Chap 25

830 48 3
                                    

.

.

Menyebutkan frasa 'Live as Song's Family, Die as Song's Spirit', itu bukan kata-kata yang dibuat oleh Kaisar. Itu berasal dari mulut emas nan bijaksana, Sang Guru Besar Bangsa. Saat itu, Li Cong Qing sama sekali tidak tahu harus tertawa atau menangis.

.

Ayo, mari lanjutkan ceritanya sampai akhir. Mulai dari hari dimana Kaisar secara pribadi memanggil Li Cong Qing untuk menemaninya memberikan penghormatan kepada nenek moyang keluarga Song di Kuil Bai Hu. Semua jalan, keduanya, hati mereka seperti monyet yang meloncat-loncat dan pikiran mereka seperti kuda berderap (Artinya gelisah), sampai akhirnya tandu kerajaan tiba di tempat tujuan mereka. Guru Besar Bangsa sudah dengan hormat berdiri di dekat pintu kuil dan menyambut mereka.

.

Kuil Bai Hu adalah kuil leluhur Keluarga Kekaisaran. Hanya anggota Keluarga Kekaisaran yang bisa masuk. Pejabat pendamping harus menunggu di luar kuil. Tapi Kaisar memerintahkan agar Li Cong Qing mengikutinya memasuki kuil, bahkan sampai membawanya masuk ke Pagoda untuk penyembahan.

.

Pagoda memiliki sembilan tingkat, tiga tingkat atas adalah untuk menyembah Buddha Tathagata. Tiga tingkat menengah adalah untuk menyembah nenek moyang keluarga. Tiga tingkat yang lebih rendah adalah menghormati pahlawan heroik Dashao. Kaisar membawa Li Cong Qing untuk naik tangga sampai ke tingkat tertinggi Pagoda. Guru Besar Bangsa karena usianya sudah begitu tua, tidak bisa mendaki setinggi itu. Sehingga dua biksu muda membantunya untuk naik tangga.

.

Awalnya, Li Cong Qing berpikir bahwa ia hanya perlu berdiri jauh untuk mengawal Sang Kaisar. Atau hanya membantu beberapa pekerjaan lain-lain seperti membantu menyebarkan dupa, mengatur bantal yang digunakan untuk berlutut dan sebagainya. Dia tidak pernah berpikir bahwa Kaisar benar-benar ingin dia berlutut di sisinya dan bersama dia melakukan semua prosesi penyembahan.

.

Meski bingung, dia dengan patuh mematuhi keputusan Kaisar, dari tangan Guru Besar Bangsa, dia menerima dupa yang menyala, bersama dengan Kaisar, dia menyembah Budha Tathagata terlebih dahulu, kemudian nenek moyang keluarga Song, kemudian menghormati pahwalan Dashao. Menyembah dan mengabadi pada Sang Buddha dan nenek moyang, itu adalah suatu keharusan untuk berlutut tiga kali. Dan bagi para pahlawan Dashao, menawarkan dupa sudah cukup memadai.

.

Dia dengan hati-hati mengikuti Kaisar untuk menyembah dari tingkat atas ke tingkat yang lebih rendah. Kaisar menawarkan dupa, dia hanya mengikutinya untuk juga menawarkan dupa.  Kaisar berlutut dan kowtow, dia juga akan berlutut dan kowtow. Dalam khidmat dan hormat juga berkabut oleh tempat asap, seluruh tubuhnya tercemar dengan bau  dupa yang harum.

.

Li Cong Qing mengalami pengalaman panjang yang berat dan rumit untuk melalui semua proses penyembahan Keluarga Kekaisaran. Berdiri, berlutut dan kowtowing, semuanya melelahkan. Namun sang Kaisar sama sekali tidak terlihat tidak sabar. Dari awal sampai akhir, ia dengan serius melakukan semua ritual tanpa satupun  benang yang lepas. Tidak seperti Li Cong Qing yang hampir menyerah di  akhir ritual.

.

Dengan susah payah akhirnya prosesinya telah selesai. Guru Besar Bangsa itu tersenyum seraya memberi tahu Li Cong Qing, "Karena sudah menghormati generasi penerus nenek moyang Song. Di kehidupan ini, hiduplah sebagai Keluarga Song, dan matilah sebagai roh Song."

.

Wa yo. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Membuatnya secara tidak sadar tiba-tiba berubah dari Keluarga Li menjadi keluarga Song?! Jika Li Cong Qing sedang minum teh atau makan, pasti dia akan memuntahkan semuanya.

[Complete] King's Man "Bunga Mo" Indonesia Vers. Where stories live. Discover now