Pertemuan

53 6 7
                                    

Bagi sebagian orang, sebuah pertemuan adalah hal biasa. Mungkin itu juga berlaku bagiku ketika bertemu dengan entah siapa saat ini, kecuali pemuda di depanku yang sekarang sedang mengulurkan tangannya kepadaku.

Aneh memang, beberapa waktu lalu aku menganggap hal yang paling jarak adalah kita, kebetulan tak terduga, pertemuan tanpa sapa, ditempat yang sama. Dan kali ini kebetulan itu terulang, kita bertemu diwaktu dan tempat yang sama sekali diluar dugaan. Sebuah pertemuan yang mengantarkan suaramu memanggil namaku lalu memberiku sebuah uluran tangan untuk kujabat.

Lalu akankah aku menciptakan jarak lagi atau menghilangkannya.
Sedikit ragu tanganku meraihnya, kuputuskan tak ingin lagi memiliki jarak atas pertemuan kami.

"Akhirnya, kita bertemu ya, Raka."

Suaramu begitu jelas dihadapanku, aku membalas senyummu lalu mengeratkan genggaman kita, "Ehm, iya Lian. Aku senang kita bisa bertemu, akhirnya."

"Eh, kamu kok bisa di sini Li? Piknik?", tanyaku agak canggung setelah jabatan tangan kami.

Kalimat itu tiba-tiba saja terucap di mulutku dari berjuta kata yang sekarang ini sebenarnya ingin aku katakan padanya. Dari sebuah tanya tentang pertemuan tak bersapa di kedai Mataram beberapa waktu lalu, sampai betapa senangnya aku ketika akhirnya kami berjabat tangan.

"Woi Raka!!"

"Duh."

Ada yang tiba-tiba memukul kepalaku dari belakang, tak keras sih tapi cukup membuatku mengaduh.

Candra.

Oh iya aku lupa dengan mereka.

"Ka.. Sopo iki?"

Sekarang giliran Aji yang datang, dia tiba-tiba merangkul leherku sambil melihat Lian, lalu aku. Ada senyum aneh yang muncul dibibir Aji tiba-tiba. Lalu melihat Lian lagi.

Aku ingin membuka mulut untuk memperkenalkan Lian, Candra sudah bertanya..

"Koncone Raka mas?" tanya dia ke Lian.

"Iyo, kenalke ki Lian. " jawabku.

Masih merangkul leherku, Aji mendekatkan muka ditelingaku lalu berkata pelan. "Raut mukamu saat ini sama seperti seharian ini. Dia ya?"

Aku tak mengerti maksud ucapan Aji. Aku sedikit menjauhkan kepala lalu melihatnya "Opo?"

"Temen istimewa yo."

"Lambemu!" balasku seketika sambil memukul kepala Aji pelan. Tak ada rasa marah dinada suaraku, anehnya aku malah tersenyum.

"Hahaha.. "

Aji tertawa melihatku, kemudian melihat Lian sambil tersenyum "Sorry mas." kata dia kepada Lian. Lalu tanpa dikomando dia menyodorkan tangannya.

"Saya Aji. Temannya Raka."

Aji setahun lebih tua dariku. Dia aneh. Terkadang dia seperti bisa membaca apa yang kupikirkan.

Aku kembali melihat Lian. Ah kuharap dia tidak merasa terganggu dengan kebisingan kami.

bersambung..

Raka Wisnu SuryandaruWhere stories live. Discover now