23. The Deal

26K 4.4K 1.2K
                                    

GUYS INI AKU NGETIK ULANG LOH, TADI AKU DAH MAU PUB TAPI MALAH MENGHILANG TANPA SISA. CLIPBOARD AKU JUGA IKUT ERROR:) JADI TIDAK ADA HARAPAN SELAIN NULIS ULANG.

Maap ya guys 2 minggu ini aku habiskan dengan ngebucin para oppa ku. Sampe aku lupa alur dominance nih sangking keenakan ngebucin:(

Ayoo baca ulang chap 22 yaa, siapa tau kalian lupa sampe mana.




***

Seongwoo berjalan dengan ragu kearah seorang wanita yang tergeletak tak sadarkan diri, terdengar suara beberapa tembakan beradu yang begitu memekakkan telinga, namun lelaki tampan itu tampak tak acuh.

"mati kau sialan!!" teriak Sungwoon kesal namun diakhiri senyum puas setelah menghabisi para tikus Sihyuk bersama anak buahnya yang ia siapkan. Yahh, meskipun kedatangannya memang sedikit terlambat.

"fu*k!" umpat Sihyuk tak berdaya ketika kaki kanannya ditembak. Dilanjutkannya dengan makian keras meski darah di kakinya terus mengucur.

Pembawaan Seongwoo begitu tenang saat membopong Arly menuju mobil Audi berwarna biru yang terparkir saat keluar dari gedung tersebut, namun tidak dengan jantungnya yang kini sedang berdetak dengan cepat, jantung lelaki itu bahkan seperti diremas secara paksa ketika tak sengaja melihat wajah lebam wanita-nya.


"sedikit lagi." ujar Jennie ketika selesai memeriksa kondisi Arly. Wajah muram yang dipasang wanita itu menjelaskan bahwa ia marah besar pada Seongwoo.

Sedikit lagi, jika kau tidak menghentikannya. Bayimu meninggal. Itulah maksud dari kata wanita berparas cantik itu yang tak dijelaskan, namun tak urung membuat Seongwoo sedikit bernapas lega.

Aku mencintaimu.
Kata-kata itu terus menerus memenuhi telinga dan pikiran Seongwoo, sulit untuk mendefinisikan perasaannya saat ini, namun yang pasti, kata-kata itu seperti mencakar sesuatu dibagian sudut relung hatinya.

Seongwoo diam, tanpa berkata segera meninggalkan dua wanita tersebut. Berniat mengistirahatkan tubuh dan pikirannya dengan meminum segelas anggur putih sambil memandang foto mendiang istrinya.



***

Seongwoo menghirup napas panjang lalu melepasnya perlahan, kedua kaki lelaki itu melangkah masuk kedalam kamar di wanita, tetapi kedatangannya bersamaan dengan suara nyaring pecahan kaca.

Kedua mata mereka saling bertemu, saling menatap, dan saling terdiam satu sama lain. Pertemuan kedua insan itu terlihat sangat canggung dan—menyesakkan.

"aku.." si wanita berujar lebih dulu setelah kurang lebih 3 menit mereka terdiam. "air." jari telunjuk kurusnya menunjuk sebuah pecahan gelas kaca yang berserakan. Bermaksud memberitahu bahwa ia hanya membutuhkan air.

"aku bermimpi." gumam Arly pelan berusaha bangkit dari tidur hendak membersihkan serpihan gelas tersebut. "aku pasti sudah mati." timpalnya.

Seongwoo masih terdiam, namun kaki panjangnya bergerak keluar kamar, tak sampai 5 detik lelaki itu kembali lagi. Membuat Arly mengernyit.

"maid akan membawakan air untukmu."

Kali ini Arly yang terdiam cukup lama, matanya bergerak gusar "aku belum mati?" tanpa sadar lengan kurus wanita itu meremas pecahan kaca tersebut hingga mengeluarkan darah segar.

Arly berjalan menjauhi Seongwoo, wanita tersebut merasakan ketakutan yang luar biasa. Tubuhnya bergetar sambil berjalan mundur menuju arah balkon.

"tanganmu terluka." Seongwoo mengingatkan, langkahnya mendekati Arly perlahan berusaha tak membuat wanita itu takut.

Arly menggeleng kuat, cairan di mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya meleleh dengan deras saat mendengar penuturan lelaki tersebut.
"jangan mendekat. Aku..aku pembunuh"

"aku pembunuh. aku pembunuh. jangan. Aku...mati." racau wanita tersebut tak jelas. Kedua tangannya memegang erat pembatas balkon.

"ayahmu." balas Seongwoo mengoreksi bahwa yang membunuh istrinya adalah ayahnya.

"Seongwoo membenciku." Arly berujar pelan sambil melewati pagar pembatas hendak melompat dan berniat bunuh diri, jika pegangan wanita itu terlepas, dipastikan nyawa Arly menghilang seketika. "aku harus mati."

Seongwoo menegang, reflek dirinya mendekati Arly, "tidak." berusaha menenangkan wanita tersebut. "kemari, aku tidak membencimu." bujuknya halus.

Arly kembali menggeleng kuat, "Aku membunuh istri Seongwoo. Seongwoo ingin aku mati, Seongwoo menginginkannya. Aku harus mati, agar istri Seongwoo kembali." ujarnya terus berkata bahwa ia adalah seorang pembunuh. Menyalahkan bahwa dirinya adalah penyebab kematian istri Seongwoo. Membuat lelaki tersebut merasakan dadanya berdenyut mendengar penuturan si wanita.

"aku tidak menginginkanmu mati. Kemarilah, jangan mencoba melompat."

Detak jantung Seongwoo berdetak cepat kala wanita itu melepaskan pegangan pada pembatas dan hampir terjun jika Seongwoo tidak sigap menggapai salah satu lengannya.

"kau mengandung anakku." Seongwoo memeluk tubuh kurus itu erat setelah berhasil mengungkungnya. Bergerak menutup pintu kaca balkon dan menjauhinya.

Hening beberapa saat sampai Arly berujar. "bohong."

"Aku menginginkan bayi di dalam perutmu. Jadi jangan pernah mencoba untuk membunuhnya." bisiknya tepat ditelinga Arly.

Jadi jangan pernah mencoba untuk membunuhnya? Kata itu terus Arly ulang dalam hati. Apakah aku hanya benar-benar seperti seorang pembunuh bagimu?

"anak ini?" saja? Tidak menginginkanku?. Lanjutnya dalam hati. Menunjuk perutnya datarnya.

Seongwoo mengangguk.

"aku akan menjaganya sampai ia lahir, aku janji. Kau tidak perlu khawatir. Tapi apa boleh aku bertanya satu hal?" tanyanya pelan.

Seongwoo hanya diam menunggu si wanita bertanya.

"apa kau pernah menyimpan rasa, sedikit saja, padaku? Aku berjanji jawaban yang kau berikan tidak akan mempengaruhiku pada bayi ini."

Setidaknya bisakah Seongwoo memberikan angin segar, atau alasan untuk membuatnya hidup dengan setitik rasa kebahagia—

"tidak."

—an.

Arly tersenyum. Menyembunyikan rasa sakit yang teramat, seperti inikah rasanya ketika jantungnya di keluarkan secara paksa?
Tanpa penghilang rasa sakit.

"aku mengerti." ucap Arly pelan.

"tapi bisakah," Arly menatap dalam Seongwoo sebelum kembali berujar, "bisakah kau berpura-pura mempunyai rasa padaku? Hanya sampai bayi ini lahir." pintanya dengan suara rendah.

"hanya berpura-pura. Aku mohon." ulang Arly meyakinkan Seongwoo.

"hanya berpura-pura, palsu, dan tidak nyata. Bahkan kau tidak bisa melakukannya?" ucap Arly sekali lagi ketika melihat ekspresi Seongwoo yang seperti ingin menolak permintaannya.

"aku kelewatan. Maaf, aku selalu lancang. Aku minta maaf." tiba-tiba Arly tersadar dimana seharusnya ia bersikap, bukan seperti ini, Seongwoo akan marah padanya.

"aku akan melakukannya. Berpura-pura." lelaki itu akhirnya bersuara setelah berpikir panjang.

"Ya. Tolong berpura-pura." bibir Arly mengukir sebuah senyum. Senyum tulus dari dalam hatinya. Seongwoo akan mencintainya. Ayah dari anak yang tengah dikandungnya akan mencintainya.















Walaupun hanya sebuah kepalsuan yang mereka berdua sepakati. Cukup membuat Arly bahagia.








***

Gengs, mau nanya nih. Selain wannaone, adakah member boygrup yang kalian pengen aku buatin ceritanya?

Nanya doang.

Dominance ¦ Ong SeongwooWhere stories live. Discover now