1a

43.8K 2.8K 79
                                    

Rachles melepas kacamata hitamnya lalu mengaitkan benda itu di kerah kaos yang tertutup jaket denim. Mata cokelat keemasan milik Rachles menyapu sekeliling bandara yang menjadi tempat terakhir yang dipijaknya di negara itu lima tahun silam.

Ya, sudah lima tahun berlalu sejak terakhir kali Rachles berada di negara itu. Tempat kelahirannya. Dia memutuskan pergi karena tidak sanggup menahan luka akibat patah hati.

Sudah tak terhitung lagi berapa kali orang tua Rachles membujuknya pulang. Namun Rachles selalu menolak dengan berbagai alasan. Saat itu dia masih takut berhadapan dengan sumber sakit hatinya. Rachles takut tidak bisa menahan diri lalu membawa kabur kakak ipar yang sudah mencuri hatinya di pertemuan pertama mereka.

Kini setelah lima tahun berlalu, Rachles merasa yakin bahwa rasa cinta untuk sang kakak ipar sudah tidak lagi ia rasakan. Senyum yang biasa mengganggu malamnya itu sudah tidak lagi terbayang. Mata hitam teduh itu tidak lagi mengganggu tiap detik waktu yang Rachles lalui.

Ya, Rachles yakin bidadari cantiknya tidak akan bisa lagi mempengaruhi hatinya.

Ponsel Rachles bergetar ketika ia baru saja mencapai pintu bandara. Dia mengeluarkan ponsel dari saku celana lalu memeriksa caller id.

Razita Reeves. Satu-satunya anak perempuan di keluarga Reeves hingga membuatnya paling dimanja.

"KAKAK DI MANA?! Demi Tuhan di sini panas sekali. Kakak mau membuat kulitku gosong, ya?"

Razita lebih muda enam tahun dari Rachles. Kalau tidak salah hitung, seharusnya wanita itu berusia dua puluh lima tahun sekarang. Tapi lihat! Tingkahnya masih seperti remaja belasan tahun yang hanya peduli pada penampilannya.

"Kakak tidak memintamu menjemput, Rara." Sahut Rachles cuek.

"Kalau bukan wanita tua itu yang menyuruh, aku juga tidak mau keluar rumah di cuaca sepanas ini."

"Hei, sejak kapan kau menyebut Mama seperti itu?"

"Bukan Mama. Nenek."

Salah satu alis Rachles terangkat. "Kau terdengar kesal. Apa Nenek melarangmu melakukan sesuatu?"

Rachles masih ingat betul seperti apa kepribadian Mikaela Reeves. Wanita yang usianya sudah mencapai tujuh puluh tahunan itu sangat teguh memegang prinsip-prinsip dalam keluarga Reeves. Dia bisa jadi sangat kejam jika itu berhubungan dengan keyakinan dalam keluarga Reeves secara turun temurun.

"Nenek tua itu memaksaku memutus hubungan dengan kekasihku." Nada suara Razita terdengar merajuk.

"Pasti ada alasannya."

"Alasannya membuatku ingin memukul kepala Nenek dengan palu."

Rachles hanya bisa geleng-geleng kepala karena ucapan Razita. "Kita lanjutkan pembicaraan nanti di mobil. Kakak hendak menyeberang jalan di depan bandara."

Mikaela memang orang yang kaku dan sangat sulit menunjukkan kasih sayang. Tapi dia selalu mendahulukan kepentingan anak dan cucunya. Karena itu semua anggota keluarga Reeves sangat menghormati dan menyayangi Mikaela.

Sepertinya lima tahun sudah banyak mengubah keadaan.

Dulu meski Nenek tidak memanjakan Razita seperti yang dilakukan Kakek, adiknya itu tidak pernah berkata buruk mengenai Nenek. Dia juga menyayangi dan menghormati seorang Mikaela. Entah apa yang sudah terjadi selama kepergian Rachles. Sepertinya sangat buruk hingga membuat kekesalan Razita tetap melekat meski sudah cukup jauh dari rumah.

Beberapa menit berlalu, Rachles sudah mencapai tempat Razita memarkir mobil. Dia mengabaikan wanita yang bersandar di kap mobil dengan raut kesal lalu membuka pintu belakang dan memasukkan tas besarnya. Kemudian masih tanpa kata, Rachles masuk ke sisi pengemudi sementara Razita duduk di sebelahnya.

His Smile (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang