Teman

41 4 0
                                    


Teman Istimewa?

Ehm, entahlah. Tak pernah terlintas sebelumnya di kepala menggunakan dua kata tersebut untuk menggambarkan Lian.

Sebelumnya, Lian hanyalah seseorang yang tiba-tiba saja muncul sebagai judul di cerita sehari-hari lalu.

Lian adalah seseorang yang membuatku merasa bahwa pertemuan lebih  berharga dari sekedar berbalas pesan di media sosial.

Dia adalah seseorang yang menyadarkanku bahwa bukan jarak yang menjadikan rindu, tapi sebuah rasa yang memupuk untuk bertemu.

Seorang yang kau inginkan berada di sisimu sebagai seorang kawan.

Masih saja, Perasaan itu ingin sekali lagi kumiliki.

"Eh, kalian ini temen apa to? SMP? SMA?"

Pertanyaan Candra tiba-tiba membuatku kembali dari pikiranku. Seketika aku menatap Lian yang juga menatapku. "Eh, itu.. bukan sih.." Aku binggung bagaimana menjelaskannya.

"Temen ketemu gede kan?" celetuk Aji.

Hah. Apa-apaan sih ni anak.

Reflek tanganku kembali memukul kepala Aji lagi. "Ngawur!".

Ada sedikit khawatir jika celetukan Aji membuat Lian merasa tak enak. Namun rasa itu tiba-tiba saja lenyap ketika melihat pemuda berkacamata itu malah tertawa.
"Hehe.."

"Emm Saya fotoin kalian ya, tadi mau minta difotoin kan? Jadi?" kata Lian kemudian.

"Oh iya.. jadi lah. Hapenya dah di kamu ya Li?" tanyaku.

Kami bertiga, aku, Aji dan Candra berpose berlatar gereja Blenduk. Lian juga mengambil gambar kami dengan kameranya. 

Aji sepertinya memang tahu situasi kami, meski aku tak pernah sekalipun cerita padanya soal Lian. Dia meminta kami berdua foto bersama. Awalnya Lian agak canggung di sebelahku, dan tanpa pikir panjang aku rangkul bahunya supaya lebih dekat denganku, wajar kan?.

Kami, aku dan pemuda yang baru saja kutemui ini berbincang-bincang di taman sebelah gereja Blenduk. Aji 'memaksa' Candra untuk jalan-jalan dan meninggalkan kami berdua ngobrol.

Ada rasa akrab dan kadang canggung di sela percakapan kami.

Aku memberitahunya kalau aku akan menginap di rumah saudara Aji.  Dan dia memberitahu kalau malam ini dia pulang ke Jogja. Jujur saja sebenarnya aku ingin lebih lama bersama dengan Lian. Berbincang banyak hal dan menikmati malam di kota Semarang. Namun, dia harus pulang malam ini. Aku menghela nafas menyayangkan hal itu.

"Kalau aku masih ingin di Kota ini malam ini, kamu mau nemenin aku, Ka?" kata Lian tiba-tiba.

Apa aku tidak salah dengar? Lian memintaku menemaninya?.

Aku menatapnya lekat. Tiba-tiba teringat ketika di kedai kopi, kebetulan tak terduga, pertemuan tanpa sapa, dan penolakannya yang berujung badmood beberapa hari. Aku merasa malu sendiri. Kualihkan pandanganku darinya, sedikit menertawai diri sendiri. Lalu kembali memandangnya dan berkata. "Aku pun tak begitu tahu tempat-tempat di Semarang ini. Tapi kalau kau serius minta ditemani, aku bisa saja menjadi kawan seperjalanan yang baik buatmu."

Benar begitu kan, sebenarnya aku juga senang kami bisa lebih lama bersama di kota ini. "Hm, lagian menolak teman yang baru jumpa, rasanya tak etis sih menurutku." Aku tersenyum menatapnya.

Mungkin tak usah lagi mempermasalahkan soal di kedai Mataram dulu, wong sekarang kami sudah jumpa kan.

Oh, iya, lalu bagaimana dengan rombongannya."Bagaimana dengan teman-temanmu?" tanyaku selanjutnya.

Aku tak tahu pasti yang bagaimana yang dimaksud Lian. tapi jika benar bisa begitu aku merasa senang. Segera saja aku sms Aji.

Bro, nambah satu lagi yang nginap di tempat saudaramu. Oke yes?.

bersambung..

Raka Wisnu SuryandaruWhere stories live. Discover now