Prolog

94.8K 6.2K 36
                                    

Menyesap kopi hangat di pagi hari sambil mengamati pemandangan di luar kaca dari kubikel ini sungguh menenangkan jiwa dan raga sebelum mengawali aktivitas seperti biasa. Namun, lamunanku buyar ketika Pak Seno datang menuju tempatku. Someone, please help me! Ini baru jam delapan lewat dua puluh menit dan kenapa sosok menyeramkan ini—yang kumaksud atasanku—bisa berada di sini?

Sebelumnya, aku belum siap mendengarkan apa yang akan ia katakan. Tapi, kalau dilihat dari raut wajahnya sepertinya ini akan menjadi kabar penting sekaligus buruk. Okay, let's see.

"Selamat pagi karyawanku tercinta, Aretta." Hmm, kalau seperti ini aku yakin sekali pasti ada kabar buruk yang sebentar lagi akan kudengar.

"Ada apa, Pak?" tanyaku seramah mungkin.

"Tolong, jawab dulu ucapan selamat pagi saya."

Aku menghela napas sejenak. "Iya, selamat pagi juga Bapak Seno yang terhormat."

"Bagus," katanya sambil menjentikkan jari.

"Jadi ada apa ya, Pak?"

"Gini, Ta. Saya mau menyampaikan amanat dari HRD kalau kantor pusat sedang membutuhkan satu karyawan di divisi akuntansi. Nah, mereka menginginkan satu karyawan pengganti yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Kebetulan kantor kita yang diminta untuk mengirimkan satu karyawannya dan kamu yang dipilih atas rekomendasi saya sesuai dengan permintaan kantor pusat."

Aku belum siap. Belum siap. Ingin tutup telinga. Tapi, terlanjur terdengar. Oke, mari kita hadapi. Aku berusaha memasang senyuman manis untuk menutupi keterkejutanku ini, "Pak, kenapa harus saya yang bapak rekomendasiin? Kenapa gak yang lain aja?"

"Ta, menurut saya cuma kamu yang bisa mengerti apa yang diminta sama perusahaan, kamu yang bisa bertahan dalam situasi apapun termasuk dikejar deadline, dan selama ini kinerja kamu semuanya bagus gak ada satu pun yang kurang. Jadi, pindah ke kantor pusat bukan sesuatu hal yang harus kamu takuti."

Aku menunduk lemas. "Harus banget ya, Pak?"

"Harus."

"Nggak bisa dinego?"

"Enggak," jawabnya, "udah lah, Ta, kamu nikmatin aja setiap proses dalam hidup. Ini langkah baru kamu, jangan disia-siakan. Saya dan teman-temanmu yang lain pasti support kamu. Buat lebih jelasnya lagi, kamu hubungin HRD aja, ya."

Pak Seno berbalik badan dan berjalan menuju ruangannya. Kemudian, belum ada satu detik mendudukan diri di kursi, teman-temanku langsung bertanya mengenai apa yang baru saja pria berusia empat puluh tahun itu katakan padaku.

Oke, Aretta, mari kita hadapi betapa kejamnya dunia.

***

08:20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang