23 | VS

4.1K 292 150
                                    

Tidak ada yang berbeda di SMA Andalas pagi ini. Semuanya berjalan normal, sama seperti hari-hari sebelumnya.

Dua pekan terakhir Nana menghilang dari sekolah tanpa keterangan. Gadis itu memilih mengurung diri di rumah atau berjalan-jalan mengelilingi beberapa pusat perbelanjaan.

Hari senin ini gadis itu memutuskan untuk kembali ke sekolah. Mengingat tidak ada gunanya berlama-lama bolos, karena yang ada justru akan merugikan dirinya sendiri. Apalagi jika mengingat sekarang dirinya duduk di bangku kelas dua belas.

"Kak Savina ya?" tanya seorang adik kelas yang berpapasan dengan Nana di tangga. Sementara Nana hanya menanggapinya dengan anggukan kecil.

"Kakak dipanggil Bu Retno di ruang BK," ujarnya lagi seraya memberikan sebuah amplop berwarna cokelat.

"Amplop dari siapa?"

"Dari Bu Retno, Kak. Katanya disuruh isi dulu sama kakak, kalau sudah baru kakak kembaliin ke Bu Retno."

Nana mengangguk, "Oh, makasih."

"Sama-sama, Kak," balas adik kelas itu seraya berjalan menuruni anak tangga. Begitu pun Nana, ia menaiki tangga dan berjalan menuju kelasnya yang berada tak jauh dari tangga.

***

"Eits ada si anak model pencari sensasi. Ke mana aja, Non? Malu ya Nyokapnya ketangkep basah nikah lagi?" ejek seorang perempuan dengan rambut hitam bergelombang kala berpapasan dengan Nana di toilet.

Nana menghela napas kesal. Dia benar-benar malas meladeni para perempuan nyinyir yang tak habis-habisnya mengganggu kehidupannya.

"Lo gagu apa cacat, sih?" celetuk perempuan dengan jepit pink yang menghiasi rambutnya.

Perempuan dengan rambut bergelombang itu mulai tersenyum licik, lalu menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Nana. "Nyadar gak sih kalau Nyokap lo itu perempuan gak bener?"

Ketiga perempuan yang berada di dalam toilet itu mulai menertawakan Nana. "Ups! Atau jangan-jangan lo juga perempuan gak bener ya?" tanya seorang perempuan berambut pendek.

"Atau jangan-jangan ... lo simpenan om-om tajir di luar sana?"

"Udah muasin berapa om-om, Na? Dapet bayaran berapa sekali maen?"

"Bisa dong bagi hasilnya sama kita? For your information, berbagi itu indah, lho." Gelak tawa ketiga perempuan itu mulai menggema di ruang toilet.

Sungguh gila ketiga perempuan itu. Bisa-bisanya mereka tersenyum tanpa dosa setelah mengatakan hal tersebut. Sangat tidak mencerminkan seorang pelajar!

Benar-benar sudah melewati batas ucapan ketiga perempuan itu! Wajah mereka boleh saja cantik, namun ucapannya tidak sebanding dengan parasnya.

Sebuah tamparan mendarat mulus pada pipi seorang perempuan yang terakhir kali membeo. Rasanya perempuan itu tidak memerlukan sentuhan make up lagi untuk membuat pipinya merona. Tamparan yang Nana berikan pun sudah cukup membuat pipinya memerah.

Nana benar-benar sudah tidak bisa menerima cibiran-cibiran gila yang terus-menerus menerpanya. Emosinya benar-benar meledak saat itu. "HEH, Laura!" bentak Nana seraya menjambak perempuan pemilik rambut bergelombang, membuat Laura menjerit kesakitan.

Tak lama Nana segera melepaskan jambakannya, "Mau lo itu apa sih, HAH?! Gue selama ini diem bukan berarti gue nggak tau apa yang lo lakuin! Gue tau semua omongan lo!"

Nana tersenyum samar, "Lo tau kenapa gue diem?" sejenak Nana diam, menunggu respon dari ketiga perempuan di hadapannya. "Gue diem karena gue masih punya otak dan hati! Gak kaya lo yang bisanya nyebar gosip!"

Laura yang masih merasa kesal pun segera membalas perlakuan Nana, dengan ganas ia menarik rambut Nana yang berkucir kuda. "LO ITU ANAK MODEL SIALAN!"

"GARA-GARA NYOKAP LO, SEMUA MAJALAH NGEBATALIN KONTRAK KERJASAMA BARENG NYOKAP GUE!"

"SEMUA GARA-GARA NYOKAP LO!" Laura berteriak murka seraya terus menjambak rambut Nana dan membuang ikatan yang mengikat rambut Nana.

"NYOKAP LO SIALAN!"

"Aaarrghhh!!" desis Nana seraya mendorong tubuh Laura dengan kedua tangannya hingga membuat gadis itu hampir terjungkal jika tidak buru-buru ditangkap oleh dayang-dayangnya.

"Udah, La, udah. Kita cabut sekarang. Doi ganas banget, gue takut," ujar seorang perempuan berhias penjepit pink sambil terus menarik lengan Laura yang berusaha memberontak.

Laura menghentakkan kakinya kesal, lalu menabrak bahu Nana dengan keras, "Lihat pembalasan gue!" tandasnya saat berada di samping Nana.

Kala Laura dan antek-anteknya keluar toilet, bulir bening pun mengalir deras dari kedua matanya. Berulang kali Nana menghapusnya dengan kasar namun tetap saja cairan itu keluar, bahkan semakin deras kala ucapan Laura terngiang.

"LO ITU ANAK MODEL SIALAN!"

"NYOKAP LO SIALAN!"

"Lo nggak boleh nangis, Savina!" Nana mengangguk mantap seraya menyemangati diri sendiri.

Nana bukanlah seorang remaja kuat yang tak pernah menangis, dia sama seperti remaja umumnya. Selalu menangis setiap kali hatinya tersakiti. Namun ia selalu bisa menyembunyikannya dari orang lain.

Nana tidak suka memamerkan air mata di hadapan orang lain. Dia hanya ingin terlihat kuat dan ... baik-baik saja.

***

Woy, Neng, kalo punya mulut itu tolong dikondisikan Laura en de geng -,-

Omegat Nanaku :" jangan bersedih, Sayang :')

Hihi maaf ya kalau ada kata yang kurang sopan :) makasih juga udah setia baca cerita ini hehe

restartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang