sebelas

16 2 0
                                    

Motor sport itu berhenti di depan rumah Ken. Tepat. Begitu motor berhenti, Abby langsung meloncat turun dengan memegang bahu Ben sebagai penahan. Membuat motornya sedikit oleng.

"Bisa gak sih turunnya pelan-pelan."

"Engga."

"Ih. Nih cewek bener-bener ya."

Abby memutar bola matanya dan mendelik. Ia berbalik, berencana untuk masuk ke dalam rumah kala tasnya ditarik mundur. Oleh siapa lagi kalau bukan Ben.

"Let me go! What are you doing?!"

Ben berdecak dan melepaskan helm yang dipakai Abby. "This is mine. Lu belum lepas nih helm tadi."

Menyadari kesalahannya, Abby menyengir dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "I'm sorry. Aku tidak ingat. Tapi, terima kasih karena sudah mengantarku pulang."

Tanpa jawaban, Ben mestater motornya dan melaju. Meninggalkan Abby yang mendengus.

"Abby sudah pulang."

Sepatu sekolahnya ia taruh dengan rapi di tempatnya dan berjalan masuk ke ruang keluarga. Tepat di depan pintu ruang keluarga, Abby berhenti.

Matanya menatap kedua orang yang duduk di sofa tersebut. "Mommy? Daddy? Kapan kalian datang?" Abby memeluk kedua orangtuanya itu.

"What's going on? Kalian ke sini tidak mengabariku."

"Iya. Hari ini baru saja kami sampai. Nanti kedua orangtua Ken juga akan sampai. Mungkin malam baru sampai."

"Orangtua Ken?"

Angie, ibu Abby, mengangguk. "Iya. Kedua orangtua Ken seharusnya sudah kembali ke Indonesia minggu lalu. Tapi karena ada masalah di perusahaan sana, akhirnya mereka baru bisa kembali sekarang."

Abby ber-oh saja. "Tapi, kalian kenapa ke sini?"

"What? We can't meet our daughter now?"

Abby nyengir dan menggeleng, duduk di samping ibunya dan memeluk lengannya. Bersandar disana. "I miss you, Mom!"

Caith, mamanya Abby, mendecih tapi tak urung mengacak rambut anak perempuannya itu.

"Besok ikut Mom sama Dad ketemu sama seseorang yuk," ujar Dad nya.

Jadi begini. Abby itu anak berdarah campuran. Herman Aryadirga Tjoe, ayahnya berasal dari Kalimantan, tepatnya Pontianak. Keturunan chinese. Sedangkan ibunya, Caith Samantha, adalah orang Amerika. Wajah Abby dominan dari wajah Caith. Tak heran kalau wajahnya lebih bule. Berbeda dengan kakak laki-lakinya yang memilih sekolah di temapt kelahirannya, Dante Germanium Aryadirga. Dante dominan dengan wajah ayahnya.

"Kemana?"

"Ikut aja."

Abby mengangguk patuh.

"Eh, Caith! Astaga. Kau sudah datang rupanya." Yap. Ayah dan ibunya Ken sudah sampai di rumah.

Terjadilah acara cupika-cupiki antar ibu-ibu. Sedangkan ayah-ayah bernincang-bincang.

"Abby!" Abby tersenyum dan menyambut pelukan yang ditawarkan ibunya Ken, Netta.

"Long time no see, Aunty."

"Kamu makin cantik aja."

"Of course. Abby kan yang paling cantik. Seengganya di rumah Abby."

Semua tertawa kecil mendengar guyonan Abby.

Tak lama terdengar suara motor terparkir di garasi dan pintu depan terbuka. Siapa lagi kalau bukan Ken.

Amour Indicible [STOP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang