Nasi Goreng

2.5K 251 8
                                    

"Selamat ya, Pak Syarif. Semoga dengan menjadi nya bapak sebagai kepala sekolah, membuat perubahan yang lebih baik lagi untuk sekolah ini, termasuk siswanya juga." ucap Pak Sholeh, guru terakhir yang menyalami dan memberi ucapan selamat pada Syarif setelah rapat sore itu, menghasilkan keputusan yang mufakat bahwa Syarif lah yang menjadi kepala sekolah setelah Pak Alan dipindah tugaskan ke sekolah lain.

"Terimakasih, Pak. Insyaallah saya akan menjalankan amanat ini dengan sungguh-sungguh." jawab Syarif. Dan, Pak Sholeh pun ijin untuk pulang. Tinggal Aisya yang sengaja baru keluar dari ruang rapat. Perempuan itu tersenyum simpul pada suaminya.
"Darimana saja kamu?" tanya Syarif saat baru melihat istrinya.

"Sengaja aku baru muncul dan menjadi yang  terakhir ngucapin, agar ucapan ku berbeda dari yang lainnya." jawab Aisya, dia mengambil dan membawa tas Syarif yang semula dipegang laki-laki itu.

"Memangnya bagaimana ucapanmu?" tanya Syarif yang berjalan karena mengikuti Aisya.

Aisya berbalik untuk melihat Syarif, "Tapi aku malu." jawab perempuan itu.

"Humairakuuu.." Syarif mewanti-wanti, perempuan itu masih sering malu pada suaminya sendiri.

"Oke okee. Gini, selamat ya suamiku. Semoga kamu menjadi bapak kepala sekolah yang bijaksana, dan nggak galak sama muridnya." ucap Aisya sembari menggandeng tangan Syarif, dia melihat sekitar sudah sepi jadi Aisya bebas melakukannya.

"Cuman gitu?" tanya Syarif sembari mencubit pipi Aisya, yang sekarang sering menjadi obyek menggemaskan bagi Syarif.

"Kan ucapannya sudah berbeda dari yang lain, suamiku." jawab Aisya. "Tapi, harus kamu tau, aku akan selalu ada disampingmu, aku akan selalu ada untukmu, aku akan membuatmu merasa bahwa aku bisa diandalkan untuk membantumu. Aku mencintaimu." ucapnya lagi yang membuat Syarif tersenyum simpul.

"Kamu sudah melakukan itu semua. Jadi, tidak ada kata 'akan'." ucap Syarif yang jauh lebih membuat Aisya meleleh.

"Aaakh, kok jadi aku yang meleleh sih, Kak." perempuan itu bersender dipundak Syarif, menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Tuh tuh, humairakuu.. Pipimu mulai bereaksi lagi." ucap Syarif sembari tertawa. Dan alhasil, lengannya mendapat pukulan kecil dari Aisya.

"Ngeselin tau nggak." ucap Aisya. "Oke, sekarang. Traktir dooongs." rengeknya.

"Salah. Harusnya kamu yang masak buat aku." ucap Syarif.

"Kamu tau kan, kemarin aku nyoba buat bikin nasi goreng, ini hanya nasi goreng loh, bumbunya aja bumbu yang udah jadi, tapi gosong, gagal Kak. Gagal." gerutu Aisya.

Syarif tertawa, dia mengusap-usap puncak kepala Aisya. "Itu kan kemarin? Kemarinnya lagi kamu pernah masak air, dan kamu berhasil kan? Itu artinya kamu bisa masak. Mungkin kemarin kebetulan aja nasi goreng nya gosong." ucapnya.

"Plis deh, Kak.. itu air, siapa sih yang gak bisa masak air? Anak kecil aja pasti bisa."

"Kamu kan memang anak kecil." ucap Syarif yang Aisya berpikir suaminya sedang ngajakin ribut.

"Suamikuuu," sekarang ganti Aisya yang mewanti-wanti Syarif agar tidak memulai mendebatnya.

"Oke oke. Aku akan membantumu memasak, jadi, biarpun nanti gosong aku gak terlalu kecewa, karna itu hasil ku juga." ucap Syarif.

"Tuh tuh, kamu ih."

Syarif tertawa, "Maaf-maaf, pokoknya aku mau di masakin. Dan, aku mau masak sama kamu."

"Oke deh. Kamu mau di masakin apa?" tanya Aisya.

"Mmm," Syarif pura-pura berpikir. "Masakan yang kemarin gosong aja deh." godanya lagi. Dan saking kesalnya, Aisya mencubit lengan suaminya itu.

Warna di Selat GibraltarTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon