8

1.7K 118 6
                                    

"Aku masih sangat mencintaimu hingga detik ini"

"Perpisahan yang paling menyakitkan adalah dimana hanya aku yang merasa kehilangan"

"Ternyata ada yang jauh lebih menyakitkan dari perpisahan. Kenyataan bahwa tak satupun dari kita yang mencoba mempertahankannya"

***

Bel pulang berbunyi satu menit yang lalu, aku berjalan kearah gerbang dan tak melihat mobil Mars terparkir disana, hanya saja aku melihat mahluk astral ada disana.

"Hai Bulan, kenapa mukanya gitu sih? Abis di putusin?"

Aku menonjok perut mahluk astral dan membuatnya merintih kesakitan.

"Kok ditonjok sih?"

"Abisnya lo ngeselin, ngapain lo ada disini?"

"Ya mau apalagi selain jemput kamu"

Dan anehnya kenapa sekarang jadi si mahluk astral yang jemput aku, kemana si Mars, meskipun dia nyebelin, tapi aku juga rindu pulang bareng dia. Dari kemarin gak pernah pulang bareng Mars lagi.

"Mars mana? Gue mau balik bareng dia aja"

"Aku kan yang disuruh Mars jemput kamu, berarti Mars gabisa dateng kesini"

Lagi lagi Mars membuatku kesal, dan kenapa juga dia gak nolak perintah Mars buat jemput aku. Kenapa juga dia mau? Aku melangkah lebih cepat masuk ke dalam mobil, dengan ekspresi kesal.

Di perjalanan pulang, aku maupun mahluk astral menciptakan keheningan yang ada. Dan aku masih memikirkan Langit, aku bisa saja menjauhinya tapi hatiku selalu menolaknya. Tapi kenapa Langit segitu mudahnya melupakan aku, padahal hampir dua tahun aku berpacaran dengannya, dan mungkin banyak kenangan yang aku ciptakan dengan Langit, dan kenangan itu gak akan semudah itu aku lupakan, apalagi aku membuatnya dengan orang yang aku sayang, sama sekali tidak bisa aku lakukan.

"Perpisahan yang paling menyakitkan dimana hanya aku saja yang merasa kehilangan, karena Langit tidak merasakan rasa yang sama"

"Kok kamu bengong?" Tanya mahluk astral yang membuat aku tersadar.

"Gak papa"

"Kenapa sih cewek itu suka bilang gak papa, padahal yang sebenarnya itu dia ada apa apa"

"Emang lo peneliti sampai nyimpulin kaya gitu?"

"Iya dong, peneliti cinta"

Aku bergidik, lalu memutar bola mataku saat si mahluk astral berkata seperti itu. Sekarang bukan hanya Langit yang menyebalkan tapi mahluk yang satu ini juga.

"Mahluk astral, lo itu terlalu berkhayal tinggi, awas loh nanti lo kaya gini" ujarku sambil membuat garis miring dengan telunjuk di dahi.

"Jangan panggil mahluk astral dong, gaenak di dengernya"

"Kenapa? Lo kan emang kaya mahluk astral, dimana mana ada"

"Panggil aja Bintang, karena nama aku itu sebenarnya bukan Langit tapi Bintang"

"Lah terus kenapa si Mars panggil lo Langit?"

Antara Bulan & LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang