8 | Pergilah jika akhirnya begini

4.9K 371 119
                                    

Sinar mentari pagi menyelinap di antara celah tralis jendela dengan gorden yang sudah disibakkan oleh seorang wanita.

Cahaya hangat itu menerobos dengan bebas, membangunkan kedua perempuan yang sedang terlelap. Bocah bertubuh mungil itu menggeliat, lalu keduanya saling berguling ke bagian tengah, melakukan kebiasaan sebelum benar-benar beranjak dari kasur. Mereka berpelukan untuk beberapa saat.

Aroma parfum yang begitu familiar tiba-tiba menyeruak di sekitar ranjang berseprai pastel. Wanita itu membelai lembut puncak kepala ke dua buah hatinya, kemudian mengecupnya beberapa saat. Tetapi perempuan lain yang sedang menginjak usia remaja itu dengan sengaja menarik selimut, menutupi seluruh tubuhnya hingga puncak kepala saat Diandra hendak mengecupnya.

Sebenarnya Nana sudah bangun sejak beberapa menit lalu, namun ia lebih memilih berpura-pura tidur.

Setelah mendengar pintu kamarnya tertutup, Nana bangkit dan terduduk di ranjang. Tangannya mengucir rambut yang berantakan, lalu menoleh ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

Nana menggoyangkan tubuh Askia, menyuruhnya lekas membuka mata. Bocah itu seperti kebo kalau sudah tidur. Askia menggeliat, lalu memeluk Nana yang duduk tak jauh dari bocah itu.

"Bangun ih. Udah siang tauk!"

"Nda mau, macih nantuk," kata Askia dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Nana langsung mengeluarkan jurus andalannya. "Makan escim yuk," ajaknya. Benar saja bocah itu segera bangun dan tersenyum.

Ketika keduanya baru berdiri di depan pintu. Suara itu muncul kembali dari lantai bawah, sangat-sangat memuakan mendengar teriakan itu. Askia mulai ketakutan, dia mendempetkan dirinya pada Nana lalu mendongak dengan wajah penuh tanya.

"KAMU YANG HARUSNYA NGERTIIN SAYA, MAS!" teriak seorang wanita dewasa. Sudah pasti itu suara Diandra.

Nana bergeming, ingin tahu lebih banyak apa yang selalu diributkan kedua orang tuanya. Sebenarnya tidak seharusnya dia diam saja dengan membiarkan adiknya mendengarkan pertengkaran itu, namun dia benar-benar ingin tahu seberapa hebat pertengkaran kedua orang tuanya.

"SAYA INI KEPALA KELUARGA! KAMU JUGA HARUSNYA MENGHARGAI SAYA!"

"KAMU SAJA TIDAK PEDULI DENGAN ANAK-ANAKMU!"

"SAYA MUAK MENDENGAR SEMUA GOSIP TENTANG DIRI KAMU, DIANDRA! SAYA MAU KAMU BERHEN--"

Nana langsung menutup kedua telinga Askia dengan tangannya, membawanya kembali ke dalam kamar dan menutup pintu agar adiknya tidak mendengar pertengkaran itu. Ya walaupun sebenarnya sudah terlambat.

"Kamu di sini, jangan keluar, main tab aku aja ya," titah Nana seraya memberikan tab miliknya pada Askia. Untung saja bocah itu tidak banyak tanya dan langsung menuruti perintan Nana.

"Aku mau ambil es krim dulu ke bawah," ucap Nana berbohong.

Saat Nana membuka pintu, pertengkaran tadi tetap terjadi. Kedua tangannya mengepal sambil berlari menuruni tangga.

"MA... PA... UDAH DONG, CUKUP!" teriak Nana mencoba menghentikan pertengkaran itu.

Keduanya berhenti sejenak, menatap Nana dengan sorot meremehkan. "Kamu anak kecil, nggak usah ikut campur!" tandas Diandra dengan tajam.

Halah, basi! Nana selalu dianggap anak kecil oleh kedua orang tuanya, dia paling tidak suka di saat dirinya berusaha melerai pertengkaran orang tuanya, mereka justru menatap Nana seperti anak kecil yang tidak mengerti apa-apa.

Pertengkaran seperti ini kerap terjadi setiap kali kedua orang dewasa itu bertemu di rumah, selalu saja ada masalah yang membuat mereka bertengkar. Entah itu hanya masalah baru atau masalah lama yang selalu mereka ungkit tanpa ada penyelesaiannya.

Semuanya berawal sejak Diandra memilih kembali ke dunia modelling. Awalnya Doni tidak mempermasalahkan pekerjaan istrinya selama dia masih bisa memprioritaskan keluarga, tetapi semenjak banyak gosip yang menerpa isterinya, Doni pun tak tinggal diam.

Nana menghirup udara sebanyak mungkin sebelum mengutarakan ucapannya, "Lebih baik kalian nggak usah pulang. Percuma kalian pulang kalau cuma mau berantem!"

Melihat tidak ada respon apa pun, Nana semakin geram dan amarahnya kembali memuncak. "Terserah! Aku capek liat kalian berantem terus," tandas Nana kesal, lalu berlari keluar.

"SAVINA..." teriak Doni tegas sambil berusaha mengejarnya, namun putrinya itu sudah lebih dulu pergi dengan sepeda.

Diandra tersenyum sinis saat melihat kepergian anak perempuannya. "Lihat 'kan bagaimana anak kamu? Tidak tahu sopan santun!"

Lelaki berkacamata itu lebih memilih diam daripada harus menanggapi ucapan isterinya. Ia berjalan menuju ruang kerjanya yang berada di pojok ruangan.

***

Aduh Om Tante jangan berantem mulu sih -,- gak kasian itu sama anak-anaknya? 😒

Nah yang di mulmed anggep aja Nana sama Askia yak 😂

Maaf ya semisal aku lama banget upnya, banyak banget kendalanya, mulai dari hape yang modar dan sekarang pun aku lagi di RS jagain ibuku :) jadi aku pun mohon doanya ya :)

Makasih yang udah kirim pesan dan nungguin cerita ini :) haha seneng aku pas buka wp hihi.

Oh iya maaf juga belum bisa mampir ke cerita siapa pun :)

Maaf juga ya kalo part ini gaje wkwk maklum baru banget ngetik di saat yang tidak tepat.

restartWhere stories live. Discover now