyik menikmati es krim menoleh ke sumber suara.

Cowok dengan rambut berantakan dan baju yang terlihat kusut langsung duduk di samping Askia, tangannya merebut sendok dari tangan Nana dan menyuapkan es krim ke mulutnya sendiri.

"Najis! Jorok banget sih baru bangun tidur langsung makan!" gerutu Nana sambil memasang wajah jijik.

MALIK IRSYAD, anak sulung dari pasangan Doni dan Diandra. Usia cowok itu tidak jauh dari Nana, hanya berbeda tiga tahun di atas adiknya yang sekarang baru menginjak usia tujuhbelas tahun.

Malik seorang mahasiswa di salah satu universitas di Jakarta, dan terjebak di dalam jurusan yang tak diinginkannya, arstitektur interior. Beberapa tahun lalu dia sengaja memilih jurusan itu dipilihan keduanya, dan dia sangat yakin kalau dirinya tidak akan lolos SNMPTN karena melihat begitu banyaknya saingan. Namun, takdir berkata lain.

"Tumben lo udah pulang? Gak jalan sama Raga?" tanya Malik setelah matanya melirik jam dinding.

Nana mendengus kesal. "Nggak usah deh ngomong-ngomongin dia, panas."

Malik menaikkan sebelah alisnya dengan tangan yang terus mengaduk es krim Nana yang direbutnya. "Putus?"

"Apaan si," jawab Nana ketus dan memilih berjalan menuju kamarnya.

Nana mengikat rambutnya tinggi-tinggi sebelum menghempaskan tubuhnya ke kasur. Tangannya meraih remote AC dan mengatur hingga mencapai suhu 16°. Namun tetap saja rasanya tetap panas, mengingat sikap Raga yang begitu cuek.

***

Belom ada konflik yak wkwk cuma ngenalin keluarganya Nana doang part ini 😁

Makasi lohhh uda baca hihihi 😄

restartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang