Chapter 2

1.6K 218 8
                                    

Arthit pulang pada pagi hari, ia diam-diam menyelinap ke dalam rumah untuk menghindari perhatian orang tuanya.

"Papa pulang!" teriak seorang gadis kecil dengan gembira.

"Sstt!!!!" Arthit mencoba menenangkannya. "Annie, sweetheart! Kita sedang bermain permainan diam, bukan?"

"Ya, papa, aku tidak akan berisik." Dia cepat-cepat menangkupkan mulutnya dengan tangan kanannya.

"Well, ayah ingin bersembunyi, jangan biarkan nenek menemukanku, janji?"

Gadis kecil itu mengangguk dan tersenyum, Arthit segera naik tangga, tapi saat di tengah, seseorang berteriak menghentikannya.

"Arthit!" ibunya meneriakkan namanya. "Di mana kau tidur, tadi malam?"

Arthit membeku di posisinya selama beberapa detik sebelum berbalik perlahan sambil memutar bola matanya. "Di rumah teman, ma! Seperti biasa...sebaiknya kau tidak bertanya lagi, karena jawabanku selalu sama!"

"Aku tidak akan menanyaimu jika kau bukan seorang ayah, tapi..." dia berhenti sejenak dan berbalik menghadap gadis kecil disana dan berlutut. "Sayang, bisakah kau memanggil kakek untuk sarapan pagi?"

"Ya, aku akan pergi sekarang." jawabnya. "Jangan marah pada ayah!"

"Aku tidak akan marah, sayang, aku hanya bermain permainan mengobrol dengan ayah."

"Baiklah, bye."

Setelah gadis itu pergi, ibunya kembali emosional.

"Aku ingin kau ingat! Jangan lupakan tanggung jawabmu terhadap putrimu, dia kehilangan ibunya sejak dia lahir dan kau adalah satu-satunya orang tuanya."

"Aku tahu, jadi apa masalahnya?" Protes Arthit. "Bukan salahku, dia kehilangan ibunya, Anne meninggal karena melahirkan, apakah aku harus melepaskan masa muda ku karenanya? Aku baru berusia 23 tahun, ma! Seharusnya aku belum siap menjadi seorang ayah!"

"Jadi salah siapa? Apakah aku yang mendesakmu memberi kami cucu?"

"Aku..." Arthit terdiam.

"Bagaimana kau bisa berbicara dengan tidak bertanggung jawab, kau adalah seorang pria. Ingat itu!"

"Mom, aku lelah, biarkan aku kembali tidur, oke?!"

"Kau harus bangun dan mencari pekerjaan! Hidupi keluargamu sendiri!"

"Aku anakmu, bukan?" tanya Arthit. "Jadi, kau akan membiarkan ku kelaparan? Dan Annie juga?"

"Kau mengancam ku menggunakan putrimu?"

"Tidak, aku hanya..." Arthit mendesah. ""Baik! Aku akan mencari pekerjaan, tapi...aku tidak menyelesaikan gelarku, pekerjaan apa yang bisa ku dapatkan? "

"Banyak! Selama kau tidak melakukan kejahatan!..... Seperti mencuri!"

Arthit mengangguk dan setuju. "Baiklah, aku akan memikirkannya nanti, tapi aku benar-benar ngantuk, sekarang. Apakah aku boleh ke kamar ku?"

Ibunya memutar bola matanya dan mendesah sebelum pergi ke dapur.

---------------------------------------------

Arthit bermain game online bersama teman-temannya di warnet. Dia bisa tinggal di sana sepanjang hari hanya dengan bermain game, kadang mereka akan menonton film, bermain permainan kartu, minum, menghabiskan seluruh waktunya seperti menghabiskan uang orang tuanya untuk ditukarkan dengan masa mudanya. Dia tidak peduli dengan masa depannya, tidak peduli dengan bagaimana teman atau rekan kerabatnya menggunjingkan dirinya. Dia hanya melakukan apapun yang ia suka, apapun yang membuatnya bahagia.

Indonesia - Love is Like Reading a Book (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang