22. The Last

25.5K 4K 810
                                    


Sambil denger Day6 - I Loved You. Ena guys.

Chap ini sangat, apa yaa ewh gitu. Drama.

⚠ : sinetron indo, typo parah.





***

"kenapa lama sekali" ucap Sungwoon gusar ketika wanita yang ditunggunya tak kunjung datang.

"Tuan." panggil laki-laki sedikit berlari kearah Sungwoon yang semakin dilanda perasaan tak enak, "perawat disana berkata bahwa Arly sudah pergi keruangannya sejak satu jam yang lalu, diantar dua petugas pria."

Sungwoon reflek mengacak rambutnya lalu mendesah marah, "cari di seluruh ruangan dan di sekitar rumah sakit, mereka mungkin tidak jauh dari sini. Sekarang!"

Tanpa membantah, anak buah yang berjumlah sekitar 7 orang itu berlari memenuhi perintah.

Sungwoon sudah menduganya, bahwa tidak akan lama untuk Sihyuk tahu perempuan yang selama ini menghilang berada di tangan rivalnya. Ditambah Arly lumayan sering mengunjungi Seoul berasamanya, yang dimana setiap gerak-gerik dirinya selalu diawasi.

Dengan kalut, Sungwoon mengeluarkan telepon genggamnya untuk menghubungi Seongwoo. Tak lama terdengar deheman di sebrang sana.

"Arly diculik, aku belum memastikan. Tapi aku yakin, ini Sihyuk." ujar Sungwoon langsung pada inti pembicaraan.

"hn, kau benar. Sihyuk baru saja menghubungiku." suara santai Seongwoo mau tak mau membuat Sungwoon kesal. Bagaimana bisa lelaki itu tenang disaat suasana genting seperti ini. "dia menawarkan untuk bernegosiasi, jadi aku akan menemuinya. Sendiri. Itu syarat dari sampah itu."

Baru saja Sungwoon membuka mulutnya ingin mengatakan ia akan ikut tapi lelaki itu lebih dulu bahwa ia akan pergi sendiri. "tidak sendiri, setidaknya bawa Kenzo." protes Sungwoon dengan nada khawatir.

"dua nyawa Seongwoo, aku tidak meragukanmu. Tapi tolong bawa Kenzo." sambungnya.

Seongwoo terdiam sejenak, lalu menghela napas pelan. "aku akan mengatasinya, kau tidak perlu khawatir."


***

Dan disinilah Seongwoo berada, tempat dimana kejadian mengerikan itu terjadi. Ia kembali menginjakkan kakinya di tempat yang seharusnya tak ia datangi untuk selamanya.

Memori tragis itu tiba-tiba muncul, bertindak sebagai rasa sakit yang memenuhi dada Seongwoo saat ini.
Dada lelaki itu terasa begitu sesak.

"ayahmu melakukannya seperti itu Arly, bahkan ia terlebih dulu menyiksa istriku." Seongwoo berucap pelan dan datar, namun terselip nada sedih didalamnya.

"kenapa?" tanya Arly pelan, "kenapa harus aku?"

"apa harus aku juga yang menebus kesalahan ayahku?" masih dengan nada pelan, tatapannya sendu.

"atau aku memang mempunyai salah pada kalian? Katakan, setidaknya aku mati tidak hanya karena menanggung kesalahan ayahku."

Tanpa sadar kata-kata itu seperti menghantam keras pikiran Seongwoo, apa Arly mempunyai salah?

"kumohon." suara Arly mengecil.

"salahmu? Karena kau telah menjadi anak dari si sampah itu."

Arly menangis, apakah salah dirinya menjadi anak dari seorang pembunuh? Wanita itu menangis kuat mengeluarkan seluruh rasa sakit, kecewa, amarah, yang ia rasakan selama 17 tahun hidupnya. Fisiknya terluka, namun batinnya jauh lebih terluka.

Mental sekuat baja, senyum cerah, tawa riang perempuan itu kini akhirnya sirna, semua kepalsuan yang selama ini Arly jalani kini terlepas bersama rasa sakitnya.

Namun semua itu tak lantas membuat dirinya hilang dari kenyataan pahit yang menimpa, ia harus menghadapi kenyataan yang jauh lebih menyakitkan.

Gadis berumur 17 tahun yang seharusnya tengah menikmati masa remajanya dengan belajar, bermain, berandai-andai dan merencanakan bagaimana kehidupan selanjutnya yang ia impikan terwujud.

Bukan seperti Arly, perempuan berumur 17 tahun yang tengah mengandung anak dari hubungan yang tidak sah, tubuhnya dipenuhi bekas luka dan, wajah cantik yang seharusnya menjadi pujaan setiap lelaki itu kini terlihat mengenaskan dengan bercak darah dan airmata yang tak henti mengalir.

"aku ingin akses San Fransisco." Sihyuk mengajukan permintaan yang telah menjadi kesepakatan dengan lelaki bermarga Ong tersebut.

Tidak berpikir lama, Seongwoo langsung paham apa yang dimaksud lelaki berumur yang berdiri tak jauh darinya itu, yaitu akses melakukan jual-beli senjata ilegal yang dimana Seongwoo mempunyai kekuasaan kuat untuk akses tersebut.
Sihyuk sudah melakukan segala cara untuk memasuki pasar bebas tersebut, namun Seongwoo dengan segala kekuasaannya berhasil mengubur rapat usaha Sihyuk dengan jetikkan jari.

"hanya itu?" tanya Seongwoo dengan nada mengejek. "kau benar-benar tidak memanfaatkan kesempatan dengan baik. Tidak berbeda, kau tetap bodoh sejak lama." nadanya berubah datar.

Sihyuk mengertakan giginya geram, namun ia menahan untuk membunuh lelaki muda itu, yang terpenting adalah ia mendapat apa yang ia incar sejak lama.

"boleh aku berbicara untuk terakhir kalinya?" ujar Arly pelan.

Sihyuk mengernyit, namun mengizinkan karena untuk terakhir kalinya. Tapi tidak dengan Seongwoo, detak jantung lelaki itu berdetak cepat menunggu Arly berbicara.

"terimakasih." mata wanita tersebut menatap Seongwoo dalam. "memang tidak terlalu lama, tapi setidaknya aku bisa menceritakan kepada ibu nanti bahwa aku pernah merasakan kebahagiaan. Karena dulu aku selalu mengeluh tentang hidupku."

"Oppa, hiduplah dengan bahagia. Kau harus mempunyai keluarga yang manis nanti. Sayang sekali aku tidak bisa hidup terlalu lama, padahal aku ingin melihat bagaimana wajah anak oppa nanti." turur wanita cantik itu mati-matian mengukir senyum kecil disana. Lalu mengganti panggilannya, mengingat Seongwoo marah jika ia memanggilnya dengan nama.

"senang berbisnis denganmu." sepenggal kata itu menjadi akhir dari kesempatan Arly berbicara. Sihyuk dengan tak berperasaan menyeret Arly yang masih menangis dalam diam keluar ruangan menemui anak buahnya. Tatapan wanita itu kosong.

"kalian bisa menyetubuhi jalang ini sepuasnya, bergilir." ujarnya melepas kasar lengan Arly, "tidak, jangan bergilir. Kalian bisa memperkosanya beramai-ramai. Lebih menantang bukan?" Sihyuk menyeringai puas.
Membuat anak buahnya kegirangan.

Kupingnya masih berfungsi dengan baik untuk mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari lelaki di hadapannya, namun Arly diam tanpa melawan ataupun meraung memberontak.

Matanya hanya terpaku menatap lelaki yang berdiri jauh darinya dengan perasaan kosong. Arly bersimpuh lemas, bekas ikatan ditangan dan kakinya mengeluarkan darah segar.

Telinganya kini terasa seperti tuli, hening, namun saat ini Arly menyadari seseorang tengah merobek bajunya, membuat tubuh wanita yang masih dilapisi pakaian dalam itu terekspos.

Siap untuk diperkosa.

Arly tetap tidak melawan, ia membiarkan lelaki-lelaki menjijikkan itu menyentuh tubuhnya yang juga menjijikkan dengan kasar.

Sampai akhirnya suara tembakan nyaring terdengar, kesadarannya menghilang.

"Seongwoo." gumam Arly lirih sebelum matanya tertutup rapat. Bibir itu bergerak tanpa suara.
























"aku mencintaimu."



***


:(

Dominance ¦ Ong SeongwooWhere stories live. Discover now