Ke Dokter Kandungan

97 20 6
                                    

"Mas, kamu dimana?" Aisya sudah siap dengan gamis berwarna cream dan jilbab yang senada, dia mencari suaminya yang entah ada dimana.
"Aku disini, Syaaa." Laki-laki itu keluar dari kamar dengan kemeja berwarna cream juga.
"Maaaas, kamu sengaja pake warna couple nih?" Tanya Aisya dengan pipi yang bersemu merah. "Aaaakh, aku tersanjung." Perempuan itu langsung menggandeng suaminya dan mengeratkan gandengan itu.
"Bukannya kamu yang sudah siapkan diatas ranjang?" Ucap Syarif.
"Iya siih," Jawab Aisya sembari nyengir. Dia mengambil tasnya dimeja dan kembali mengeratkan gandengannya.
Perempuan itu terlihat sangat bahagia, sedang Syarif begitu was-was. Takut kehilangannya semakin menyeruak kali ini, setelah kejadian yang sudah-sudah.
"Maas, ayo berbahagialaah. Kamu jangan takut aku seperti dulu, aku sekarang adalah Aisya yang akan bersamamu dari langkah sampai lari, dari tidur sampai berak, dari kantor sampai waduk, dari..."
"Udah," Syarif menutup mulut istrinya itu, "Semakin ngaco, semakin ingin balik ke kamar ini." Ucapnya ganti menggoda.
"Eh Mas," Aisya menepuk lengan suaminya dengan keras. "Jangan bar-bar gitu ah, nanti ada yang denger gimana? Si batu, si dingin, si kaku ini bakal hilang predikatnya dong." Alibi perempuan itu, padahal dia hanya tidak mau orang lain ikut menikmati ke sweet an suaminya itu.
"Tenang." Ucap laki-laki itu berubah dingin.
"Aaaah mas, kok dingin gitu sih." Gerutu Aisya mengeratkan gandengannya, dia langsung rindu sikap hangatnya sang suami.
"Bilangnya nggak boleh. Sekarang protes. Maunya apa? Ha?" Ucap Syarif.
"Aku maunya cuma ke aku aja, gimana sih. Gitu aja nggak ngerti. Kesel deh." Gerutu Aisya.
"Kamu mau mens ya ini? Udah ayo, jadi berangkat nggak ini." Syarif melepas tangan Aisya dan melangkah terlebih dahulu.

***

Kini mereka sudah berada di rumah sakit dan tepatnya didalam ruang dokter kandungan.
Mereka memilih dokter lain ketika Warna masih dalam perawatan karena kecelakaan yang dialaminya. Semoga dia baik-baik saja, sebab hari ini polisi kembali mendalami kasus kecelakaan yang menimpanya.
"Sudah siap, Mas?" Ucap Aisya ketika berada di depan pintu, dia melihat suaminya sedang sangat tegang.
Akh ayolaaah, sejak kapan Syarif jadi penakut.
Tapi memang tidak bisa dipungkiri, Syarif masih takut kejadian yang lalu akan terulang lagi, yaitu; saat Aisya memintanya mencari wanita pengganti. Karena hal itu tidak akan pernah bisa dilakukan dalam hidupnya.
Perempuan yang dicintai dalam hidupnya hanya satu; Aisya. Titik.
"Jangan tegang gitu akh, kayak kamu mau disunat lagi aja." Celetuk Aisya yang membuat Syarif mendelik.
Laki-laki itu heran kenapa Aisya bisa sesantai itu.
"Sya, inget ini di tempat umum. Jangan becanda." Ucap Syarif mengalihkan ketegangannya.
"Iya iyaa, yaudah ayo masuk kalo gitu." Aisya menarik Syarif untuk ikut dengannya masuk ke dalam ruang periksa.
"Assalamualaikum..." Aisya memasuki ruangan tersebut dan mendapati seorang wanita paruh baya menyambutnya dengan Syarif.
"Waalaikumsalam, silahkan masuk." Wanita itu sama humblenya seperti Warna. "Ada yang bisa dibantu? Mau promil ya ini?" Tebak wanita itu.
"Iya, Dok. Perkenalkan saya Aisya, dan ini suami saya; Syarif." Jawab Aisya nyengir kemudian memperkenalkan dirinya. "Tapi saya mau konsultasi dulu Dok."
"Boleh, boleh. Gimana, Bu?" Sahut dokter yang diketahui dari name tag nya bernama Ardila.
"Sebelumnya kan saya pernah hamil, tapi keguguran, karena setelah diperiksa, saya mengalami PCOS, sehingga kandungan saya lemah. Dan dokter yang merawat saya bilang kalau saya bisa hamil tapi kemungkinannya kecil..." Jelas Aisya sembari tangannya digenggam oleh Syarif.
Meski laki-laki itu tidak berkata apapun, tapi dari tindakannya dia tidak mau Aisya terpuruk. Syarif coba menenangkan perempuan itu ketika suaranya mulai bergetar.
"Boleh saya liat hasil pemeriksaan sebelumnya?" Ucap dokter Ardila. Aisya pun menyodorkan hasil pemeriksaan yang ditangani oleh Warna.
Setelah beberapa saat menelaah dan memeriksa hasil tersebut, wanita itu mendongak dan menatap bergantian kearah Syarif dan Aisya.
"Kalian tidak perlu takut, semua orang pasti ingin punya anak dan hidup bahagia. Dan semua orang juga selalu punya kesempatan untuk mendapatkannya. Tuhan tidak pernah memberi cobaan dibatas kemampuan Hamba-Nya kan? Mungkin saja dengan adanya PCOS, Tuhan ingin kalian lebih ikhtiar dan berdoa lagi. Agar sesuatu yang akan kalian dapatkan nanti terasa semakin nikmat. Benar kaan?" Ucap Ardila memberi pengertian, karena melihat ekspresi Syarif yang tidak santai.
"Iya benar, Dok." Ucap Aisya sembari membalas genggaman suaminya. Memberi isyarat kalau laki-laki itu harus mendengar pesan dokter.
"Bu Aisya ini bisa kok ikutan promil, begini... apa Bu Aisya masih belum teratur menstruasinya, Pak?" Tanya dokter itu bukan pada Aisya, melainkan pada Syarif dan membuatnya gelagapan.
"Be-belum." Jawab Syarif sembari mengendikkan alisnya pada Aisya, meminta bantuan pada perempuan itu.
"Beneran, Pak?" Tanya dokter memastikan.
Lucu juga melihat ekspresi wajah Syarif yang keteteran.
"Iyaa... sudah sekitar tiga bulan tidak mens. Benar kan, istriku?" Syarif menekankan dikalimat terakhir. Isyarat agar perempuan itu menjawabnya.
"Iya, Dok. Sekitar tiga sampai empat bulan." Jawab Aisya berusaha menahan tawa karena Syarif mempererat genggamannya.
"Baik kalo begitu, saya resepkan pil KB untuk melancarkan siklus menstruasinya dulu ya, minum sampai tiga bulan, setelah itu kembali lagi kesini, nanti kita akan cek progressnya, lalu saya resepkan obat kembali. Oh ya jangan lupa... imbangi dengan olahraga yang teratur, pola makan yang baik juga ya." Jelas dokter Ardila dengan detail. "Untuk cara konsumsi pil KBnya, nanti ada petunjuk penggunaannya, kalian tinggal ikuti saja ya." Tambahnya.
"Baik, Dok. Terimakasih banyak atas konsultasinya." Ucap Syarif yang otaknya sudah menampung seluruh penjelasan dokter.
"Ada yang ditanyakan lagi?" Tanya dokter tersebut setelah menyodorkan resep yang harus mereka tebus.
"Dok tapi apa ada batas minimal dan maksimal untuk berhubungan saat promil ini?" Tanya Aisya yang membuat Syarif mendelik.
Apa-apaan diaaa, lah kalau lagi pengen apa bisa ikut batasannya?
"Untuk batasnya tidak ada, cuma ada baiknya dilakukan sebelum dan sesudah masa ovulasi atau menstruasi, melakukannya dua sampai tiga kali dalam seminggu cukup." Jawab dokter Ardila dengan lempengnya.
"Mmm, baik Dok. Terima kasih banyak konsultasinya. Kami pamit untuk tebus obatnya. Permisi, Assalamualaikum." Ucap Syarif mengajak Aisya untuk beranjak dan keluar dari ruangan tersebut.
"Kenapa sih, Maaas? Padahal aku masih mau nanya-nanya loh." Ucap Aisya gregetan.
"Kamu nanyanya terlalu intim dan spesifik sekali." Jawab Syarif. "Sudah, ayo kita tebus obatnya. Dengar yang dibilang dokter kan? Kamu harus jaga pola makan dan olahraga teratur. Jadii, besok setelah sholat shubuh, nggak ada tidur lagi.. kita jogging keliling perumahan. Okee?" Ucapan Syarif buat Aisya seolah sedang tertimpa beban berat.
"Jogging keliling perumahan?" Aisya mengulangi ucapan suaminya lagi.
"Iyaa, pokoknya kalo kamu balik tidur lagi. Aku siram ranjangnya biar basah, dan kamu nggak bisa tidur." Akal bulus Syarif muncul.
Sebenarnya itu untuk kebaikan Aisya, tapi sepertinya perempuan itu keberatan. "Maaaas, masak iya pagi-pagi jogging... Aku kan belum sarapan, kalo aku pingsan gimana?"
"Apa gunanya ada aku?" Ucap Syarif yang buat Aisya nyengir.
Akh tetap saja Syarif yang menang dalam perdebatan itu.
***
Sedangkan diruangan lain dalam rumah sakit tersebut, Warna berusaha memberi keterangan meski sesekali teriak ketakutan. Tatapannya masih kosong, dan seolah ada ketakutan disana.
"Apa ada orang yang mau mencelakai anda, Nona Warna?" Tanya salah satu petugas kepolisian.
Warna mengangguk, "Dia nggak nyelakain aku, tapi..." perempuan itu kembali menangis. "Dia memperkosaku." Dan tangisnya semakin sembari menggosok-gosok seluruh badannya.
"Kenapaaaa? Kenapa dengan dia! Kesucianku cuma untuk Syarif." Warna histeris, terus berusaha membersihkan tubuhnya.
Seolah dirinya kotor karena telah disetubuhi oleh orang brengsek tersebut.
"Sudah, Paaak. Biarkan putri saya tenang dulu." Ucap ibunya Warna yang tidak tega melihatnya begitu depresi.
"Baik, Bu. Nanti sore kami akan kembali kesini untuk memintai keterangan. Mohon kerjasamanya supaya kami bisa menemukan pelakunya." Ucap petugas polisi, kemudian berbalik pada anak buahnya. "Laporan atas kasus pembegalan, rubah menjadi kasus pelecehan seksual dan tindak kekerasan." Perintahnya.

***

Halooo semuanyaaa, aku senang bisa update cerita ini lagiii. Siapa yang kangen AiSyarif? Sama niiih, aku jugaaa.

Regards,

Umi

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 14, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Warna di Selat GibraltarWhere stories live. Discover now