Chapter 9

1K 156 5
                                    


Sudah tiga bulan sejak Arthit dipenjara, untungnya dia mendapatkan sel sendiri karena sel lainnya penuh, dan alasan lainnya tidak ada yang mau berbagi sel dengannya. Sebagian besar narapidana respek padanya sejak kejadian tersebut.

[Flashback]

Hari pertama dipenjara.

Arthit di dorong dengan kasar memasuki blok sel dengan empat napi lainnya di dalamnya. Semua orang hanya menatapnya diam dan penasaran, tapi Arthit mengabaikan mereka, bahkan tidak memberi salam sedikit pun. Dia bersikap dingin dan mengambil tempat di pojokan dan duduk diam di sana.

Setelah beberapa saat, salah satu narapidana datang dan menyapanya dengan ramah.

"Hai, aku Kit, senang bertemu denganmu." ia mengulurkan tangannya.

Arthit menatapnya menjawabnya dan menjawabnya dengan dingin. "Aku Arthit." ia tidak menyambut tangan orang itu.

"Lihat, betapa sombongnya anak baru sekarang ini?" napi lain menyindirnya. "Selamat datang ke klub, Nak! Cobalah berteman dengan semua orang karena Kau tidak menginap di sini beberapa hari, tapi bertahun-tahun!" Orang tua disana menyapanya.

"Jadi, apa kejahatanmu? Pembantaian?" yang lain mengajukan pertanyaan.

"Pencuri? Narkoba? Pemerkosa? Penyerangan?"

"Merampok." Potong Arthit

"Oh, jadi berapa lama hukumanmu?" pertanyaannya datang lagi "Lima tahun? Sepuluh tahun atau lebih?"

"Biar kutebak, tiga tahun dan dua tahun masa percobaan." kata Kit. Arthit menoleh padanya seketika dan penasaran kenapa dia bisa menebak dengan benar.

"Kau harus menjadi pengacara atau jaksa setelah kau dibebaskan dari sini, Nak!" seorang napi tua menepuk kepalanya.

"Bagaimana kehidupan di sini?" Arthit akhirnya membuka mulutnya.

"Hidup seperti neraka di penjara, Nak! Terkadang, orang masuk kemari dengan waras dan akan menjadi gila begitu keluar dari sini, tergantung bagaimana dia bisa bertahan dari intimidasi." Orang tua itu memberitahunya. "Kadang Kau akan disiksa dan dilecehkan, oleh napi atau perwira lain, membuat Kau benar-benar mengalami seperti tinggal di neraka..."

"Aku dijatuhi hukuman atas tuduhan pembunuhan, padahal sebenarnya aku membela diri." ujar Kit. "Kadang hidup tidak adil, jujur ​​aku lebih baik terbunuh daripada pelan-pelan mati di penjara." Dia menambahkan. "Dan Kau akan bermimpi buruk seumur hidupmu..."

"Lebih spesifik?" Arthit bingung.

"Aku tidak ingin membicarakannya..." potong Kit. "Kau akan gila..sungguhan..."

Arthit menyipitkan matanya dan mencoba menebak apa artinya, lalu petugas itu datang dan membuka pintu sel untuk mereka, memerintahkan mereka untuk mengantri makan siang di ruang makan.

Arthit duduk sendirian di pojok, setelah mendapatkan makanannya di depannya, dan harus mengantri panjang untuk itu. Ini adalagh pengalaman makan siang pertamanya di penjara, ia merasa diperlakukan seperti budak, dan membuatnya kehilangan nafsu makan seketika. Dia menatap makanan dengan tatapan kosong sambil bermain dengan sendok.

Setelah beberapa saat, beberapa tahanan jahat mendekatinya untuk duduk di sampingnya.

"Pelacur baru kita imut, ya?" salah satu tahanan mencoba menggoda Arthit. "Siapa namamu, kid?"

"Arthit." Pria itu memperkenalkan dirinya singkat. "Apakah kau punya masalah dengan matamu, menyebut pria imut?"

"Kau lihat di sekitarmu, kid? Kita tidak punya wanita disini... satu-satunya yang imut di sini adalah kau..." uajrnya lagi untuk memeluk Arthit.

Indonesia - Love is Like Reading a Book (End)Where stories live. Discover now