Dimasakin nasi goreng

1.1K 135 22
                                    

"Aku masakin nasi goreng lagi ya, Kak?" Ucap Aisya setelah masuk bersama Syarif kedalam rumah. Setelah banyak sekali wejangan yang dia dapat dari suaminya, Aisya akhirnya sadar atas kesalahannya.

Bukan waktunya mempermasalahkan amanah Faruq disaat semua orang masih berduka. Ada saatnya nanti, dan bukan sekarang.

"Kamu ganti baju aja, aku gak mau ambil resiko." Jawab Syarif meletakkan kunci mobilnya diatas meja.

"Resiko apa Kak?" Aisya yang tadinya hendak berjalan menuju dapur, segera berbalik untuk menanyakan jawaban Syarif. "Tenang aja, baju ini nggak menggangguku masak kok. Tenang yaa sayangkuh, cintakuh yang terenyoi." Tambahnya sembari mencubit pipi laki-laki yang sudah ada disampingnya itu.

Syarif pun bergidik ngeri mendengar ucapan baru istrinya yang semakin absurd, tapi laki-laki itu tidak mempermasalahkannya. "Bukan karna baju, Humairahku. Tapi telur di dapur tinggal 2 biji, kalo percobaan masakmu gagal lagi, kita harus ke supermarket untuk beli." Jelas Syarif mengenai kekhawatirannya. "Jadi, kamu lebih baik ganti baju aja. Aku yang masak." Ucapnya yang lebih dahulu melangkah ke arah dapur.

Namun lengannya terasa dipegang oleh perempuan di belakangnya.

"Kak, aku ingin melayanimu. Bukan kamu yang melayaniku seperti ini." Gerutu Aisya yang selalu merasa tidak enak setiap pekerjaan yang harusnya dia lakukan, malah dikerjakan oleh Syarif, yang notabenenya adalah seorang suami.

Syarif menarik balik lengan perempuan itu hingga mendekat kearahnya, diusapnya pipi Aisya sembari tersenyum, kemudian beralih ke kening perempuan itu yang berkeringat. "Inilah yang menjadi bukti bahwa kamu telah melayaniku. Memberikan semua apa yang aku inginkan, mengerjakan pekerjaan rumah, bukanlah satu-satunya cara untuk melayaniku sebagai suamimu, Sya. Dengan kamu bersamaku, senyummu, itu juga termasuk kamu melayaniku." Ucap Syarif yang membuat Aisya meleleh. Kenapa laki-laki sekarang sering berucap kata-kata puitis, sangat berbanding terbalik dengan di masa lalu.

Tapi sebenarnya Aisya tidak meragukan laki-laki itu dapat merangkai kata seindah itu, masih ingat betul sewaktu SMA hingga sekarang, Syarif adalah penulis terkenal dengan novel-novel best sellernya. Lalu siapa yang akan meragukannya jika masalah berkata puitis? Akh, Aisya baru kali ini mendengar sebenarnya.

"Kak, bulu kudukku berdiri semua." Celetuk Aisya yang langsung merubah suasana romantis itu menjadi penuh gelak tawa. Syarif menertawakan perempuannya itu yang melongo kebingungan. "Kok ketawa sih?"

"Kamu ya, baru dibilangin gitu udah meleleh." Syarif masih tidak habis tertawa.

"Kak apanya yang lucu?" Perempuan itu tiba-tiba jadi gregetan. "Hmm." Jari telunjuknya ditusuk-tusuk ke lengan laki-laki itu supaya tidak tertawa lagi.

"Kamu lucu, Humairahkuu." Dicubit pipinya hingga perempuan itu kesakitan. "Melihat ekspresimu tadi, perutku jadi geli."

"Ya Rabb, suami apaan." Gerutu Aisya berbalik ke arah kamarnya. "Yaudah aku ganti baju aja. Kita makan diluar hmm."

Melihat istrinya melangkah kedalam rumah, Syarif sedikit bisa menetralkan tawanya.

***

Setelah ganti baju yang lebih santai, dengan kaos panjang dan kerudung berwarna hitam, lalu rok berwarna abu-abu muda, Aisya keluar kamar sembari memanggil Syarif yang dari tadi perempuan itu tidak tau kemana.

"Kak, Kak Monster Senjakuuu, suami tersayang, tercinta, terenyoikuu. Dimana kamu?"

"Kaaaak.. Kamu dimana? Aku mencarimu, sayang."

Suaranya menggema didalam rumah, namun tidak ada yang menyahut.

"Masak iya, Kak Syarif digondol tante samping rumah." Bisik perempuan itu.

"Enak aja." Suara itu muncul disamping Aisya hingga perempuan itu terjengkit kaget.

"Akh mesti deh ngagetin." Gerutu perempuan itu.

"Mau nih aku digondol tante samping rumah?" Gerutu balik Syarif.

"Ya kagak lah." Balasnya sembari berayun merayu laki-laki itu.

"Ayo ke ruang makan. Udah ada nasi goreng..."

"Loh kamu masak tadi?" Ucap Aisya kaget, dia langsung mengendus tubuh laki-laki itu yang bau keringat kesukaannya. "Akh, Kaaak. Kenapa kamu yang masak siiih."

"Gak ada protes. Ayo." Ucapnya sembari menarik Aisya untuk ikut ke ruang makan tanpa banyak bicara.

Setelah sampai dimeja makan, mata Aisya berbinar-binar. "Meskipun udah berapa kali aku kamu masakin, Kak. Aku tetep ngiler liatnya."

"Jangan mulai lebaynya." Syarif mengambil piring sembari mengisinya dengan nasi goreng dan telur yang sudah dipotong kecil-kecil. Kemudian diletakkannya dimeja depan Aisya.

"Liat, aku udah kayak ratu aja." Gerutu Aisya.

"Memang. Sudah lah, kamu terus saja memancingku untuk berkata puitis. Aku gak suka. Cepat makan gih." Ucap Syarif. Tangannya tiba-tiba diraih oleh Aisya.

"Kak, jangan biasakan seperti ini. Aku malah akan terbiasa, dan membiarkanmu melakukan sesuatunya sendiri. Kita lakukan ini sama-sama, biar nggak memberatkanmu." Ucap Aisya yang mencoba puitis.

"Kamu ingat terakhir kali kita masak bersama? Itu jauh terasa berat dibanding tadi aku memasak." Ucap Syarif.

Aisya langsung mendelik, kemudian melempar tatapan tajam kearah Syarif yang perkataannya mengandung sindiran tajam.

"Aku kira kamu ikhlas waktu itu." Gerutu Aisya.

"Sudaah. Ayo makan, jangan bicara mulu." Ucap Syarif yang kesal mendengar istrinya terus mengomel.

***

Setelah piring bersih, makanan dibumi hanguskan oleh Aisya yang sangat lahapnya. Perempuan itu membawa piring-piring itu ke dapur untuk di cuci.

Setelah berada diambang pintu dapur, entah apa yang berceceran, tapi terasa cairan menggenang di lantai hingga membuat perempuan itu terpleset dan jatuh ke lantai.

Perempuan itu merasakan nyeri yang sangat amat di perutnya, roknya tiba-tiba basah dan berubah warna menjadi merah. Dan cairan bening yang berada dilantai bercampur dengan cairan yang keluar dari tubuh Aisya.

"Kak, Ya Allah. Tolong." Suara itu lirih karena menahan rasa sakit disekujur tubuhnya, hanya jatuh yang tidak terlalu keras namun efeknya sangat besar seperti ini.

Syarif berlari kemudian melihat Aisya yang sudah terduduk sembari kesakitan segera menghampirinya. "Kamu kenapa, Ya Allah." Dia kaget melihat rok Aisya dan lantai disekitarnya sudah berlumuran darah. Tanpa banyak bicara lagi, Syarif segera membopong Aisya menuju mobil. Dia membawa perempuan itu ke rumah sakit terdekat. "Tenang sayang, kamu akan baik-baik saja."

Aisya mengangguk, dia masih menahan rasa sakitnya.

-

Hayooo ada yang kangen sama mereka?
Ada yang tau Aisya kenapaa?
Tunggu kelanjutannya ya hehe

Regards

Umi Masrifah

Warna di Selat GibraltarWhere stories live. Discover now