61. Hukuman Yang Mengerikan

5.7K 556 225
                                    

Aku berjalan menuju rumah dengan keadaan lesu dan tak bersemangat sama sekali. Mungkin saat ini Lestia sedang berada di kota mengurus anak-anak bersama Filina. Sampai di rumah, aku merebahkan diri di atas sofa panjang yang terdapat di ruang tamu. Tas sekolah kuletakkan di atas meja dan kututup mataku sambil menghela nafas berat nan panjang.

“Sialan, bisa-bisanya ia menggunakan cara itu untuk memaksaku.”

Pikiranku saat ini sedang kacau karena hukuman yang Sirius berikan padaku. Aku mempunyai 2 pilihan, menerimanya dengan lapang dada atau menolaknya. Bisa saja aku menolak hukuman yang akan ia berikan padaku itu, tapi... ini pilihan yang sulit.

Ketika pikiranku berpusat di antara kedua pilihan tersebut, suara pintu terbuka. Itu adalah Lestia yang baru saja kembali dari kota.

“Kamu sudah pulang, Ibane?”

“Yah... begitulah...”

Kemudian ia berjalan dan duduk di sofa seberangku. Seperti biasa, ia nampak cantik bagaimanapun kau melihatnya. Ngomong-ngomong, Filina tidak kembali bersamanya, mungkin ia masih di kota untuk menjaga mereka. Lestia mendesah pelan, lalu ia melihatku dengan senyum sinis.

“Kenapa suaramu seperti sedang kesulitan? Apa hukuman dari Sirius-sensei terlalu berat untukmu?”

“Bisa dikatakan begitu...”

“Eh?”

Saat aku menjawabnya, ia terkejut. Aku meliriknya sedikit dan terlihat bahwa ekspresinya bingung dan terkejut. Kenapa kau berekspresi seperti itu?

“Apa kau bercanda?”

“Tidak, hukuman ini benar-benar berat dan menyiksaku.”

Karena aku menjawabnya dengan serius, ia lebih terkejut lagi. Mungkin ia mengira aku sedang bercanda, tapi jawabanku 1000% serius, sangat serius, tak ada unsur bercanda sedikit pun di dalamnya. Ia memasang ekspresi rumit kali ini, tapi disertai juga rasa penasaran dan ketidakpercayaan di matanya.

“Memangnya apa yang sulit dari hukuman itu? Apa kau disuruh berlari mengelilingi pulau akademi sebanyak 100 kali?”

“Bukan.”

“Disuruh mengangkut batu dari gunung Wilesh?”

“Bukan.”

“Disuruh...”

Beberapa tebakan lainnya ia lontarkan terus menerus, tapi jawabannya tetap sama seperti tebakan pertama. Tak ada satu tebakan pun yang mendekati apa yang sebenarnya menjadi hukumanku. Setelah tebakan ketiga puluh, ia menyerah.

“Aku menyerah, beritahu aku apa hukumannya.”

Ia menghela nafas panjang dan menjatuhkan dirinya juga di sofa, sama sepertiku. Apa harus kuberitahu? Sepertinya begitu, jika tidak, ia pasti akan marah.

“Baiklah. Sebenarnya aku diberi pilihan untuk menerima atau menolaknya.”

“Kau pasti menolaknya kan?”

“Tidak, aku menerimanya.”

“Hah!?”

Ia tersentak bangun dari sofa, padahal belum ada 1 menit sejak ia berbaring di atasnya. Yah, itu adalah hal yang bodoh. Diberi pilihan menerima atau menolak dalam sebuah hukuman yang akan diterima, dan yang kupilih adalah menerimanya. Bukankah itu hal yang sangat bodoh?

“Kenapa kau menerima hukumannya? Bukankah kau dapat menolaknya?”

“Tadinya sih aku ingin menolaknya saat itu juga, tapi jika aku menolak, maka rahasia kekuatanku akan disebar olehnya.”

Restart For New Life In Another World : Vol 3 [END]Where stories live. Discover now