Chapter 5: Deal

648 33 3
                                    

Author's POV
16 Februari 2014

Minha tidak pernah berpikir ia akan merasa sesakit ini hingga sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Pertama kali ia mencintai seorang pria sepenuh hati seperti ini dan pertama kali pula ia merasakan perih yang amat sangat di hatinya, membuatnya ingin mengeluarkan hatinya dari tubuhnya sehingga ia tak perlu merasakan perih itu lagi.

Hari itu, hari di mana semuanya terungkap, benar-benar seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan baginya. Ia sudah dekat dengan pintu kebahagiaan ketika mimpi buruk tersebut tiba-tiba datang, menghalanginya untuk menggapai pintu tersebut.

Ia teringat masa-masa SMAnya, saat ia masih seorang penggemar drama di TV. Ada sebuah drama yang bercerita tentang seorang wanita yang kekasihnya berselingkuh lalu menikahi selingkuhannya karena selingkuhannya hamil. Si wanita tersebut bersikukuh ingin tetap bersama kekasihnya hingga ia berlutut di hadapan kekasihnya, memohon agar kekasihnya tidak meninggalkannya. Saat itu Minha berpikir bahwa wanita tersebut bodoh. Berpikir bahwa tidak seharusnya si tokoh wanita tersebut mengemis cinta pada kekasihnya yang jahat tersebut. Berpikir bahwa seharusnya wanita itu pergi lalu mencari pria lain karena di dunia ini tak hanya ada satu pria.

Tetapi lihat dirinya sekarang. Ia memiliki kasus yang hampir sama dengan tokoh wanita dalam drama tersebut. Dan sekarang, kata-kata yang pernah ia lontarkan saat ia menonton drama tersebut ia ucapkan kembali untuk dirinya sendiri.

"Dasar bodoh! Berlebihan sekali menangis seperti itu! Biarkan saja dia pergi dengan wanita itu! Seperti tidak ada pria lain saja!"

Meskipun dengan suara serak dan sedikit bergetar, ia berhasil mengucapkannya. Rasanya berbeda saat ia mengatakan hal tersebut pada orang lain dengan saat ia mengatakan hal tersebut pada dirinya sendiri. Semua terlihat mudah baginya saat ia hanya menonton lalu menyuruh si tokoh wanita melakukan apa yang telah ia ucapkan. Tetapi setelah ia mengatakan hal tersebut pada dirinya sendiri, hal tersebut menjadi seribu kali lipat lebih sulit daripada memecahkan soal olimpiade matematika.

Dan itulah mengapa pepatah 'berbicara lebih mudah daripada melakukan' ada.

'Sakit...' batinnya.

Ia memejamkan matanya, menggigit bibir bawahnya, dan memegang dadanya yang terasa sesak. Berhari-hari menangis membuatnya lelah. Ia lelah menangis dan terisak-isak karena hal tersebut membuat dadanya sesak dan itu... menyakitkan. Namun, mata lelahnya tak pernah berhenti memproduksi air matanya, bibirnya seakan tak bosan mengeluarkan isakan demi isakan, dan dadanya seolah tak ingin berhenti membuatnya menderita dengan rasa sesak yang telah diciptakannya.

"Ini... menyakitkan..." gumamnya dengan suara lemah. Tenaganya benar-benar sudah habis, terkuras untuk menangisi Luhan dan masa depan mereka yang hancur begitu saja.

Ia masih ingat dengan jelas hari itu, di kedai jjajangmyeon, wanita bernama Hyemi tersebut mengatakan padanya bahwa dia tengah mengandung anak Luhan. Semua berlangsung begitu cepat. Secepat berakhirnya pernikahannya dengan Luhan di hari yang sama.

Ia juga ingat bagaimana ayahnya memberitahunya perihal pernikahannya yang dibatalkan.

"Baru saja ayah Luhan menelepon. Beliau bilang beliau minta maaf tidak bisa meneruskan pernikahan kalian. Besok kami akan membicarakan masalah ini lebih lanjut. Kau... berhentilah menangis. Appa tahu ini tidak mudah bagimu, tapi Appa tidak ingin melihat putri terkuat Appa seperti ini. Ini benar-benar bukan putri Appa sekali."

"Beliau juga bilang kau tak perlu datang ke pernikahan Luhan kelak karena beliau mengerti sebagai mantan kekasih Luhan pasti akan sangat menyakitkan bagimu melihatnya bersanding dengan wanita lain."

Beautiful Sin v 1.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang