21. The Fact

22.3K 4.2K 697
                                    

Fyi, karena ini lumayan penting buat aku nanti. Aktivitas kalian yang ngevote Dominance, jangan dihapus yaa.

Maklumin typo aku yaa huhu.



***

Bukan, bukan seperti ini yang Seongwoo inginkan. Ia memang sengaja membuat Arly hamil, tapi itu dulu, sebelum ia membenci wanita bermanik biru itu.

Sejak Jennie berucap sesuatu yang membuat kepalanya sakit, Seongwoo hanya diam tanpa mengucapkan satu patah kata 'pun, meninggalkan kamar Arly dengan perasaan aneh.

Lelaki itu hanya berdiri, berhadapan dengan kaca raksasa yang menampilkan pemandangan Pinus di ruang kerja, kedua tangannya terlipat menyilang, menandakan lelaki itu sedang berpikir keras.

Kemudian kedua telinganya menangkap suara seseorang memasuki ruangannya, tanpa menoleh, ia tahu siapa yang datang.

"kau harus memutuskan sesuatu." ucap Sungwoon dengan nada sedikit mendesak.

Seongwoo masih diam, mengambil napas panjang untuk membuatnya tetap tenang, "lakukan." ujarnya pelan, "lakukan apa yang Jennie bilang." sambungnya.

Sungwoon menaikkan sebelah alisnya, sedikit tidak menyangka lelaki tampan itu dengan mudah memberi izin membawa Arly ke Seoul.

"untuk sementara aku tidak ingin wanita itu tahu tentang kehamilannya." ujar Seongwoo mengajukan syarat.

Sungwoon berdehem ragu, "baik. Dan tentang kehamilan Arly" ucapannya terhenti sejenak, "aku rasa bayi di dalam kandungannya tidak ada sangkut pautnya dengan masalahmu."

"hn." responnya singkat.

Merasa kesal, tanpa berkata lagi Sungwoon meninggalkan lelaki berparas tampan itu dengan cepat, lagipula mengingat ia harus segera membawa Arly ke Seoul.

***


Mata bening wanita cantik itu mengerjap, pandangannya mengedar dan menangkap beberapa wanita yang memakai jas dokter tengah mengamatinya dengan sebuah senyum lembut.

"hai, bertemu denganku lagi." ujar dokter itu ramah, suaranya terdengar familiar, Arly berkedip beberapa kali hingga menyadari bahwa Jennie yang berbicara dengannya.

"apa aku sakit parah?" tanya Arly dengan suara parau, dibalas dengan kekehan pelan Jennie.

Karena setiap Arly berkunjung ke Seoul, pasti wanita itu sedang mengalami sakit atau luka yang cukup serius.

Jennie menggeleng pelan, "tidak, kau baik-baik saja. Lihat, betapa kurusnya tubuhmu." jari lentiknya menunjuk lengan Arly yang terlihat kurus. Rautnya seperti anak kecil yang tengah merajuk.

"tenggorokanku sedang sombong, dia tidak ingin menelan apapun." alasan Arly diiringi tawa kecil, disusul Jennie yang ikut tertawa.

"kau ternyata masih pintar memberi alasan. Tapi setidaknya kau harus memaksa makanmu. Harus, Arly." wanita yang mempunyai rambut sebahu itu memberi sedikit tatapan tajam.

Arly mengangguk, berusaha menyakinkan untuk menuruti perkataan dokter cantik itu.

"baiklah kalau begitu aku permisi,maaf aku tidak bisa mengantarmu ke kamar, aku ada operasi. Petugas akan segera memindahkanmu ke kamar seperti biasa. Dan aku akan mengunjungimu sehabis operasi." pamitnya dengan wajah tak enak.

"terimakasih, semoga operasimu berjalan lancar."

Jennie tersenyum dan mengangguk sebagai respon, kemudian berjalan keluar meninggalkan Arly.

Selang beberapa jam, dahi Jennie berkerut ketika menemukan ruangan Arly kosong tak berpenghuni. Kepalanya menoleh ketika mendengar sedikit kegaduhan, menemukan salah satu bodyguard Seongwoo berlari melewatinya dengan wajah panik luar biasa.

Dominance ¦ Ong SeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang