Seperti Sebuah Taman

32 1 1
                                    


Ini bukan perjalananku ke Solo dengan kereta untuk pertama kalinya. Pernah dua kali dengan Mas Galih untuk menghadiri Malam Sastra di aula Taman Balekambang. Namun perjalanan ini berbeda kurasa, ada rasa 'excited' dalam hati yang datangnya entah dari mana, aku pun tak tahu, atau tak menyadarinya.

Aku dan Lian memasuki kereta menuju Solo yang tak penuh, kami duduk bersebelahan. Hening beberapa saat hingga makanan yang kupesan tiba. Benar saja perutku terasa lapar karena tidak sarapan di tempat Putri. Kami tenggelam dalam diam masing-masing. Entah apa yang ada dikepala Lian, kurasa dia tipe orang yang lumayan pendiam, mungkin tidak secerewet aku. Aku tersenyum dalam hati ketika pikiran-pikiran ajaib tentang kami melintas secara cepat dalam kepalaku, dari awal hingga berada dalam kereta sama dengan tujuan yang belum jelas.

"Li bener nih ga mau pesen makan kamu?"

"Gak Ka. Aku makan ini saja."

Lian menunjukkan dua Roti O yang dia beli tadi.

"Haha.. Iyo .. kenyang tuh kalo makan dua. Haha.. "

Aku membuka plastik pembungkus piring nasi goreng yang baru saja kupesan.

"Makan Li.." Tawarku pada cowok di sebelahku ini. Lian hanya mengangguk.

Kuobati rasa lapar perutku dengan segera melahap nasi dipangkuanku. Baru kali ini aku merasakan makanan dari kereta. Dan kurasa ini tidak terlalu buruk, hm..enak malahan.

Aku memikirkan tujuan kemana kami akan pergi. Tempat mana kira-kira bisa kunikmati ngobrol sama si Lian ini. Balekambang? Atau Sriwe..

Eh

Aku merasakan sentuhan jari dipipiku. Baru saja Lian mengusap pipiku?

"Na..nasi.." Jawab Lian terbata ketika mata kami bertemu.

Oh, ada nasi dipipiku.

Seketika aku menjawab sambil tersenyum "Huum..makasih yo."
Lalu melanjutkan sarapanku.

Sebentar, memang perlu ya dia seperti itu? Bukankah dia bisa ngomong aja?.

Atmosfer di sekitar kami tiba-tiba berubah. Aku merasakan kecanggungan sikap Lian dalam diam kami. Aku segera menyelesaikan sarapanku.

"Li, aku mau tanya boleh?"

Lian yang sedang menatap pemandangan luar langsung melihatku dan mengangguk.

Dan setelah itu percakapan kami terjadi. Tentang pertemuan kami, tentang apa yang kami sukai bahkan tentang pekerjaan kami.

Lian bukan tipe yang bicaranya banyak, namun dia cukup baik dengan memberikan jawaban jika aku menanyakan sesuatu.

Terkadang aku merasakan dia sedang memikirkan sesuatu yang jauh ketika dia diam. Dan aku tak berani menanyakannya.

Perjalanan dua jam lebih kami berakhir. Selama itu dalam kereta aku mulai sedikit banyak bisa menilai bagaimana Lian.

Setelah turun dari kereta aku mengusulkan untuk mencari makan lagi karena kupikir Lian pasti sudah lapar sedangkan aku tentu saja bisa menampung makanan lagi dalam perutku.

Kami memutuskan untuk makan sate buntel yang saat itu ramai pembelinya, karena kurasa biasanya enak kalau banyak pembelinya.

Aku dan Lian masuk dalam rumah makan tersebut. Aku mencari tempat duduk diantara banyaknya pembeli sedang Lian memesan sate itu sebelum masuk ke dalam. Karena etalase dan pemanggang sate berada di luar warung.

"Habis ini, kamu mau jalan kemana Li?" Tanyaku setelah Lian duduk di depanku.

"Loh, kamu yang ngajakin kok aku yang nentuin mau kemana?" Jawab Lian.

Raka Wisnu SuryandaruWhere stories live. Discover now