9a

24.3K 2.4K 206
                                    

"Pulang?" tanya Liana dengan mata panas. Dia meletakkan sendok di tangannya karena mendadak selera makannya hilang. "Pulang ke mana? Bukankah di sini rumahmu?"

Liana sudah berusaha keras tidak meluapkan kecemburuannya. Dia bahkan tidak mengatakan apapun pada Raynand begitu mereka pulang dari perusahaan. Tapi pagi ini, kemarahan dan kecemburuan Liana tersulut mendengar Raynand berkata hendak pulang.

Jangan bilang Raynand masih menganggap Fiera adalah tempatnya pulang. Lalu dirinya apa? Tempat hiburan?

Kening Raynand berkerut karena nada bicara Liana. Dia menghentikan aktivitas menyantap sarapan lalu mendongak menatap wanita itu. "Kenapa kau bertanya begitu? tidak biasanya kau mempermasalahkan hal sepele seperti ini."

"Hal sepele, ya?" terdengar jelas nada terluka dalam suara Liana. "Yah, sepertinya karena selama ini aku selalu menganggap sepele apapun yang berhubungan dengan kau dan keluargamu, lalu kau bisa tega berciuman dengan Fiera di depanku."

Raynand menyandarkan punggung lalu melipat kedua tangan di depan dada. Tatapannya tajam mengarah pada Fiera. "Seharusnya kau cari tahu dulu apa yang Fiera katakan padaku sebelum dia menciumku."

"Jangan bilang dia mengancammu." Mata Liana berkaca-kaca.

"Dia memang mengancamku!" seru Raynand kesal. "Dia berkata akan mencincangmu di depan seluruh pegawai perusahaan."

Liana tertawa sumbang. "Dan kau percaya Fiera berani melakukan itu? Atau itu hanya akal-akalanmu?"

Bibir Raynand terkatup rapat menandakan dia tidak suka mendengar tuduhan Liana. "Kekejaman dalam sorot mata Fiera yang membuatku kaget hingga tidak sempat menghindari ciumannya. Fiera yang kukenal adalah wanita lembut, bukan kejam seperti itu." Raynand masih berusaha menjelaskan. "Saat aku keluar dari ruang rapat, tampaknya kau hanya berdua bersama Fiera. Apa dia tidak mengatakan sesuatu?"

Sejak kemarin Raynand memang ingin menanyakan hal ini. Mengingat Fiera berani mengancamnya seperti itu, bukan mustahil dia juga mengatakan sesuatu yang buruk pada Liana. Tapi karena sikap Liana tidak berubah, Raynand tidak lagi mempermasalahkannya. Kini melihat Liana ingin menangis dan menuduh macam-macam hanya karena dirinya berkata hendak pulang, sepertinya Fiera memang mengatakan sesuatu.

Liana mengalihkan pandangan dari Raynand saat air matanya mengalir. Tidak bisa dilukiskan betapa sakit hati Liana akibat kata-kata Fiera.

Raynand berdiri lalu pindah duduk di kursi samping Liana. Dia meraih tangan Liana, mengecup jemarinya sejenak kemudian menghapus air mata di pipi kekasihnya itu. "Bicaralah." Raynand berkata lembut. "Dia pasti sudah sangat menyakiti hatimu. Aku ingin kau berbagi dan tidak memendamnya seorang diri."

Mendengar kata-kata lembut Raynand, tangis Liana pecah. Dia menjatuhkan kepala di dada Raynand, memeluk lelaki itu erat.

"Ssstt." Raynand mendekap kepala Liana sambil sesekali menanamkan kecupan di puncak kepala wanita itu.

"Dia—" Liana terisak. "Dia bilang kau tidak mencintaiku karena sampai sekarang kau belum menceraikannya dan menikahiku." Kemudian Liana mendongak hingga tatapan mereka beradu. "Apa itu benar?"

"Aku sudah mengatakan alasannya padamu berulang kali. Apa kau tidak percaya padaku?" tanya Raynand lembut.

"Raynand, jika alasannya karena kekayaan, aku tidak keberatan hidup miskin asalkan bersamamu."

"Bukan hanya itu, Liana. Aku juga ingin kau mendapat pengakuan dari keluargaku."

"Aku tidak peduli itu. Walau mereka menghinaku sebagai pelacur, tidak masalah. Yang kuinginkan hanya kau. Kita hidup bersama." Kini Liana mengatupkan kedua tangan di depan dada dalam posisi memohon.

His Smile (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang