Keguguran

1K 139 19
                                    

Nahda datang dengan Iqbal, mereka melihat Syarif sangat khawatir yang sesekali melihat kedalam ruangan yang ada Aisya disana, perempuan itu terlihat meringis kesakitan.

"Kamu akan baik-baik saja, Sayang." Syarif ingin menangis melihat Aisya yang kesakitan. Entah apa yang terjadi, kenapa tiba-tiba darah begitu banyak keluar dari tubuh Aisya.

"Dia akan baik-baik saja, percayalah Nak." Ucap Iqbal, membuat Syarif terhenyak. Kemudian laki-laki itu pun menyalami kedua mertuanya tersebut, dan ternyata ada kedua orang tuanya juga.

Tidak lama kemudian dokter keluar dari ruang yang sejak tadi menjadi pusat perhatian mereka. "Saya bisa bicara dengan suami dari Bu Aisya?"

"Bisa, saya suaminya Dok." Jawab Syarif langsung.

"Mari Pak, ikut keruangan saya."

Kedua orang itu pun masuk kedalam ruang yang tidak jauh dari ruang tempat Aisya ditangani.

Diatas meja terdapat papan nama "Zahirah Warna Sp.OG", kemudian pemilik nama tersebut berjalan kearah kursinya untuk berbicara dengan Syarif yang sudah sangat khawatir sejak tadi.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya perempuan itu yang membuat Syarif mengernyitkan alis. "Apa sudah lupa dengan namaku?" Tambahnya lagi yang membuat Syarif semakin bingung.

Bukan masalah nama atau siapa dokter tersebut, Syarif hanya ingin tau keadaan istrinya. "Bisakah langsung pada intinya, Dok? Apa yang terjadi dengan istri saya?"

Syarif tidak suka berbelit-belit, apalagi masalah penting seperti ini.

Perempuan itu pun berdehem untuk membenarkan sikapnya, kemudian tersenyum ke arah Syarif lagi. "Mohon maaf, begini Pak Syarif, sebelumnya apa anda dan istri anda tau bahwa ada janin dalam kandungan istri anda?" Tanya dokter itu.

"Janin? Maksud Dokter, istri saya sedang hamil?" Syarif masih ingin memastikan, jika iya dia sangat bersyukur karena sekian lama impian mereka akhirnya terwujud.

"Sebelumnya seperti itu, tapi janin yang diperkirakan berusia 3 minggu tersebut mengalami keguguran. Dan istri anda harus segera dikuret." Ucap perempuan itu.

Syarif mengusap wajahnya, ada rasa sedih disana, tapi laki-laki itu berusaha tegar. Dia berusaha berbaik sangka, bahwa Allah memperingati mereka untuk selalu menjaga anugerah yang diberikan-Nya.

"Yang sabar ya, Pak Syarif. Saya juga ingin memberitahu anda, sebenarnya istri anda memiliki Sindrom Polikistik Ovarium atau disebut PCOS, yaitu ketika ovum atau sel telur pada perempuan tidak berkembang secara normal karena ketidakseimbangan hormon. Hal ini dapat menyebabkan periode menstruasi yang tidak teratur disertai pembentukan kista multipel pada ovarium.." Jelas perempuan itu yang menjadi Syarif ingin memeluk Aisya sekarang juga, dia tidak ingin berita itu melukai hatinya.

"PCOS yang tidak ditangani bisa mengakibatkan penderitanya sulit untuk hamil atau mandul karena sel telur tidak dapat dilepaskan. Namun syukur Alhamdulillah, istri anda menjadi perempuan dengan PCOS yang dapat hamil. Meskipun banyak resikonya, seperti melahirkan bayi secara prematur, tekanan darah tinggi, mengalami diabetes gestasional, dan sangat rentan keguguran seperti yang istri anda alami sekarang."

Syarif masih ingat betul bagaimana Aisya kesakitan, dan itu tidak diinginkan Syarif terjadi lagi.

"Apa itu artinya kami tidak bisa punya anak?" Tanya Syarif penuh hati-hati.

"Bisa Pak, hanya saja kalian harus benar-benar menjaga kandungan tersebut. Atau kalau tidak, akan terjadi keguguran lagi jika masih belum melewati 5 bulan. Karena saat kandungan berusia 5 bulan lebih, janin sudah mulai kuat dan tidak rentan keguguran." Jelasnya lagi.

Syarif mengangguk paham, "Baik, terimakasih Dokter. Saya permisi keluar." Laki-laki itu pun keluar ruangan, ingin sesegera mungkin menghampiri Aisya.

***

Setelah dilakukan kuret, Aisya dipindahkan keruang rawat. Syarif disana, disamping perempuan yang masih terbaring karena obat bius.

Syarif tidak lepas membacakan sholawat untuk sang perempuannya yang banyak menyita kekhawatiran. Entah kenapa rasa takut itu menyeruak tiba-tiba, bagaimana jika Aisya tau kenyataan bahwa kandungannya lemah.
Syarif janji tidak akan mengatakan apapun dulu pada istrinya itu.

Malam pun tiba, tinggal Syarif yang berada diruangan itu untuk menjaga Aisya. Matanya tidak terasa ikut terlelap dan tertidur disamping Aisya.

Sesuatu tiba-tiba menyentuh pipi laki-laki itu dan membangunkannya, Syarif pun terhenyak dan berharap Aisya sudah sadar. Tapi ternyata Aisya masih terbaring. Lalu siapa yang menyentuh pipinya?

"Maaf, saya gak sengaja." Suara itu muncul disampingnya, dan dia menemukan dokter yang tadi merawat Aisya.

"Tidak apa-apa. Ada yang bisa dibantu? Kenapa Dokter disini?" Tanya Syarif, apalagi perempuan itu menyentuh pipinya.

"Tadi saya membenarkan infusnya Bu Aisya, tapi gak sengaja mengenai Pak Syarif." Ucapnya. "Setiap malam saya memang membantu perawat untuk cek pasien. Kalau begitu saya permisi."

Syarif mengangguk, dan kembali fokus ke Aisya. Dan tanpa disadarinya Aisya mulai membuka mata, dengan mengerjap perempuan itu membenarkan pandangannya. "Kak," Aisya menguarkan airmata yang membuat Syarif khawatir.

"Kenapa Sya? Ada yang sakit?" Digenggamnya jemari perempuan itu.

Namun jemari yang tadinya digenggam, beralih mengusap pipi Syarif. "Maafkan aku, Kak. Aku gagal menjadi istri yang baik."

"Apa yang kamu bilang ha? Kamu adalah istri terbaikku."

"Aku keguguran kan, Kak? Kandunganku lemah, dan aku sulit hamil. Benar kan? Apa itu pantas aku disebut istri terbaik?"

Syarif bingung, belum juga dia memberitahu, tapi kenapa Aisya sudah tau?

"Dengar, aku gak peduli itu, asal kamu baik-baik saja. Anak adalah titipan dari Allah, jika kita belum dikaruniai olehNya, itu artinya kita masih perlu banyak belajar dan membenahi diri agar menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak kita nanti." Ucap Syarif coba menenangkan.

Siapa yang telah memberitahu Aisya? Padahal Syarif tidak mau membahas ini dulu, yang terpenting adalah kondisi Aisya harus membaik.

"Kenapa aku selalu menyusahkanmu, Kak?"

"Aku nggak suka kalo kamu mulai kayak gini." Ucap Syarif.

"Aku takut." Ucap perempuan itu.

"Kamu baru sadar, kamu harus banyak istirahat. Dan aku gak mau bahas ini. Kondisi kamu harus membaik dulu." Syarif mengalihkan pembicaraan.

"Aku takut kehilanganmu," Aisya masih meneruskan ucapannya.

"Aisya." Syarif memperingati, dia mengusap puncak kepala Aisya.

Aisya merentangkan tangannya kearah Syarif, dan tau apa yang dimaksud istrinya, Syarif pun langsung memeluk Aisya dan memberi kehangatan untuk perempuan yang akan selalu berusaha dibahagiakannya.

Aisya semakin menangis sesenggukan, setelah seluruh pekerjaan rumah dihandle oleh Syarif, sekarang untuk memberikan anak saja Aisya gagal.

"Kenapa aku selalu menyusahkanmu." Ucapnya lirih yang tidak dibalas ucapan oleh Syarif, laki-laki itu hanya mengeratkan pelukannya.

Syarif tidak peduli, dia hanya ingin hidup bahagia dengan Aisya, setelah selama ini perjalanannya terasa sulit. Anak adalah titipan seperti yang diucapkannya, diberi atau tidak itu kehendak Allah.

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sedang memperhatikan mereka. Dan mata tersebut meneteskan airmata atas keteguhan dua orang didepannya.

-

Hai haiii. Kembali lagiii.

Maafkeun jarang update cerita ini. Ditunggu kelanjutannya aja ya.
Aku up kalo votenya 100+ ya, daaan jangan lupa tinggalin komennya biar aku semangaaat wkwk

Regards,

Umi Masrifah

Warna di Selat GibraltarWhere stories live. Discover now