Chapter 19

1.4K 105 6
                                    

Hinata segera keluar menuju depan gerbang apartemennya untuk menunggu taxi. Sesampainya di depan, tak ada taxi satu pun yang melintas. Sebuah mobil sedan berwarna ungu berhenti tepat di depan Hinata. Kaca mobil itu terbuka dan memperlihatkan si pengemudi mobil. Seorang gadis cantik.

"Hinata? kenapa kau berada disini?" Tanya Sakura. Hinata terkejut.

"Hinata, apa kau masih mengingatku?" Tanya Sakura.

"A-aku masih mengingatmu, Sakura." Jawab Hinata.

"Ini terkesan sangat kaku. Hinata, sudah lama tidak mengobrol. Bagaimana kalau kita makan saja? Aku akan mentraktirmu.'' Ucap Sakura yang tidak enak dengan kecanggungan ini.

"Baiklah, A-aku pun juga berencana untuk mencari makanan." Ucap Hinata sambil tersenyum tipis.

''Kalau begitu masuklah." Ucap Sakura. Hinata segera masuk kedalam mobil Sakura.

"Arigato, Sakura." Ucap Hinata setelah duduk di kursi depan dan Sakurapun melajukan mobilnya menuju kafetaria terdekat.
















Hinata dan Sakura kini telah duduk di salah satu meja yang berada di kafetaria. Hinata dan Sakura kini sedang memakan sebuah roti sandwich ditemani dengan sebuah susu coklat dingin didepannya. Sakura menatap sendu kearah Hinata yang tengah mengunyah sandwichnya.

"Hinata, salahkah bila aku ikut campur dalam urusanmu yang satu ini? Aku hanya ingin membantu." Batin Sakura.

Hinata melihat Sakura yang menatapnya hanya berwajah bingung. Hinata menelan sandwichnya lalu menatap kearah Sakura.

"Ada apa, Sakura?" Tanya Hinata heran.

"Eh." Sakura tersentak. "Sebaiknya aku mencoba membantu meringankan beban di hatinya." Batin Sakura.

"Hinata, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Tanya Sakura.

"Hm... Kau ingin bertanya apa, Sakura?" Tanya Hinata bingung.

"Maaf, bukannya aku ingin ikut campur dalam masalah ini." Ucap Sakura bingung harus memulai pembicaraan.

"Apa kau memiliki perasaan pada Menma?" Tanya Sakura. Seketika wajah Hinata berubah menjadi sedih. Hinata hanya menggelengkan kepalanya.

"Uhm." Sakura mengangguk.

"Aku berusaha bisa bersikap pada Menma-kun, tapi aku tidak bisa." Ucap Hinata memberi jeda.

"Sepertinya sudah tidak mungkin aku menyimpan perasaan ini." Ucap Hinata kembali memberi jeda.

"A-aku masih memiliki perasaan pada Naruto-kun. Aku mencintainya, namun ini adalah kesalahan. Dia pergi meninggalkanku sekarang." Ucap Hinata tersenyum pahit.

"Semua perasaanku pada Menma-kun adalah kesalahan. Selalu aku coba untuk perbaiki namun tiada hasil." Ucap Hinata.

"Tidak ada yang salah dengan perasaan cinta, Hinata." Ucap Sakura.

"A-ku telah merusaknya. Aku merusak persaudaraan mereka.'' Lanjut Hinata.

"Bolehkah aku tahu sejak kapan kau dan Naruto merenggang?" Tanya Sakura.

"Sejak lama. Sejak kuliah dulu,Sakura." Ucap Hinata kini mulai mengendalikan perasaannya agar tidak menangis lagi.

''Aku ingin bertemu dengan Naruto-kun, Sakura.''

"Kau akan menyelesaikan dengan segera, Hinata. Kau akan bertemu dengan Naruto.'' Ucap Sakura dengan nada serius.

''Bagaimana mungkin? Naruto sudah pergi.'' Jawab Hinata dengan menunduk.

''Satu minggu lagi adalah hari pernikahanku dengan Sasuke-kun. Naruto berjanji akan datang. Kau mungkin akan bertemu dengannya. Aku harap kau bisa memperbaiki semuanya.'' Hinata terkejut dan lalu tersenyum ketika mendengar apa yang dikatakan Sakura. Hinata mengangguk. Ya, setidaknya ada harapan untuknya.



















Dua hari setelah kedatangan Naruto ke New York, Tsunade menagih janji keponakannya itu untuk menemani periksa kandungan di rumah sakit.

Karena Jiraiya selalu ingin memberikan yang terbaik untuk keluarganya, dia pun tak tanggung-tanggung meminta Tsunade untuk periksa di medical center ternama di negeri Paman Sam itu.

"Senyum, Naruto Senyum." Pinta Tsunade lagi setelah merasa cukup jengah melihat raut kegalauan Naruto.





Tap tap tap tap tap...




Semua mata melirik pada Naruto. Meskipun ekspresinya saat ini jauh dari kata senyum, tapi nilai 'Tampan' yang dimilikinya sama sekali tidak luntur. Merasa diperhatikan, Naruto agaknya mulai canggung dengan tatapan orang-orang sekitarnya. Terutama ketika Tsunade mengatakan "Tunggu disini saja." Naruto merasa makin tidak nyaman dengan keadaan sekeliling, karena dia paling tidak bisa ditinggal sendirian di tempat asing.

'Ck, aku akan menunggu di lobby saja.' Ia bergegas meninggalkan mesin kopi. Tak henti-henti Naruto mencari tempat duduk di lobby sembari menunggu Baasannya selesai periksa kandungan. Ia mengawasi setiap gerak-gerik manusia yang lewat di depannya. Ada yang berwajah panik, bahagia, marah, bahkan menangis, semua ekspresi ditemukannya lengkap di rumah sakit.






Drtttt...Drrtttt...





Tatapan mata Naruto teralih pada layar ponselnya yang bergetar. 1 pesan diterimanya.










From : Teme

Dobe, satu minggu lagi aku akan menikah. Kau telah berjanji untuk datang. Aku menunggu kau.










Naruto meletakkan kasar ponselnya ditempat duduknya. Naruto menunduk. Ia mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangannya. Baru saja ia sudah akan menikmati suasana New York yang jauh dari bayang-bayang Menma dan Hinata, karena janji persahabatan ia harus datang.






















Bersambung...







Chap 19 up,,, Yeaayyyyy...

Apakah Naru akan kembali?

Tunggu lanjutannya ya? Voment..Voment...

TeruskanlahWhere stories live. Discover now