Prolog

1.9K 58 0
                                    

Seorang pemuda berseragam hitam menatap khawatir pintu ruangan bersalin dari tempat duduknya. Dadanya terasa sakit. Jantungnya tadi nyaris berhenti berdetak saat melihat perempuan yang dia sayangi meringis kesakitan saat mengejan. Ditambah lagi warna pucat menghiasi kulit perempuan itu. Tak pernah dia tahu, bahwa ketika melahirkan akan ada pemandangan sehoror itu.

Di depan pintu, tampak pula seorang pemuda yang mengenakan seragam sama dengan pemuda sebelumnya. Wajahnya tak kalah tegang. Dia sesekali mendekatkan telinganya ke pintu demi mendengar ucapan bidan yang bernada lega. Namun sudah satu jam lebih berlalu, yang disaksikannya hanyalah pintu yang sesekali terbuka. Perawat yang keluar dengan wajah tegang, lalu kembali dengan alat yang tidak dia tahu nama dan kegunaannya.

“Dia akan selamat, bukan?” pemuda yang selalu memasang wajah ceria jika berdekatan dengan perempuan yang sedang menjalani proses bersalin di dalam sana bertanya penuh harap.

Seorang perempuan yang sebaya dengan kedua pemuda tadi mengangguk sebagai jawaban. Meski jelas sekali sikapnya yang sedang menggigiti kuku menandakan bahwa dia sama cemasnya dengan dua pemuda itu. Dia khawatir sekali pada perempuan yang sedang berusaha melahirkan bayi dalam kandungan di dalam sana. Dia juga tak ingin calon ibu muda itu meninggal dunia di saat sedang berjuang melahirkan. Tidak di usianya yang masih remaja itu.

Perempuan yang sedang bersalin di dalam sana memang terlalu muda untuk mendapatkan panggilan ‘ibu’. Juga tidak seseharusnya meninggal dunia di usia yang belum genap tujuh belas tahun. Terlebih perempuan itu belum mengecap bahagia yang seharusnya dia rasakan. Apalagi dia belum mengejar mimpi-mimpinya dengan benar.

“Dia harus selamat,” gumam pemuda yang duduk di kursi di samping perempuan tadi. “Harus...” desisnya.

“Seandainya aku memaksanya menikah denganku dulu, aku pasti bisa masuk ke dalam dan menyemangatinya. Meski anak yang dikandungnya bukan anakku, aku siap merawatnya dengan baik!” kata pemuda yang berdiri tadi.

Kalau itu membuatnya bisa selamat dan terus hidup, aku pun siap, batin pemuda yang sedang duduk. Dia mungkin tidak seekspresif pemuda yang berdiri itu. Tapi dia menjamin rasa sayang yang dia miliki untuk perempuan di dalam sana sama besarnya dengan pemuda itu. Dan rasa takut kehilangan yang sedang mengancam membuatnya semakin kalut.

Tuhan, tolong selamatkan dia... Lalu ijinkanlah dia berbahagia...

Hujan Kemarin Karya Orina Fazrina (Telah terbit)Where stories live. Discover now