25. Lembar Terakhir

34.2K 2.6K 40
                                    

Ternyata tidak semuanya disetiap lembaran terakhir mengisahkan hal yang sedih-sedih saja. Buktinya aku mampu membuat kebahagiaan yang tidak akan kulupakan.

Semua berjalan begitu saja, menuju usia ke 26 kami berharap semua sesuai apa yang kami harapkan. Bukan hubungan yang dalam hitungan bulan, tahun, tapi yang kami harapkan adalah hubungan yang mampu bertahan hingga maut memisahkan.

Di depanku, Adhiyatama mengukir kisah baru di lembar terakhir dalam hidupku. Malam itu semuanya terasa berbeda. Kisah yang ia torehkan juga berbeda. Aku terus berharap ini akan menjadi langkah awal yang membahagiakan.

"Lo gak nyemplung?" tanya Alan yang baru saja naik ke daratan. Maksudku, dia baru aja nyemplung ke kolam renang, sedangkan Tama, Mas Bagas, dan Cakra masih betah di air.

"Gue gak bisa renang."

"Halah, ada Tama. Lo kelelep juga diselametin."

Ih, mulai ngeselin. "Gue takut air."

"Lah, lo mandi pake apaan? Abu gosok?"

Allahuakbar, bener juga ya. Kenapa sih kok aku jadi gak jelas gini?

"Diem deh, ah." Aku meninggalkan Alan dan memilih masuk untuk bergabung dengan girls squad yang sedang menonton tv.

"Mumpung masih pagi ke hutan pinus yuk? Kita foto-foto," ucap Sashi sambil memakan sebuah camilan.

"Yang lain diajakin mau gak? Kalau gue sih ayo aja apalagi demi sebuah feeds instagram yang bagus," balas Disty.

"Gampang, serahin semua sama gue," jawab Sashi menyombongkan diri.

Dan ya, para cowok itu mau diajak jalan ke hutan pinus yang letaknya tidak begitu jauh dari villa kami. Udaranya luar biasa sejuk, dingin, dan segar.

"Ta, jalan ke sana yuk?" Ajak Tama dan akhirnya aku memisahkan diri dari rombongan.

Suasana justru hening. Hanya kicau burung, suara langkah kami, dan kadang angin yang menggoyangkan pohon. Tapi, kenyamanan tetap terasa.

"Ta, aku cuma berharap kedepannya hubungan kita gak sampai di sini. Aku berharap lanjut. Bahkan, aku sudah memikirkan kedepannya," katanya.

"Ini gak kecepetan ya buat kita?"

"Aku tau, bagi kamu apalagi seorang perempuan yang nantinya dituntut harus memilih laki-laki yang bertanggung jawab pasti berpikir ini terlalu cepat. Tapi, aku gak mau kehilangan setiap momen diantara kita, sedangkan hari terus berganti bulan lalu berganti tahun."

"Tam, kita jalani ini semua dengan santai tapi serius bisa?"

Dia tersenyum. "Aku paham. Aku juga gak mau terburu-buru. Aku cuma menyampaikan niatku doang."

Aku balas senyumnya. "Akan ada saat yang tepat untuk mewujudkan semua itu."

Dia lagi dan lagi tersenyum lalu merogoh sesuatu dari dalam kantong jaketnya. Aku terkejut sekali dan sungguh tidak menyangka. Sepertinya dia memang telah menyiapkan ini semua.

Sebuah kotak berisi cincin disodorkannya padaku. Aku menangis haru saat itu juga. Aku tak tau harus berkata apa.

"Kumohon jangan nilai dari barangnya. Karena cincin ini hanyalah simbol. Aku serius sama kamu." Lalu, dia memakaikan cincin tersebut di jari manisku. Aku merasa aku perempuan paling bahagia di dunia.

Iya, aku bahagia. Bahagia sekali dan semua ini sulit didefinisikan. Aku memeluknya, aku menyampaikan perasaan yang sungguh bahagia ini. "Terima kasih kamu sudah memilih aku."

Mulai hari ini, aku Aretta, adalah perempuan yang sangat beruntung di dunia. Terima kasih semesta telah mempertemukanku dengannya.

END

08:20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang