🧸Diary Nikah Muda. 42

259K 15.8K 2.1K
                                    

🎻Nyoman Paul¦Mundur Perlahan
Entah kenapa lagu ini lebih cocok untuk kisah Virgo Fani tapi buat part ini juga cocok kok

Up lagi, cung yang nungguin cerita ini?

Selamat membaca 🩵🤘

Semoga perasaannya tersampaikan kepada kalian ya

Semoga perasaannya tersampaikan kepada kalian ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pasti besok bangun.

Setiap akan menutup mata di penghujung malam yang sepi, otak Bagas sudah otomatis memutar kalimat ini. Pasti besok bangun.

Menunggu sesuatu tanpa ada tanda-tanda yang dinantikan semakin nyata itu sangat melelahkan. Ada hari-hari di mana Bagas dirundung keputusasaan. Tiap kali pikiran pesimis ini datang, Bagas duduk di samping ranjang Saras, mengajaknya bicara. Kadangkala juga dia yang telah terlatih merawat Saras selama enam bulan lebih, membersihkan tubuh Saras. Menyekanya dengan handuk hangat.

Nilainya anjlok total. Ia yang selalu berhasil mempertahankan juara umum sekolah jadi terjun drastis, masuk lima besar di kelas saja tidak. Rasa bersalah dan terus terpikirkan Saraslah penyebabnya. Bagas jadi tidak fokus belajar, ia tidak betah duduk di kursi sekolah. Senantiasa terburu-buru datang ke rumah sakit. Takut setiap waktu kalau-kalau dapat Saras bangun atau justru tak akan bangun lagi.

Sudah selesai ujian dan tinggal menunggu kelulusan, Bagas jadi lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit. Ibu dan adik Saras tidak bisa lama-lama meninggalkan kampung karena adiknya yang bersekolah, namun tiap bulan pasti datang.

Jika ia di rumah sakit, Rara--itu panggilan bayinya yang mulai merangkak--akan dijaga oleh orangtuanya. Bagas sempat sangsi meninggalkan bayi lucunya bersama kedua orangtua yang sedikit gila itu.

"Sar, sekarang Rara tuh udah bisa merangkak. Kadang ya kalo gue belajar, gue kaget dia nggak ada di tempat mainnya. Ternyata dia udah di bawah kolong meja noel-noel kaki gue. Lucu tahu dia, lo bakal kaget berat pas lihat dia ternyata mirip gue banget. Maaf ya, dia cuma numpang di perut lo, Sar." Bagas memotong perlahan kuku tangan Saras. Tetap menganggap Saras mendengarkan keluh kesahnya sebagai Papa muda."Tapi lo jangan risau, temen-temen gue suka datang main temuin, Rara. Mereka sayang banget sama Rara, saking sayangnya Rara jadi nangis kalo mereka pamit pulang."

Bagas menahan pedihnya berbicara pada kekosongan. Yang membalasnya hanyalah bunyi mesin alat bantu medis.

"Sar, nggak apa-apa kok, kalo emang masih belum mau bangun cepet, nggak harus cepat-cepat asal... Lo harus bangun ya? Gue nggak masalah nunggu lo sedikit lebih lama." saat potongan kuku terakhir. Bagas menyeka matanya yang sudah berair. "Katanya lo mau di telepon sesekali, tapi sekarang gue terus di samping lo. See? Jangankan telepon, lo mau gue terus bicara gini pun biar lo gak kesepian berbaring sendirian bakal gue lakuin, Sar." Bagas tak menyangka jika diakhir ceritanya, Saras ikut mengeluarkan air mata. Ia memegang tangan Saras lebih erat. Dokter bilang ini kondisi normal di dunia medis bukan berarti pasien akan langsung bangun.

Diary Nikah MudaWhere stories live. Discover now