Tentang keluarga kecil kita

1.3K 179 20
                                    

Syarif dan Aisya berjalan dipekarangan, menuju rumah duka, hari ini 3 harinya Almarhum Faruq, mereka berdua melihat Marzia sedang menghibur Rubi yang rewel. Sedangkan dari dalam rumah berlari lah Alfa, sepertinya dia khawatir dengan keadaan putrinya.

Syarif tiba-tiba mengeratkan genggamannya, laki-laki itu tau apa yang dirasakan istrinya. Aisya sendiri yang masih memperlihatkan wajah tegarnya tidak bisa menutupi kegundahan hatinya pada Syarif.

"Apa kita pulang saja?" Tanya Syarif.

Aisya pun menggeleng, "Kenapa pulang? Ayo kita kedalam." Perempuan itu pun membalas genggamannya lebih erat. Seolah dia lah yang menguatkan Syarif.

"Kamu lebih dewasa sekarang." Ucap Syarif kagum.

Aisya memperlihatkan senyum bangganya, "Tentu. Aku bisa lebih dewasa dari kamu." Jawabnya yang membuat Syarif tersenyum.

"Karna kamu istriku, jadi kamu ikut dewasa." Syarif lebih berbangga dari Aisya. Perempuan itu pun mencubit pinggang Syarif.

"Baiklah terserah kamu Kak." Ucapnya yang tidak bisa kalah dari Syarif.

Syarif pun menggenggam erat jemari Aisya dan membawanya masuk kedalam rumah tersebut. Ada Alfa, dan dia sadar keberadaan mereka.

"Eh ayo masuk Kak Syarif, Kak Aisya." Ucap Marzia saat melihat keduanya.

Aisya dan Syarif pun mengembangkan senyumnya, sedangkan Alfa terlihat canggung. Dia tau betul bagaimana rasanya ada diantara mereka berdua sewaktu dulu, dan sekarang hal itu terulang lagi.

"Hai Rubii." Sapa Aisya ketika melihat gadis kecil itu rewel digendongan ibunya. "Kenapa Rubi rewel, Alfa?" Tanyanya pada perempuan yang menggendong.

Alfa tersenyum sembari menggeleng, "Dari kemarin dia rewel. Mungkin karena banyak orang di dalam." Jawabnya.

Aisya menggeleng, bukan itu alasannya. Anak kecil sensitif akan hal apapun, bahkan mengenai hati ibunya. Rubi ikut sedih karena Alfa yang sedih.

"Aku bisa bicara berdua sama kamu Alfa?" Ajak Aisya yang langsung ditahan oleh Syarif dengan genggamannya yang dipererat.

"Untuk apa?" Bisik Syarif, dia tau betul Aisya, perempuan itu akan berbuat yang diluar nalarnya. Dan dia tidak mau hal itu berimbas pada keharmonisan keluarganya.

"Bisa. Sekarang?" Tanya Alfa.

Aisya pun mengangguk menjawab pertanyaan Alfa, sedangkan dia tidak menghiraukan pertanyaan suaminya.

"Iya sekarang." Jawab Aisya.

"Kalo gitu Rubi sama aku dulu, Kak." Perempuan itu pun mengambil alih Rubi dari gendongan Alfa.

"Sya, kamu ingin bicara apa sama Alfa? Aku gak mau kamu aneh-aneh ya." Tekan Syarif yang benar-benar takut atas sikap Aisya. "Aku ikut."

"Apasih Kak, akh. Kamu tenang aja aku gak aneh-aneh kok. Paling cuma minta bantu Alfa siapin beling, aku mau debus." Jawab Aisya yang membuat Alfa ikut tersenyum menahan tawa. Sengaja dibuatnya menghibur diri.

"Nggak lucu." Ucap Syarif tidak suka dengan sikap Aisya yang kelewat sok dewasa.

"Memang aku udah nggak lucu, Rubi tuh yang lucu, gemesin." Jawab Aisya. "Bentar ya Kak, aku sama Alfa dulu. Kamu ke dalam aja dulu." Kemudian Aisya sudah menarik Alfa untuk menjauh dari Syarif.

Keduanya duduk di pelataran, Aisya menghadap kearah Syarif yang masih berdiri jauh darinya. Setidaknya dia bisa memantau laki-laki itu.

"Ada apa Sya?" Tanya Alfa bingung.

Aisya tersenyum sembari memegang jemari Alfa. "Kamu yang sabar ya Alfa. Semua pasti berlalu."

"Terimakasih, Aisya." Alfa pun membalas genggaman tangan Aisya. "Mmm, Aisya..."

Warna di Selat GibraltarDonde viven las historias. Descúbrelo ahora