Dua minggu sudah Nana kehilangan sosok laki-laki yang selama ini selalu ada di sampingnya. Menemaninya kapan pun, ke mana pun, dan bahkan menjadi tempatnya berkeluh kesah. Namun sekarang orang itu pergi.
RagaQ
Gila chat gue beneran gak dibaca:(
Gapi ganti dp ya? Hmm bagus :)
Adik lelah bang dikacangin
Marahan 3hr aja dosa, gmn 2 minggu? Makin numpuk deh :)
"Gue nggak bisa diginiin terus, Ga," lirihnya seraya mengembuskan napas kasar.
Nana bersila di atas kasur dengan punggung bersandar pada tumpukan bantal. Saat itu dia sudah mengenakan piama bermotif beruang. Sementara tangan kanannya memainkan benda pipih berwarna silver. Dengan lihai jari-jarinya bergerak lincah di atas layar ponsel.
Di samping kanannya terdapat Askia yang terlelap pulas. Nana mendekati adik semata wayangnya, lalu mengamati wajahnya perlahan dan mengecup pipi gembulnya berulang kali. Sesekali Nana memeluk tubuh mungil Askia yang diselimuti kain tebal tanpa motif.
Nana begitu menyayangi Askia, malaikat kecil yang tidak mengerti apa-apa. Yang Askia tahu, Nana dan Malik adalah kakaknya, Diandra adalah mamanya, dan Doni adalah ayahnya. Askia tidak pernah tahu fakta yang sesungguhnya.
"Seharusnya kamu panggil Om itu dengan kata Papa, Kia." Nana tersenyum getir setelah mengatakan hal yang sudah pasti adiknya itu tidak akan pernah mengerti.
Derit pagar besi yang terbuka membuat Nana beringsut dari kasur, dengan cepat kedua tangannya segera menyibakkan kain tebal yang menutupi jendela. Dia melihat seorang wanita berpostur proposional dengan balutan gaun merah marun keluar dari mobil.
"Cantik." Tanpa sadar Nana bergumam seraya tersenyum tipis mengagumi kecantikan Diandra.
Tak lama, datanglah sebuah mobil hitam yang juga ikut parkir di pekarangan rumah mewah itu. Tebersit perasaan senang kala melihat kepulangan kedua orang tuanya, tetapi perasaan itu berganti suram setelah mendengar keributan.
PRANKKKK
Berulang kali suara pecahan barang-barang yang begitu nyaring terdengar hingga kamar Nana yang berada di lantai dua. Kejadian seperti itu kerap terulang kala kedua orang dewasa itu berada di rumah.
"Kenapa kalian harus kaya gini terus sih?" gumam Nana saat mengintip dari balik pintu kamarnya yang sengaja dibuka. Ia memejam saat melihat vas bunga yang dibanting dengan keras. "Aku capek lihat keadaan kaya gini terus Ma, Pa."
Menulikan telinga adalah cara terakhir yang ia ambil. Ya, dia menyumpal kedua telinganya dengan headset dan menyetel lagu dengan volume tinggi. Walaupun sejujurnya telinganya sakit mendengar musik dengan volume tinggi, tetapi mau bagaimana lagi? Nana merasa lebih sakit jika mendengar pertengkaran kedua orang tuanya.
RagaQ
Raga? Gue mau cerita
Gue butuh lo, Ga.
Demi Tuhan Ga, gue cape lo cuekin gini
Lo boleh hukum gue apapun, tapi jgn cuekin gue gini
"Raga, lo kenapa semarah ini sama gue? Gue minta maaf kalo omongan gue salah..." Nana menghela napas sejenak, meringankan rasa sesak yang menjalar di dadanya. "... Ga, jangan hukum gue kaya gini."
Nana pun mengirimkan voice note yang ia rekam pada Raga, berharap lelaki itu mendengarkan suaranya malam ini. Ya setidaknya dia berharap Raga bisa mengetahui keadaannya sekarang melalui suara yang ia kirimkan.
***
Hihi part yang ngebut ku lanjut tulis tadi pagi wkwk ya udah abis publish ku mau menghilang egen hoho
Makasih selalu ya buat kaliannn mwaaaa 💕💕💕
Am so sori udah lama banget gak muncul di WP. Aku lagi liburan dan emang sengaja gak buka wp wkwk mau ngerasain liburan yang bener-bener bikin tenang 😂 dan emang sebenernya HP aku pun lagi operdosis :( ini aja numpang di hp emak wkwk #curhat
KAMU SEDANG MEMBACA
restart
Teen Fiction[SELESAI] Nana tidak lagi mendapatkan sikap manis Raga setiap harinya. Dan Raga tidak lagi memberikan perhatiannya untuk Nana. Nana selalu mencoba mendekati Raga. Sementara Raga selalu menjauh sejauh mungkin dari Nana. Nana menginginkan Raga. Tetapi...